FILSAFAT PENDIDIKAN IDEALISME DAN REALISME







**PENDAHULUAN**

Sejarah filsafat kaya dengan ide-ide yang membahas mengenai pendidikan, sehingga munculah salah-satu cabang filsafat dalam disiplin ilmu yang disebut dengan filsafat pendidikan. Filsafat sebagai the mother of knowledge juga memikirkan masalah pendidikan akhirnya muncul pandangan-pandangan filsafat dalam pendidikan.
Proses pertumbuhan filsafat sebagai hasil pemikiran para filosof dalam rentang waktu yang dilaluinya telah melahirkan berbagai macam pandangan. Pandangan para filosof tersebut  adakalanya bersifat saling mendukung, tetapi juga tak jarang pula yang bertentangan. Hal ini dapat dimaklumi karena hasil pemikiran filosof bukan merupakan komponen yang berdiri sendiri, tetapi akan senantiasa dipengaruhi banyak faktor, seperti pendekatan yang dipakai serta kondisi dan alam pikiran manusia di suatu tempat.
Dalam perjalanan sejarahnya, filsafat pendidikan melahirkan berbagai pandangan yang cenderung menimbulkan keraguan yang sulit untuk dikompromikan. Hal ini disebabkan karena masing-masing pandangan berusaha mempertahankan pendapatnya sebagai suatu kebenaran. Pengaruh dari pandangan yang berbeda tersebut melahirkan berbagai aliran, seperti, eksisitensialisme, realisme, pragmatisme, idealisme, humanisme, dan lain-lain (Ramayulis dan Samsul Nizar,2009:15).
Dalam makalah sederahana penulis hanya akan membahas aliran idealisme DAN aliran realisme dari sudut pandang filsuf barat dan timur serta kaitannya dalam dunia pendidikan.


**PEMBAHASAN**

1.      ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN IDEALISME
a.      Pemikiran Plato
Filsafat Idealisme adalah sistem filsafat yang menekankan pentingnya keunggulan pikiran (mind), roh (soul) atau jiwa (spirit) dari pada hal-hal yang bersifat kebendaan atau material. Hakikat manusia adalah jiwanya, rohaninya, yakni apa yang disebut “mind”. Mind merupakan wujud yang mampu menyadari dunianya, bahkan sebagai pendorong dan penggerak semua tingkah laku manusia. Jiwa (mind) merupakan faktor utama yang menggerakkan semua aktivitas manusia, badan, atau jasmani tanpa memiliki apa-apa.
Idealisme berpendirian, bahwa kenyataan tersusun atas gagasan-gagasan (ide) atau spirit. Segala benda yang nampak berhubungan dengan kejiwaan dan segala aktivitas adalah aktiviatas kejiwaan. Dunia ini dipandang bukan hanya sebagai mekanisme, tetapi dipandang sebagai sistem yang msing-masing unsurnya saling berhubungan, dunia adalah keseluruhan (totalitas), suatu kesatuan yang logis dan bersifat spiritual.
Idealisme berorientasi kepada ide-ide yang bersifat theo-sentris (berpusat kepada Tuhan) kepada jiwa, spiritualitas, hal-hal yang ideal (serba cita) dan kepada norma-norma yang mengangung kebenaran mutlak. Oleh karena nilai-nilai idealism bercorak spiritual, maka kebanyakan kaum idealism mempercayai adanya Tuhan sebagai ide tertinggi atau Prima Causa dari kejadian alam semesta ini (Ramayulis dan Samsul Nizar,2009:15).
Inti yang terpenting dari ajaran ini adalah bahwa manusia menganggap ruh atau sukma lebih beharga dan lebih tinggi dibandingkan materi bagi kehidupan manusia. Ruh merupakan hakikat yang sebenarnya, sementara benda atau materi disebut sebagai penjelmaan dari ruh atau sukma. Aliran idealism berusaha menerangkan secara alami pikiran yang keadaannya secara metafisis yang baru berupa gerakan-gerakan ruhaniah, dan dimensi gerakan tersebut untuk menemukan hakikat yang mutlak dan murni pada kehidupan manusia. Demikian juga hasil adaptasi individu dengan lainnya, sehingga terbentuklah kebudayaan dan peradaban baru (Bakry,1992:56)
Dengan demikian Idealisme ialah aliran  filsafat yang menganggap atau memandang ide itu primer dan materi adalah sekundernya, dengan kata lain menganggap materi berasal dari idea atau diciptakan dari ide. Idealisme disebut dengan idea sedangkan dunia dianggap fana tanpa adanya idea-idea yang menjadi tujuan hidup.

Ø  Implementasi Idealisme dalam Pendidikan
·         Tujuan Pendidikan Menurut Paham Idealisme
Menurut Plato tujuan pendidikan adalah untuk menemukan kemampuan-kemampuan ilmiah setiap individu dan melatihnya sehingga menjadi seorang warga negara yang baik, masyarakat dan harmonis, yang melaksankana tugas-tugasnya secara efisien sebagai seseorang anggota masyarakat.
Salah satu cardinal objektif idealisme dan idealis pendidikan adalah direktik Yunani Kuno untuk “mengetahui dirimu sendiri” Self-realisasi merupakan tujuan penting dari pendidikan, maka idealis menekankan pentingnya kegiatan semua pengarahan dalam pendidikan. Mereka percaya bahwa pendidikan yang benar terjadi hanya dalam diri individu.
Lebih lanjut secara terperinci tujuan pendidikan menurut paham idealisme terbagai atas tiga hal, tujuan untuk individual, tujuan untuk masyarakat, dan campuran antara keduanya. Pendidikan idealisme untuk individual antara lain bertujuan agar anak didik bisa menjadi kaya dan memiliki kehidupan yang bermakna, memiliki kepribadian yang harmonis dan penuh warna, hidup bahagia, mampu menahan berbagai tekanan hidup, dan pada akhirnya diharapkan mampu membantu individu lainnya untuk hidup lebih baik.
Tujuan pendidikan idealisme bagi kehidupan sosial adalah perlunya persaudaraan sesama manusia. Karena dalam spirit persaudaraan terkandung suatu pendekatan seseorang kepada yang lain. Seseorang tidak sekadar menuntuk hak pribadinya, namun hubungan manusia yang satu dengan yang lainnya terbingkai dalam hubungan kemanusiaan yang saling penuh pengertian dan rasa saling menyayangi. Sedangkan tujuan secara sintesis dimaksudkan sebagai gabungan antara tujuan individual dengan sosial sekaligus, yang juga terekspresikan dalam kehidupan yang berkaitan dengan Tuhan.
Jadi dapat disimpulkan tujuan pendidikan menurut pahan idealisme lebih mengarah kepada pengembangan pemikiran dan diri pribadi siswa, yang berkesinambungan dengan tujuan untuk pribadu, masyarakat, dan campuran antar keduanya.
Dengan demikian, jelaslah bahwa peranan pendidikan yang paling utama bagi manusia adalah membebaskan dan memperbaharui. Pembebasan dan pembaharuan itu akan membentuk manusia utuh, yakni manusia yang berhasil menggapai segala keutamaan dan moralitas jiwa yang mengantarnya ke ide yang tinggi yaitu kebajikan, kebaikan, dan  keadilan.
·         Materi dan Kurikulum Pendidikan Menurut Paham Idealisme
Materi atau apa yang harus diketahui dalam paham idealisme sesungguhnya sudah ada dalam jiwa. Tugas pendidik adalah membuat pengetahuan yang tersimpan dalam hati ini menjadi kesadaran. Para pendidik berusaha agar murid mencapai kesadaran kesempurnaannya. Untuk mencapai manusia sempurna ini seperangkat kurikulum disusun secara terstruktur (bertingkat) dengan berdasarkan warisan pemikiran terbaik generasi demi generasi. Paling penting tingkatnya adalah ilmu umum tentang filosofi dan teologi kedua hal ini bersifat abstrak.
Menurut plato, pendidikan dirancang dan diprogramkan menjadi tiga tahap sesuai tingkat usia. Pertama, pendidikan yang diberikan kepada taruna hingga sampai dua puluh tahun. Kedua, dari usia dua puluh tahun sampai tiga puluh tahun. Ketiga dari tiga puluh tahun sampai empat puluh tahun. Plato juga menekankan perlunya pendidikan direncanakan dan diprogramkan dengan baik. Karena itu, dalam menanamkan program pendidikan itu, pemerintah harus mengadakan motivasi, semangat loyalitas, kebersamaan dan kesatuan cinta akan kebaikan dan keadilan (Jalaludin dan Abdullah Idi,2009:79).
Kurikulum pendidikan idealisme berisikan pendidikan liberal dan pendidikan vokasional/praktis. Pendidikan liberal dimaksudkan untuk pengembangan kemampuan-kemampuan rasional dan moral. Pendidikan vokasional dimaksudkan untuk pengembangan kemampuan suatu kehidupan/pekerjaan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa materi yang digunakan guna mengembangkan pendidikan intelektual adalah ilmu-ilmu kealaman, sosial, pendidikan teknologi, matematika, dan pendidikan bahasa. Materi pendidikan moral dalam mengembangkan kebajikan yaitu sikap berusaha mencapai kesempurnaan diri, sikap adil, sikap jujur, tidak memihak, sikap mengetahui kesamaan antar sesame manusia.
Sedangkan kurikulum yang digunakan dalam pendidikan yang beraliran idealisme harus lebih memfokuskan pada isi yang objektif. Pengalaman haruslah lebih banyak daripada pengajaran yang textbook. Agar supaya pengetahuan dan pengalamannya senantiasa aktual.
·         Metode Pendidikan serta Peran Guru Menurut Paham Idealisme
Menurut plato metode terbaik untuk belajar adalah dialektika. pada dasarnya, plato percaya bahwa kita dapat mengembangkan ide-ide kita dengan cara mencapai sintesis dan konsep-konsep universal, dimana metode dialektika mencoba untuk mengintegrasikan berbagai proses belajar ke pada proses belajar yang mengandung makna.
Guru tidak cukup mengajar siswa tentang bagaimana berfikir, sangat penting bahwa apa yang siswa pikirkan menjadi kenyataan dalam perbuatan. Metode mangajar hendaknya mendorong siswa untuk memperluas cakrawala, mendorong berfikir reflektif, mendorong pilihan-pilihan moral pribadi, memberikan keterampilan-keterampilan berfikir logis, memberikan kesempatan menggunakan pengetahuan untuk masalah-masalah moral dan sosial, meningkatkan minat terhadap isi mata pelajaran, dan mendorong siswa untuk menerima nilai-nilai peradaban manusia.              
Guru dalam sistem pengajaran yang menganut aliran idealisme berfungsi sebagai: (1) guru adalah personifikasi dari kenyataan si anak didik; (2) guru harus seorang spesialis dalam suatu ilmu pengetahuan dari siswa; (3) Guru haruslah menguasai teknik mengajar secara baik; (4) Guru haruslah menjadi pribadi terbaik, sehingga disegani oleh para murid; (5) Guru menjadi teman dari para muridnya; (6) Guru harus menjadi pribadi yang mampu membangkitkan gairah murid untuk belajar; (7) Guru harus bisa menjadi idola para siswa; (8) Guru harus rajib beribadah, sehingga menjadi insan kamil yang bisa menjadi teladan para siswanya; (9) Guru harus menjadi pribadi yang komunikatif; (10) Guru harus mampu mengapresiasi terhadap subjek yang menjadi bahan ajar yang diajarkannya; (11) Tidak hanya murid, guru pun harus ikut belajar sebagaimana para siswa belajar; (12) Guru harus merasa bahagia jika anak muridnya berhasil; (13) Guru haruslah bersikap dmokratis dan mengembangkan demokrasi; (14) Guru harus mampu belajar, bagaimana pun keadaannya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa guru peran tidak cukup mengajar siswa tentang bagaimana berfikir, sangat penting bahwa apa yang siswa pikirkan menjadi kenyataan dalam perbuatan. Guru di sini haruslah memiliki keunggulan moral dan intelektualnya. Metode pembelajaran menurut paham idealism diantaranya metode dialektika, dialog, diskusi serta metode yang lainnya yang dapat digunakan guna mengembangkan pikiran siswa.
·         Lembaga Pendidikan yang Menerapkan Aliran Idealisme
Lembaga pendidikan yang menerapkan aliran idealisme diantaranya ini bisa kita temukan pada lembaga-lembaga pendidikan pondok pesantren, di mana di pondok pesantren baik guru yang mengajarkan maupun siswa diharapkan mampu melaksanakan ilmu pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari mereka, dengan kata lain siswa maupun guru selain memperoleh dan memberikan keunggulan intelektual juga menekankan kepada keunggulan moral mereka.
Di lembaga pesantren biasa kita dengar adanya Panca Jiwa Pondok pesantren yaitu jiwa keikhlasan, kesederhnaan, kesanggupan menolong diri sendiri atau berdikari, jiwa ukhuwwah diniyah, dan ukhuwah Islamiyah yang demokratis antar para santri, dan jiwa bebas. Hal ini searah dengan tujuan pendidikan menurut paham idealisme yaitu membentuk manusia utuh, yakni manusia yang berhasil menggapai segala keutamaan dan moralitas jiwa yang mengantarnya ke ide yang tinggi yaitu kebajikan, kebaikan, dan  keadilan.

b.      Pemikiran Al-Gazali
·         Peranan pendidikan
Al-ghazali termasuk ke dalam kolompok sufistik yang banyak menaruh perhatian yang besar terhadap pendidikan, karena pendidikan yang banyak menentukan corak kehidupan suatu bangsa. Demikian hasil pengamatan ahmad fuad al-ahwani terhadap pemikiran pendidikan imam al-ghazali.
Sementara itu H.M Arifin, guru besar dalam bidang pendidikan mengatakan, bila dipandang dari segi filosifis,al-ghazali adalah penganut paham idealisme yang konsekuen terhadap agama sebagai dasar pandangannya. Dalam masalah pendidikan al-ghazali lebih cenderung berpaham idealisme. Hal ini antara lain di sebabakan karena ia sangat menekankan pengaruh pendidikan terhadak anak didik. Menurut seorang anak tergantung kepada orang tua dan orang yang mendidikanya. Hati seorang anak itu bersih dari gambaran apapun. Hal ini sejalan dengan pesan rasulullah SAW yang menegaskan: Setiap anak yang dilahirkan dalam keadaan bersih, kedua orangtualah yang menyebabkan anak itu menjadi penganut Yahudi, Nasrani, atau Majusi. (H.R. Muslim).
Sejalan dengan hadis tersebut, al-ghazali mengatakan jika anak menerima ajaran dan kebiasaan hidup yang baik, maka anak itu menjadi baik. Sebaliknya jika anak itu dibiasakan melakukan perbuatan buruk dan dibiasakan padahal yang jahat, maka anak itu akan berakhlak jelek. Pentingnya pendidikan ini didasarkan kepada pengalaman hidup al-ghazali sendiri, yaitu sebagai orang yang tumbuh menjadi ulama besar yang menguasai berbegai ilmu pengetahuan, yang disebabkan karena pendidikan.
·         Tujuan Pendidikan
Setelah menjelaskan peranan pendidikan sebagaimana diuraikan di atas, al-ghazali lebih lanjut menjelaskan tujuan pendidikan. Menurutnya, tujuan pendidikan adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah SAW, bukan untuk mencari kedudukan yang menghasilkan uang. Karena jika tujuan pendidikan diarahkan bukan pada mendekatkan diri kepada Allah SWT, akan dapat menimbulkan kedengkian, kebencian, dan permusuhan.
Rumusan tujuan pendidikan yang demikian itu sejalan dengan firman Allah SWT tentang penciptaan manusia, yaitu : Tidaklah aku jadikan jin dan manusia melainkan agar beribadah kepada-ku (Q.S.al-Dzariyat :59) Selain itu rumusan tersebut mencerminkan sikap zuhud al-ghazali terhadap dunia, merasa qona`ah (merasa cukup dengan yang ada), dan banyak memikirkan kehidupan akhirat dari pada kehidupan dunia.
Sikap yang demikian itu diperlihatkannya pula ketika rekan ayahnya mengirim al-ghazali beserta saudaranya, Ahmad, keMadrasah Islamiah yang menyediakan berbagai sarana, makanan dan minuman serta fasilitas belajar lainya. Berkenaan dengan hal ini al-ghazali ``Aku datang ke tempat ini untuk mencari keridhaan Allah, bukan untuk mencari harta dan kenikmatan.
Rumusan tujuan pendidikan al-Ghazali yang demikian itu juga karena al-Ghazali memandang dunia ini bukan merupakan hal yang pokok, tidak abadi dan akan rusak, sedang maut dapat memutuskan klenikmatan setiap saat. Dunia hanya tempat lewat semantara, tidak kekal. Sedangkan akhirat adalah desa yang kekal, dan maut senantiasa mengitai setiap saat.
Lebih lanjut al-Ghazali mengatakan bahwah orang yang berakal sehat adalah orang yang dapat menggunakan dunia untuk tujun akhirat, sehingga orang tersebut derajatnya lebih tinggi di sisi Allah dan lebih luas kebahagiaanya di akhirat. Ini menunjukan bahwah tujuan pendidikan menurut al-Ghazali tidak sama sekali menistakan dunia, melaikan dunia itu hanya sebagai alat.
·         Pendidik
Sejalan dengan pentingnya pendidikan mencapai tujuan sebagaimana disebutkan di atas, al-ghazali juga menjelaskan tentang ciri-ciri pendidik yang boleh melaksanakan pendidikan. Ciri-ciri tersebut adalah :
-          Guru harus mencintai muridnya seperti mencintai anak kandungnya sendiri.
-          Guru jangan mengharapkan materi (upah) sebagaimana tujuan utama dari pekerjaannya (mengajar), karena mengajar adalah tugas yang diwariskan oleh Nabi Muhammad SAW sedangkan upahnya adalah terletak pada terbentuknya anak didik yang mengamalkan ilmu yang diajarkannya.
-          Guru harus mengingatkan muridnya agar tujuannya dalam menuntut ilmu bukan untuk kebanggaan diri atau mencari keuntungan pribadi, tetapi untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
-          Guru harus mendorong muridnya agar mencari ilmu yang bermanfaat, yaitu ilmu yang membawa pada kebahagiaan dunia dan akhirat. Di hadapan muridnya, guru harus memberikan contoh yang baik, seperti berjiwa halus, lapang dada, murah hati, dan berakhlak terpuji lainnya.
-          Guru harus mengajarkan pelajaran yang sesuai dengan intelektual dan daya tangkap anak didiknya.
-          Guru harus mengamalkan yang diajarkannya, karena ia menjadi idola di mata anak muridnya.
-          Guru harus memahami minat, bakat, dan jiwa anak didiknya, ssehingga di samping tidak akan salah dalam mendidik, juga akan terjalin hubungan yang akrab dan baik antara guru dengan anak didiknya.
-          Guru harus dapat menanamkan keimanan ke dalam pribadi anak didiknya, sehingga akal pikiran anak didiknya tersebut akan dijiwai oleh keimanan itu.
Tipe ideal guru yang dikemukakan al-ghazali yang demikian sarat dengan norma akhlak itu, masih dianggap relevan jika tidak dianggap hanya itu satu-satunya model, melainkan juga harus dilengkapi dengan persyaratan akademis dan profesi. Guru yang ideal di masa sekarang adalah guru yang memiliki persyaratan kepribadian sebagaimana dikemukakan al-ghazali dan persyaratan akademis serta profesional.
·         Murid
Sejalan dengan prinsip bahwa menuntut ilmu pengetahuan itu sebagai ibadah dan menetapkan diri kepada Allah, maka bagi murid dikehendaki hal-hal sebagai berikut
-          Memuliakan guru dan bersikap rendah hati atau tidak takabur
-          Merasa satu bangunan dengan murid yang lainnya
-          Menjahukan diri dari mempelajari berbagai mazhab yang dapat menimbulkan kekacauan dalam pikiran
-          Mempelajari tidak hanya satu jenis ilmu yang bermanfaat melaikan berbagai ilmu sehingga mencapai tujuan dari tiap ilmu tersebut
·         Kurikulum
Pandangan ghazali tentang kurikulum dapat di pahami dari pandangannya mengenai ilmu pengetahuan. Ia membagi ilmu pengetahuan kepada anak didiknya tentang ilmu yang terlarang dan yang wajib di pelajari,dan dibagi menjadi tiga kelompok:
-          Ilmu yang tercela,ilmu ini tidak ada manfaatnya bagi manusia didunia maupun diakhirat
-          Ilmu yang terpuji ilmu yang membawa jiwa seseorang menjadi bersih dari kerendahan dan keburukan serta dapat mendekatkan diri kepada Allah
-          Ilmu yang terpuji pada taraf tertentu, yang tidak boleh diperdalam, karena ilmu ini dapat membawa kepada kegoncangan iman dan ilhad (meniadakan Tuhan) seperti ilmu filsafat
Selanjutnya yang menjadi titik perhatian al-Ghazali dalam mengajarkan ilmu pengetahuan kepada anak didik adalah ilmu pengetahuan yang digali dari kandungan al-Qura’n, karena ilmu model in akan bermafaat bagi kehidupan manusia di dunia dan di akhirat, karena dapat menenangkan jiwa dan mendekatkan diri kepad Allah.
Sejalan dengan itu al-Ghazali mengusulkan beberapa ilmu pengetahuan yang harus dipelajari di sekolah. Ilmu pengetahuan tersebut adalah: Ilmu al-Quran ilmu agama, sekumpulan bahasa,nahwu,dan makhroj karena ilmu ini berfungsi membantu ilmu agama. Ilmu-ilmu fardu kifayah, yaitu ilmu kedokteran, matematika, teknologi,dll. Ilmu kebudayaan seperti syair, sejarah, dan beberapa cabang filsafat.

2.      ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN REALISME
a.      Pemikiran Aristoteles
Aliran Realisme adalah aliran filsafat yang memandang  realitas sebagai dualitas. Aliran realisme memandang dunia ini mempunyai hakikat realitas yang terdiri dari dunia fisik dan dunia rohani. Hal ini berbeda dengan filsafat aliran idealisme yang bersifat monistis yang memandang hakikat dunia pada dunia spiritual semata. Dan juga berbeda dari aliran materialisme yang memandang hakikat kenyataan adalah kenyatan yang bersifat fisik semata. Realisme membagi realistas menjadi dua bagian yaitu subjek yang menyadari dan mengetahui di satu pihak dan yang kedua adanya realita di luar manusia yang dapat dijadikan objek pengetahuan manusia.
Aliran realisme mempunyai berbagai macam bentuk yaitu realisme rasional, realisme naturalis dan realisme kritis. Realisme rasional juga masih terbagi dua yaitu realisme klasik dan realisme religius. Realisme klasik pertama kali dikembangkan oleh Aristoteles. Berikut ini kita bahas pendidikan menurut aliran realisme.

Ø  Implikasi Terhadap Pendidikan
·         Konsep Pendidikan
Berikut ini kita akan membahasa konsep pendidikan mengenai pengertian pendidikan dan gambaran pendidikan menurut masing-masing bentuk aliran realisme.
Realisme Rasional
Realisme klasik  berpandangan bahwa manusia sebenarnya memiliki ciri rasional. Dengan demikian manusia dapat menjangkau kebenaran umum. Eksistensi Tuhan merupakan penyebab pertama dan utama realistas alam semesta. Memperhatikan intelektual adalah penting bukan saja sebagai tujuan melainkan sebagai alat untuk memecahkan masalah. Menurut realisme klasik pengalaman manusia penting bagi pendidikan. Menurut Aristoteles, terdapat aturan moral universal yang diperoleh dengan akal dan mengikat manusia sebagai mahluk rasional. Manusia sempurna menurutnya adalah manusia sempurna yang mengambil jalan tengah. Konsep pendidikan pada anak bahwa anak harus diajarkan ukuran moral yang absolut dan universal karena baik dan benar adalah untuk seluruh umat manusia. Kebiasaan baik harus dipelajari karena kebaikan tidak datang dengan sendirinya
Sedangkan menurut realisme religius bahwa kenyataan itu dipandang berbentuk natural dan supernatural. Pandangan filsafat ini menitik beratkan pada hakikat kebenaran dan kebaikan. Pendidikan merupakan suatu proses untuk meningkatkan diri guna mencapai kebenaran abadi. Kebenaran bukan dibuat melainkan sudah ditentukan dan belajar harus mencerminkan kebenaran itu. Menurut Cornerius pendidikan harus universal, seragam dan merupakan suatu kewajiban dimulai dengan pendidikan yang lebih rendah.
Realisme Natural
Menurut realisme natural pengetahuan yang diakui adalah pengetahuan yang diperoleh melalui pengalaman empiris dengan jalan observasi atau pengamatan indera. Para pengikut realisme natural mengikuti teori pengatahuan empirisme yang mengatakan pengalaman merupakan faktor fundamental dalam pengetahuan dan merupakan sumber pengetahuan manusia.
Pendidikan berkaitan dengan dunia di sini dan sekarang. Dunia diatur oleh hukum alam. Pendidikan menurut aliran realisme natural haruslah ilimiah dan yang menjadi objeknya adalah kenyataan dalam alam.
Realisme kritis.
Menurut pandangan Breed filsafat pendidikan hendaknya harmoni dengan prinsip-prinsip demokrasi. Pendidikan sebagai pertumbuhan harus diartikan sebagai pengarah terhadap tuntunan sosial dan individual. Menurut Imanuel Kant , pengetahuan mulai dari pengalaman namun tidak semiuanua dari pengalaman. Pikiran tanpa isi adalah kosong dan tanggapan tanpa konsepsi adalah buta.
Menurut Henderson ke semua bentuk aliran realisme pendidikan menyetujui bahwa
-          Proses pendidikan berpusat pada tugas mengembangkan laki-laki dan wanita menjadi hebat
-          Tugas manusia di dunia adalah memajukan keadilan dan kesejahteraan umum
-          Tujuan akhir pendidikan adalah memecahkan masalah-masalah pendidikan.
·         Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan realisme adalah untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungannya, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosial budaya serta mampu melaksanakan tanggung jawab sosial.
·         Kurikulum Pendidikan
Kurikulum harus berisi pengetahuan dan nilai-nilai esensial agar siswa dapat menyesuaikan diri baik dengan lingkungan alam, masyarakat, dan kebudayaannya. Menurut filsuf Realisme, kurikulum pendidikan seharusnya meliputi:
-          Sains/ilmu pengetahuan alam dan matematika
-          Ilmu kemanusiaan dan ilmu-ilmu social
-          Nilai-nilai
-          Pegetahuan tentang alam memungkinkan umat manusia untuk dapat menyesuaikan diri serta tumbuh dan berkembang dalam lingkungan alamnya.
-          Ilmu kemanusiaan diperlukan setiap individu untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan sosialnya.
·         Metode Pendidikan
Metode mengajar yang disarankan para filsuf Realisme bersifat otoriter. Guru mewajibkan para siswa untuk dapat menghafal, menjelaskan,dan membandingkan fakta-fakta; menginterpretasi hubungan-hubungan, dan mengambil kesimpulan makna-makna baru. Penting bagi guru untuk memberikan ganjaran terhadap setiap siswa yang yang mencapai sukses dan memberikan penguatan (reinforces) atas apa yang seharusnya dipelajari.
·         Peranan Guru Dan Siswa
1.      Peranan Guru:
-          Penentu materi pelajaran
-          Menggunakan minat siswa yang berhubungan dengan mata pelajaran
-          Mendisiplinkan siswa melalui ganjaran dan prestasi
-          Mengendalikan perhatian siswa
-          Membuat siswa aktif
2.      Peranan Siswa:
-          Menguasai pengetahuan
-          Taat pada aturan dan berdisiplin, sebab aturan yang baik sangat diperlukan untuk belajar, disiplin mental dan moral dibutuhkan untuk berbagai tingkat keutamaan.









**KESIMPULAN**


            Berdasarkan pemaparan yang telah diuraiakan sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa:
1.      Idealisme dalam pendidikan beranggapan bahwa realitas atau kenyataan-kenyataan pada diri manusia itu telah ada pada diri manusia sejak dari asalnya, yang berasal dari realitas yang hakiki. Dalam artian, kebenaran, pengetahuan, dan nilai sudah ada sebelum manusia lahir yang semuanya bersumber dari ide yang mutlak yaitu dari Tuhan. Manusia tidak mengusahakan dalam arti menciptakan kebenaran, pengetahuan dan nilai moral, melainkan bagamana manusia menemukan semanya itu dengan menggunakan akal atau rasio. Manusi dapat memperoleh kebenaran dengan jalan berpikir, bukan dengan pengamatan indera karena dengan berpikir itulah manusia dapat mengetahui hakikat kebenaran dan pengetahuan. Dengan indera, manusia hanya sampai pada memperkirakan.
2.      Realitas dalam pendidikan beranggapan bahwa kebenaran diperoleh dengan cara berpikir rasional empiris realistis, yaitu cara berpikir atas prinsip realitas yang lebih dekat pada alam  kehidupan manusia sehari-hari. Karena dalam hal ini manusia dipandang sebagai makhluk materi sekaligus rohani. Sebagai materi, ia menyadari bahwa manusi dalam hidupnya berada dalam kondisi alam materi dan sosial. Sebagai makhluk rohani  manusia sadar ia akan menuju pada proses yang lebih tinggi yang menuju kepada manusia ideal, manusia sempurna. Manusia sebagai hewan rasional  memiliki kesadaran intelektual dan spiritual, ia hidup dalam alam materi sehingga menuju pada derajat yang lebih tinggi, yaitu kehidupan yang abadi, kehidupan supranatural.



**DAFTAR PUSTAKA**


Berri  eranda. Filsafat Pendidikan Realisme. http://randa26.wordpress.com/2012/04/05/ filsafat-pendidikan-realisme/.  OnLine. Diakses 10 Oktober 2012.

Eka Yunarti. Idealisme dan Pendidikan. http://www.scribd.com/doc/45080023/7/Aliran-Idealisme. OnLine. Diakses 09 Oktober 2012

Mudyahardjo, Redja. 2010. Filsafat Ilmu Pendidikan. Bandung. PT Remaja Rosdakarya

Sadulloh, Uyoh. 2004. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung. Cv Alfabeta.





PEMIKIRAN PARA AHLI TENTANG PENDIDIKAN (Pemikiran John Locke, John Dewey, dan Ki Hajar Dewantara)

Tugas Individu
Dosen Pengampu        :
Dr. Asri Wijiastuti, M.Pd


PEMIKIRAN PARA AHLI TENTANG PENDIDIKAN
(Pemikiran John Locke, John Dewey, dan Ki Hajar Dewantara)




 


pu














Oleh:


M I R N A W A T I
1 2 7 9 1 5 0 0 7






UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
PROGRAM PASCA SARJANA
JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA
2012
1.     JOHN LOCKE

A.    Biorgafi John Locke
John Locke merupakan salah satu dari begitu banyak tokoh yang sudah memberikan pemikirannya tentang perkembangan pendidikan di dunia. John Locke memiliki latar belakang dalam pendidikan dan perkembangan individunya.
      John Locke lahir pada tahun 1632 di Wrington Inggris,Dibesarkan oleh ayah yang seorang pengacara yang bekerja sebagai juru tulis hakim di Somersetshire dan menjadi kapten angkatan angkatan bersenjata di Long Parliament selama pemerintahan Raja Charles I. Pada  Tahun 1646, pada waktu John Locke berusia 14 tahun dia diterima di Westminster School, dimana selama 6 tahun ia mencurahkan perhatiannnya pada pelajaran bahasa latin dan Yunani, disamping pelajaran-pelajaran lainnya yang diberikan disekolah-sekolah menengah.
      Pada tahun 1652 ia diterima di Christ Church College, Universitas Oxford, disini ia mempelajari retorika bahasa, filasafat moral, ilmu ukur, fisika, bahasa Latin, Arab, dan Yunani. Ia mendapatkan gelas sarjana mudanya pada tahun 1656 dan sarjana penuh pada tahun 1658. Pada Tahun 1660 ia memperoleh beasiswa sebagai mahasiswa senior, selain itu diberikan hak istimewauntuk tetap di universitas tersebut untuk selama-lamanya. Dengan beasiswa tersebut, ia bekerja sebagai pembimbing untuk mata pelajaran retorika, bahasa Yunani dan filasafat.
      Pada Tahun 1665 ia menjadi sekretaris misi diplomatic kerajaan Inggris di Brandenburg, dan pada tahun 1666 kembali lagi ke Ingggris dan mempelajari ilmu kedokteran. Kemudian, sejak Locke menyembuhkan salah satu duta inggris, ia mulai bekerja untuk pemerintahan. Dana sejak saat itu perkembangan pandangan-pandangannya terhadap berbagai masalah mulai terangkat dan terpublikasikan.

B.     Pokok Pikiran Filosofi John Locke
Pemikiran filosofis John Lucke menampilkan perhatiannya yang begitu besar bagi kondisi natural alam dan manusia. Maksudnya John Lucke menampilkan sistem pemikiran filosofis yang berbasis pada kondisi natural. Pemikiran Lucke tentang alam dan manusia ditempatkannya dalam konteks pengalaman sebagai dasar dari perkembangan hidup manusia.
Locke mengaskan bahwa tak ada realitas lain yang lebih tinggi dari pada dunia empiris. Dunia itu berisi kualitas-kualitas primer yang menjadi dasar dan pembentuk manusia. Tanpa sustratum material yang ada dalam alam, manusia tak dapat membayangkan adanya kualitas-kualitas sekunder yang ditangkap oleh pancaindra dan yang direfleksikan oleh akal budi. Tak ada realitas lain yang lebih tinggi dari pada dunia indrawi. Hal ini berarti, alam menjadi sumber pengalaman dan pengetahuan manusia. Semua pengetahuan manusia dapat tergantung pada penglihatan aktualnya dan pengalaman indrawinya dengan obyek-obyek material. Dalam kontak tersebut, pancaindra menangkap obyek-obyek itu, dan dengan bantuan akal budinya, obyek-obyek itu dianalisa dan direfleksikan. Oleh sebab itu, bagi John Locke sendiri, menolak adanya faktifisasi obyek meterial, identik dengan menyangkan eksistensi pengetahuan.
Pandangan Locke tentang manusia berangkat dari penolakannya terhadap teori innatisme yang mengakui adanya ide-ide bawaan dari diri manusia. Ia berpendapat bahwa manusia tidak dapat menghasilkan pengetahuannya dari dirinya sendiri. Ketika lahir, manusia bagaikan kertas putih yang baru dan belum terisi. Dalam dirinya tidak ada ide yang diwariskan oleh Allah, tak ada ide tentang kebenaran moral dan kebaikan, bahkan kecenderungan atau kebiasaan-kebiasaan bawaan. Akal budi masih kosong. Namun dalam situasi yang kosong itu, manusia sadar bahwa ia tidak bisa menghasilkan sesuatu yang berguna bagi eksistensinya. Dalam usaha untuk mewujudkan eksistensinya tersebut, manusia mulai membangun kontak dengan lingkungan sekitarnya dan membentuk dalam dirinya pengalaman-pengