PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP BIMBINGAN DALAM PEMBERIAN LAYANAN BIMBINGAN BELAJAR BAGI ABK DI SMP 36 SURABAYA


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
            Sistem pelayanan Pendidikan Luar Biasa  (PLB) yang mempersyaratkan agar anak luar biasa belajar bersama dengan teman-teman mereka disekolah-sekolah terdekat, guna mengoptimalkan potensi yang dimiliki anak luar biasa. Sesuai dengan ketetapan UUD 1945 pasal 31 ayat 1 dan UU No 20/2003 tentang sistem pendidikan nasional menyatakan bahwa  setiap warga negara mempunyai  hak  yang sama  untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Dalam usaha mengoptimalkan potensi yang dimiliki ABK, maka diperlukan strategi penanganan ABK termasuk dalam pemberian layanan yang berbaur dengan anak normal pada umumnya.
            Budiyanto, dkk (2009) menyatakan bahwa strategi penanganan ABK bersama anak-anak normal yakni dalam tiga model pendidikan yaitu mainstreaming, integratif dan inklusi.
            Shevin dalam Direktorat PLB (2005) inklusi merupakan sistem pelayanan pendidikan luar biasa yang mempersyaratkan agar ABK bisa belajar dengan teman-teman mereka di sekolah sekolah terdekat. Melalui pendidikan inklusi, ABK dididik bersama teman-temannya yang normal untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya. Hal tersebut didukung oleh Dirjen Dikdasmen yang menerbitkan surat edaran No 380/C.C6/MN/2003 tanggal 20 Januari 2003 tentang pendidikan inklusif di setiap kabupaten/kota sekurang-kurangnya empat sekolah yang terdiri atas SD, SMP, SMA, SMK.
            Di sekolah reguler maupun sekolah dengan sistem pendidikan inklusi yang dalam hal ini adalah SMP 36 Surabaya, tugas pelajar adalah belajar. Menurut munandir (2001) Belajar dan pembelajaran di sekolah bersifat formal. Salah tatu tugas siswa SMP adalah belajar, dengan  belajar siswa akan dapat mengembangkan potensi dan meraih prestasi yang tinggi. Lebih lanjut Munandir (2001) mengungkapkan belajar umumnya mengacu pada terjadinya perubahan
dalam diri individu yaitu perubahan  tingkah laku melalui pengalaman yang didalamnya terdapat beberapa keterampilan antara lain adalah : mengikuti pelajaran, mengerjakan tugas, membuat jadwal belajar, membaca materi, mempersiapkan tes. Dengan demikian  kebiasaan belajar juga mencakup lima keterampilan  tersebut. Misalnya, dalam mengikuti pelajaran siswa diharapkan dapat  mendengarkan, memperhatikan, mencatat bagian yang dianggap penting, bertanya dan menjawab pertanyaan.  Namun dalam kenyataan tidaklah demikian, tidak sedikit siswa yang dalam mengikuti pelajaran hanya mendengarkan, juga dalam menghadapi tes mereka hanya membaca berulang-ulang materi yang diberikan guru. 
            Bimbingan belajar merupakan bentuk layanan yang sangat penting sehingga perlu diselenggarakan di sekolah terlebih lagi disekolah yang menerapkan sistem pendidikan inklusi yang dalam hal ini SMP 36 Surabaya. Dengan diselenggarakannya bimbingan belajar di sekolah diharapkan siswa berkebutuhan khusus (ABK) di sekolah inklusi akan memiliki kebiasaan belajar yang baik sehingga memperoleh prestasi yang optimal, mengingat taraf kemampuan yang dimiliki oleh ABK tertentu berbeda dengan siswa normal pada umumnya. Agar bimbingan belajar dapat berjalan dengn optimal, maka perlu dilaksanakan secara terjadwal dan terpadu di sekolah. 
            Perlu diketahui bahwa dalam layanan bimbingan terdapat beberapa prinsip bimbingan yang merupakan dasar atau acuan dalam melaksanakan layanan bimbingan termasuk dalam pemberian layanan bimbingan belajar. Agar program bimbingan belajar dapat berjalan maka perlu penerapan prinsip bimbingan dalam pembelajaran atau pemberian bimbingan belajar di sekolah, termasuk di sekolah inklusif.
            Beranjak dari hal tersebut, penulis akan melakukan observasi mengenai penerapan prinsip bimbingan dalam pembelajaran atau dalam pemberian bimbingan belajar pada siswa berkebutuhan khusus (ABK) d sekola inklusi yang dalama hal ini SMP 36 Surabaya.
     

B.     Permasalahan
      Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam penyusunan makalah ini antara lain sebagai berikut:
1.      Apakah yang dimaksud dengan bimbingan dan konseling?
2.      Apa sajakah prinsip-prinsip bimbingan konseling?
3.      Bagaimana pelaksanaan bimbingan belajar di sekolah?
4.      Bagaimana hasil observasi penerapan prinsip bimbingan dalam pembelajaran ABK di sekolah inklusi SMP 36 Surabaya?
5.      Bagaimana potret penerapan prinsip layanan bimbingan khususnya bimbingan belajar di sekolah inklusi SMP 36 Surabaya?

C.    Tujuan Penulisan
            Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan dari penulisan makalah ini adalah antara lain sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui pengertian bimbingan dan konseling
2.      Untuk mengetahui prinsip-prinsip bimbingan konseling
3.      Untuk mengetahui penerapan prinsip bimbingan konseling di sekolah inklusi
4.      Hasil observasi penerapan prinsip bimbingan dalam pembelajaran ABK di sekolah inklusi SMP 36 Surabaya
5.      Potret penerapan prinsip layanan bimbingan khususnya bimbingan belajar di sekolah inklusi SMP 36 Surabaya









BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Bimbingan dan Konseling
      Sebelum kita membahas mengenai prinsip-prinsip bimbingan dan konseling, ada baiknya terlebih dahulu kita mengulas kembali mengenai pengertian bimbingan dan konseling.
      Bimbingan dan konseling merupakan dua istilah yang sering di rangkaikan bagaikan kata majemuk. Hal ini mengisyaratkan bahwa kegiatan bimbingan kadang di lanjutkan dengan kegiatan konseling. Beberapa ahli menyatakan bahwa konseling merupakan inti atau jantung hati dari kegiatan bimbingan. Ada pula yang menyatakan bahwa konseling merupakan salah satu jenis layanan bimbingan. Dengan demikian dalam istilah bimbingan sudah termasuk di dalamnya kegiatan konseling.
      Bimbingan adalah bantuan atau pertolongan yang di berikan kepada individu atau sekumpulan individu-individu dalam menghindari atau mengatasi kesulitan-kesulitan dalam hidupnya. Sedangkan Konseling adalah suatu pertalian timbal balik antara dua orang individu di mana yang seorang (konselor) membantu yang lain (konseli) supaya dia dpat lebih baik memahami dirinya dalam hubungannya dengan masalah hidup yang di hadapinya pada waktu itu dan pada waktu yang akan datang.

B.     Prinsip-Prinsip Bimbingan Konseling
1.      Pengertian Prinsip
      Prinsip berarti asas (kebenaran yg menjadi pokok dasar berpikir, pedoman bertindak), dan dasar. Prinsip merupakan paduan hasil kajian teoritik dan telaah lapangan yang digunakan sebagai pedoman pelaksanaan sesuatu yang dimaksudkan. Sedangkan prinsip-prinsip bimbingan dan konseling adalah hal-hal yang dapat dijadikan pedoman dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling.


2.      Prinsip-Prinsip Bimbingan Konseling Secara Umum
Dalam pelayanan bimbingan dan konseling prinsip-prinsip yang digunakannya bersumber dari kajian filosofis, hasil-hasil penelitian dan pengalaman praktis tentang hakikat manusia, perkembangan dan kehidupan manusia dalam konteks sosial budayanya, pengertian, tujuan, fungsi, dan proses penyelenggaraan bimbingan dan konseling.
Dalam menjalankan tugasnya seorang konselor perlu mempertikan beberapa prinsip yang dijadikan acuan dalam melaksanakan atau menyelengarakan program bimbingan dan konseling. Dalam naskah panduan pengembangan diri (KTSP, 2006 :6) Prinsip-prinsip konseling berkenaan dengan sasaran layanan, permasalahan yang dialami peserta didik, program pelayanan, serta tujuan dan pelaksanaan pelayanan. Yang secara lebih jelas sebagai berikut adalah :
a.       Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan sasaran layanan;
1)      melayani semua individu tanpa memandang usia, jenis kelamin, suku, agama dan status sosial;
2)      Tahapan perkembangan;
3)      Individual deferenses
b.      Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan permasalahan yang dialami individu;
1)      menyangkut pengaruh kondisi mental maupun fisik individu terhadap penyesuaian pengaruh lingkungan,
2)      Timbulnya masalah pada individu oleh karena adanya kesenjangan sosial, ekonomi dan budaya.
c.       Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan program pelayanan Bimbingan dan Konseling:
1)      bimbingan dan konseling bagian integral dari pendidikan dan pengembangan individu,
2)      Program bimbingan dan konseling harus fleksibel dan disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik maupun lingkungan;
3)      Program bimbingan dan konseling disusun dengan mempertimbangkan adanya tahap perkembangan individu;
4)      Program pelayanan bimbingan dan konseling perlu diadakan penilaian hasil layanan.
Sedangkan beberapa prinsip yang dijelaskan dalam buku penataan pendidikan profesional konselor dan layanan bimbingan dan konseling dalam jalur pendidikan formal (DEPDIKNAS, 2007:203-204) secara umum di uraikan menjadi 6 hal yang secara singkat sebagai berikut.
a.       Bimbingan dan konseling diperuntukkan bagi semua konseli;
b.      Bimbingan dan konseling bersifat individual;
c.       Bimbingan menekankan hal yang positif;
d.      Bimbingan dan konseling merupakan usaha bersama;
e.       Pengambilan keputusan merupakan hal yang esensial dalam bimbingan dan konseling; dan
f.       Bimbingan dan konseling berlangsung dalam berbagai setting kehidupan.

3.      Prinsip-Prinsip Bimbingan dan Konseling di Sekolah
      Dalam lapangan opersional bimbingan dan konseling, sekolah merupakan lembaga yang wajah dan sosoknya sangat jelas. Di sekolah pelayanan bimbingan dan konseling diharapkan dapat tumbuh dan berkembang dengan amat baik mengingat sekolah merupakan lahan yang secara potensial sangat subur, sekolah memiliki konsdisi dasar yang justru menuntut adanya pelayanan ini pada kadar yang tinggi.
      Para siswa yang sedang dalam tahap perkembangan yang “meranjak” memerlukan segala jenis bimbingan dan konseling dalam segenap fungsinya. Para guru terlibat langsung dalam pengajaran yang apabila pengajaran itu dikehendaki mencapai taraf keberhasilan yang tinggi, memerlukan upaya penunjang untuk bagi optimalisasi belajar siswa. Dalam kaitan ini tepatlah apa yang dikatakan oleh Bernard dan Fullmer (1969) dalam Prayitno dan Amti (2008:223) bahwa guru amat memperjhatikan bagaimana pengajaran berlangsung, sedangkan konselor amat memperhatikan bagaimna murid belajar” seiring dengan itu, Crow & Crow (1960) dalam Prayitno dan Amti (2008:223) mengemukakan perubahan materi kurikulum dan prosedur pengajaran hendaknya memuat kaidah-kaidah bimbingan. Apabila  kedua hal itu memang terjadi, materi dan prosedur pengajaran berkaidah bimbingan dibarengi oleh kerjasama erat antara guru dan konselor, dapat diyakini bahwa proses belajar mengajar yang dilakukan guru untuk murid itu akan sukses.
      Namun harapan akan tumbuh kembangnya pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah sesubur-suburnya itu sering kali masih tetap berupa harapan saja. Pelayanan bimbingan dan konseling secara resmi memang ada disekolah, tetapi keberadaannya masih belum seperti dikehendaki. Dalam kaitan ini Belkin (1975) dalam Prayitno dan Amti (2008) menegaskan prinsip untuk menegakkan dan menumbuhkembangkan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah antara lain:
a.       Konselor harus menonjolkan keprofesionalannya yang tahu dan mau bekerja;
b.      Konselor harus memiliki progran nyata dan dapat dilaksanakan;
c.       Konselor sadar akan profesinya dan mampu menerjemahkannya ke dalam program dan hubungannya dengan sejawat dan personal sekolah lainnya;
d.      Memiliki komitmen dan keterampilan untuk membantu siswa dengan segenap variasinya di sekolah;
e.       Konselor mampu bekerjasama serta membina hubungan yang harmonis dinamis dengan kepala sekolah.

C.    Layanan Bimbingan Belajar
      Bimbingan belajar merupakan salah satu bentuk layanan bimbingan yang penting diselenggarakan di sekolah. Pengalaman menunjukkan bahwa kegagalankegagalan yang dialami siswa dalam belajar tidak selalu disebabkan oleh kebodohan atau rendahnya inteligensi. Sering kegagalan itu terjadi disebabkan mereka tidak mendapat layanan bimbingan yang memadai.
      Prayitno & Amti (2008:279) Layanan bimbingan belajar dilaksanakan melalui tahap-tahap: (a) pengenalan siswa yang mengalami masalah belajar, (b) pengungkapan sebab-sebab timbulnya masalah belajar, dan (c) pemberian bantuan pengentasan masalah belajar.

1.      Pengenalan siswa yang mengalami masalah belajar
      Di sekolah, di samping banyaknya siswa yang berhasil secara gemilang dalam belajar, seringpulan dijumpai adanya siswa yang gagal, seperti angka-angka rapo rendah, tidak naik kelas, tidak lulus ujian akhir, dan sebagainya. Secara umum, siswa-siswa yang seperti itu di pandang sebagai siswa-siswa yang mengalami kesulitan belajar. Secara lebih luas, masalah belajar tidak hanya terbatas pada contoh-contoh yang disebutkan itu. Masalah belajar tidak hanya terbatas pada contoh-contoh yang disebutkan itu.
      Prayitno & Amti (2008:279) Masalah belajar memiliki bentuk yang banyak ragamnya, yang pada umumnya dapat digolongkan atas:
a.      Keterlambatan akademik, yaitu keadaan siswa yang diperkirakan memiliki inteligensi yang cukup tinggi, tetapi tidak dapat mengoptimalkannya secara ooptimal
b.      Ketercepatan dalam belajar, yaitu keadaan siswa yang memiliki bakat akademik yang cukup tinggi tetapi masih memerlukan tugas-tugas untuk memenuhi kebutuhan dan kemampuan belajarnya yang amat tinggi.
c.       Sangat lambat dalam belajar, yaitu keadaan siswa yang memiliki bakat akademik yang kurang memadai dan perlu dipertimbangkan untuk mendapat pendidikan atau pengajaran khusus.
d.      Kurang motivasi dalam belajar, yaitu keadaan siswa yang kurang bersemangat dalam belajar, mereka seolah-olah nampak jera dan malas
e.       Bersikap dan berkebiasaan buruk dalam belajar, yaitu kondisi siswa yang kegiatan atau perbuatan belajarnya sehari-hari antagoonis dengan yang seharusnya, seperti suka menunda-nunda tugas, mengulur-ngulur waktu, membenci guru, tidak mau bertanya untuk hal-hal yang tidak diketahuinya, dan sebagainya.
Prayitno & Amti (2008) Siswa yang mengalami masalah belajar seperti tersebut dapat dikenali melalui prosedur pengungkapan melalui tes hasil belajar, tes kemampuan dasar, skala pengungkapan sikap dan kebiasaan belajar, dan pengamatan.

2.      Upaya membatu siswa yang mengalami masalah belajar
      Prayitno & Amti (2008:279) siswa yang mengalami masalah belajar perlu mendapat bantuan agar masalahnya dapat mempengaruhi proses perkembangan siswa. Beberapa upaya yang dapat dilakukan adalah antara lain sebagai berikut:
a.       Pengajaran perbaikan.
pengajaran perbaikan merupakan suatu bentuk bantuan yang diberikan kepada seorang atau sekelompok siswa yang menghadapi masalah belajar dengan maksud untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan dalam proses dan hasil belajar mereka. Dalam hal ini bentuk kesalahan yang paling pokok berupa kesalahpengertian, dan tidak menguasai konsep-konsep dasar. Apabila kesalahan-kesalahan itu diperbaiki, maka siswa mempunyai kesempatan untuk mencapai hasil belajar yang optimal. Dibandingkan dengan pengajaran biasa, pengajaran perbaikan sifatnya lebih khusus, karena bahan, metode dan pelaksanaannya disesuaikan dengan jenis, sifat dan latar belakang masalah yang dihadapi siswa.
b.      Kegiatan pengayaan
Kegiatan pengayaan merupakan suatu bentuk layanan yang diberikan kepada seorang atau beberapa orang siswa yang sangat cepat dalam belajar. Mereka memerlukan tugas-tugas tambahan yang terencana untk menambah memperluas pengetahuan dan keterampilan yang telah dimilikinya dalam kegiatan belajar sebelumnya.
c.       Peningkatan motivasi belajar
Guru, konselor dan staf sekolah lainnya berkewajiban meningkatkan motivasi anak dalam belajar. Prosedur-prosedur yang dapat dilakukan adalah dengan:
Ø  Memperjelas tujuan-tujuan belajar
Ø  Menyesuaikan pengajaran dengan bakat, kemampuan dan minat siswa
Ø  Menciptakan suasana pembselajaran yang menantang, merangsang, dan menyenangkan
Ø  Memberikan hadiah dan hukuman bila perlu
Ø  Menciptakan suasana hubungan yang hangat dan dinamis
Ø  Menghindari tekanan-tekanan dan suasana yang tidak menentu
Ø  Melengkapi sumber dan peralatan belajar
d.      Pengembangan sikap dan kebiasaan belajar yang baik
Setiap siswa diharapkan menerapkan sikap dan kebiasaan belajar yang efektif. Tetapi tidak tertutup kemungkinan ada siswa yang mengamalkan sikap dan kebiasaan yang tidak diharapkan dan tidak efektif. Apabila siswa memiliki sikap dn kebiasaan seperti itu, maka dikhawatirkan siswa yang bersangkutan tidak akan mencapai hasil belajaryang baik, karena hasil belajar yang baik itu diperoleh melalui usaha atau bahkan perjuangan yang keras.

D.    Hasil Observasi Penerapan Prinsip Bimbingan dalam Pembelajaran ABK di Sekolah Inklusi SMP 36 Surabaya

      Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa pelayanan bimbingan dan konseling disekolah diharapkan dapat tumbuh dan berkembang dengan amat baik mengingat sekolah merupakan lahan yang secara potensial sangat subur karena sekolah memiliki kondisi dasar yang justru menuntut adanya pelayanan ini pada kadar yang tinggi, termasuk disekolah inklusi yang juga terdapat beberapa siswa berkebutuhan khusus. Para siswa yang sedang dalam tahap perkembangan memerlukan segala jenis layanan bimbingan dan konseling dalam segenap fungsinya. Namun, harapan akan tumbuh kembangnya pelayanan bimbingan dan konseling di SMP 36 Surabaya nampaknya masih kurang maksimal terutama dalam layanan bimbingan untuk Anak Berkebutuhan Khusus.
      Hal tersebut terbukti ketika penulis melakukan kunjungan tepatnya pada hari Rabu, 19 Desember 2012. Dalam kunjungan tersebut, penulis menyempatkan melakukan wawancara kepada guru bimbingan konseling di sekolah tersebut mengenai pelaksanaan dan penerapan prinsip layanan bimbingan konseling dalam pembelajaran ABK.
      SMP 36 Surabaya merupakan sebuah lembaga pendidikan yang melasanakan sistem layanan pendidikan inklusi, dimana lembaga tersebut menerima anak-anak berkebutuhan khusus untuk mengenyam pendidikan bersama anak-anak normal pada umumnya. SMP 36 Surabaya terdaftar sebagai sekolah penyelenggara layanan pendidikan inklusi sejak tahun 2010, jadi bisa dikatakan status inklusif masih sangat dini di SMP 36 Surabaya. Berikut akan diuraikan hasil observasi dan wawancara dengan guru BK yang telah dilakukan penulis terkait prinsip BK dalam pemberian layanan bimbingan belajar bagi ABK:
1.      Jumlah siswa ABK yang terdaftar di SMP 36 Surabaya sebanyak 21 orang anak, dengan jenis kecacatan yang beraneka ragam, diantaranya tunarungu, lambat ajar, cerebral palsy, dan gangguan emosi dan prilaku.
2.      Tenaga BK yang terdapat di SMP 36 Surabaya sebanyak 2 orang yang juga merangkak sebagai GPK (Guru Pendamping Khusus) hanya saja tenaga BK dan GPK tersebut merupakan guru reguler yang tidak berlatar belakang BK maupun ke PLBan sehingga mengalami kesulitan dalam menangani ABK yang membutuhkan bimbingan. Dengan keadaan yang memprihatikan tersebut, SMP 36 Surabaya mendapat bantuan GPK dari Dikti yang dianggap memiliki kompeten dalam menghadapi ABK. Namun tenaga yang diperbantukan tersebut juga tidak intens mengikuti perkembangan ABK di sekolah, karena keberadaannya di sekolah tidak setiap hari. Sehingga guru yang diperbantukan tersebut hanya memberi pelatihan mengenai ABK kepada guru-guru reguler yang ada di sekolah tersebut.
3.      SMP 36 Surabaya juga terdapat sebuah ruangan yang disebut dengan ruang inklusi digunakan sebagai tempat dalam memberikan layanan bimbingan bagi anak yang bermasalah.
4.      Terkait dengan masalah yang dihadapi ABK sangat erat kaitannya dari jenis kecacatan yang disandang oleh ABK, namun pada umumnya masalah yang saring timbul pada ABK antara lain, masalah dalam interaksi sosial, masalah mobilitas, masalah kesulitan dalam konsentrasi atau pemusatan perhatian. Dimana masalah-masalah tersebut berakibat pada proses pembelajaran sehingga juga menimbulkan masalah belajar bagi ABK di kelas saat mengikuti pembelajaran.
5.      Adapun bentuk masalah belajar yang pada umumnya dihadapi ABK yaitu:
-          Rendahnya nilai yang ditunjukkan ABK setiap diadakan evaluasi dalam pembelajaran.
-          Sangat lambat dalam belajar
-          Rendahnya minat belajar ABK
-          Kurangnya motivasi belajar ABK
-          Kurangnya perhatian ABK dalam mengikuti pembelajaran
-          Suka mengganggu ketenangan kelas saat proses  pebelajaran berlangsung.
6.      Dalam menangani masalah belajar yang dihadapi ABK, diberikan layanan bimbingan belajar. Bimbingan belajar ini dilakukan oleh guru mata pelajaran di ruang inklusi bekerjasama dengan guru BK yang juga sebagai GPK. Dalam hal ini guru BK hanya mendampingi guru mata pelajaran dalam memberikan bimbingan belajar.
7.      Terkait dengan masalah rendahnya minat dan motivasi ABK, bentuk bimbingan yang dilakukan guru BK yaitu melalui pendekatan individual kepada ABK dan kepada orangtua ABK, dengan memberikan nasehat yang dianggap perlu, karena keterbatasan pengetahuan mengenai BK dan ABK itu sendiri.

E.     Analisis Potret Penerapan Prinsip Layanan Bimbingan Khususnya Bimbingan Belajar di Sekolah Inklusi SMP 36 Surabaya
     
      Berdasarkan uraian hasil observasi dan wawancara yang telah dilakukan penulis di SMP 36 Surabaya maka dalam hal ini, penulis berkesimpulan bahwa SMP 36 Surabaya belum menerapkan prinsip-prinsip bimbingan secara maksimal dalam pembelajaran ABK dengan alasan yang berlandaskan pada Belkin (1975) dalam Prayitno dan Amti (2008) mengenai penegasan prinsip BK untuk menegakkan dan menumbuhkembangkan pelayanan bimbingan dan konseling termasuk dalam layanan bimbingan belajar di sekolah yang telah diuraikan di atas:
Terkait dengan hal tersebut, berikut penulis akan menguraikan hasil analisis penerapan prinsip bimbingan dalam pembelajaran ABK di SMP 36 Surabaya sebagai berikut:
a.       Layanan bimbingan di SMP 36 Surabaya hanya diberikan pada ABK yang bermasalah saja.
b.      Tenaga konselor di SMP 36 Surabaya tidak menunjukkan keprofsionalan, mereka tidak memiliki landasan keilmuan mengenai BK
c.       Tenaga konselor di SMP 36 Surabaya tidak memiliki program nyata dalam memberikan bimbingan belajar pada ABK
d.      Konselor di SMP 36 Surabaya kurang terampil dalam membantu siswa dengan segenap variasinya di sekolah, hal ini berhubungan karena tenaga konselor juga tidak memahami tentang ABK.
e.       Bimbingan diberikan tanpa memperhatikan tahap perkembangan anak
f.       Tidak dilakukakannya evaluasi terhadap layanan bimbingan yang dalam hal ini bimbingan belajar yang telah dilaksanakan













BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
            Berdasarkan uraian pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan antara lain:
1.      Bimbingan adalah bantuan atau pertolongan yang di berikan kepada individu atau sekumpulan individu-individu dalam menghindari atau mengatasi kesulitan-kesulitan dalam hidupnya. Sedangkan Konseling adalah suatu pertalian timbal balik antara dua orang individu di mana yang seorang (konselor) membantu yang lain (konseli) supaya dia dpat lebih baik memahami dirinya dalam hubungannya dengan masalah hidup yang di hadapinya pada waktu itu dan pada waktu yang akan datang.
2.      Sedangkan prinsip-prinsip bimbingan dan konseling adalah hal-hal yang dapat dijadikan pedoman dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling.
3.      secara umum prinsip BK  di uraikan sebagai berikut.
-          Bimbingan dan konseling diperuntukkan bagi semua konseli;
-          Bimbingan dan konseling bersifat individual;
-          Bimbingan menekankan hal yang positif;
-          Bimbingan dan konseling merupakan usaha bersama;
-          Pengambilan keputusan merupakan hal yang esensial dalam bimbingan dan konseling; dan
-          Bimbingan dan konseling berlangsung dalam berbagai setting kehidupan
4.      Bimbingan belajar merupakan salah satu bentuk layanan bimbingan yang penting diselenggarakan di sekolah. Pengalaman menunjukkan bahwa kegagalankegagalan yang dialami siswa dalam belajar tidak selalu disebabkan oleh kebodohan atau rendahnya inteligensi. Sering kegagalan itu terjadi disebabkan mereka tidak mendapat layanan bimbingan yang memadai.
5.      Prayitno & Amti (2008:279) Layanan bimbingan belajar dilaksanakan melalui tahap-tahap: (a) pengenalan siswa yang mengalami masalah belajar, (b) pengungkapan sebab-sebab timbulnya masalah belajar, dan (c) pemberian bantuan pengentasan masalah belajar.
6.      Hasil observasi menunjukkan bahwa di SMP 36 Surabaya merupakan sekolah inklusi yang baru berjalan 2 tahun. Sekolah ini terdapa 21 ABK dengan jenis kelainan tunarungu, autis, cerebral palsy, dan gangguan emosi. GPK (Guru pendamping khusus) di sekolah ini masih diambil alih oleh guru reguler yang tidak berlatar belakang PLB
7.      SMP 36 Surabaya juga terdapat layanan bimbingan dan konseling, hanya saja tenaga BK tersebut tidak berlatar belakang BK sehingga tidak memiliki landasan keilmuan dalam menerapkan bentuk-bentuk layanan bimbingan konseling termasuk bimbingan belajar, baik pada anak normal maupun pada ABK pada khususnya. Sehingga dalam memberikan layanan bimbingan tidak nampak adanya penerapan prinsip-prinsip bimbingan dan  koseling.

B.     Saran
      Berdasarkan uraian kesimpulan di atas, maka pada kesempatan ini penulis mengajukan beberapa saran kepada sekolah-sekolah penyelenggara sistem layanan pendidikan inklusi khususnya SMP 36 Surabaya antara lain:
1.      Sekolah yang menerapkan layanan pendidiskan inklusi, sebaiknya mengupayakan menghadirkan tenaga GPK yang betul-etul kompeten dalam menghadapi atau menangani ABK.
2.      Mengingat layanan BK juga merupakan hal yang urgen, maka sebaiknya pihak sekolah juga mengupayakan menghadirkan tenaga BK yang kompeten yang memiliki latar belakang keilmuan BK, sehingga dalam memberikan layanan bimbingan berupa apapun terhadap anak normal maupun ABK dapat berjalan dengan baik sesuai dengan prinsip-prinsip BK, dengan harapan setiap siswa khususnya ABK pun dapat mengoptimalkan perkembangan kemampuan yang ia miliki.
DAFTAR PUSTAKA

Budiyanto, dkk. 2009. Modul Training of Trainers Pendidikan Inklusif. Jakarta. Depdiknas
Depdiknas. 2003. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 tahun  2003 tentang standar pendidikan nasional.
Direktorat Pembinaan Luar Biasa. 2005. Pedoman Penyelenggaraan Inklusi Pengadaan dan Pembinaan Tenaga Kependidikan. Jakarta. Depdiknas.
Munandir. 2001. Ensiklopedia Pendidikan. Malang: Universitas Negeri Malang Press
Naskah Panduan Pengembangan Diri untuk satuan pedidikan dasar dan menengah (KTSP) tahun 2006
Prayitno & Amti. 2008. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta. Rineka Cipta
______. 2007. Penataan Pedidikan Profesional Konselor Dan Layanan Bimbingan Dan Konseling Dalam Jalur Pendidikan Formal. Jakarta. Depdiknas

                  


Tidak ada komentar: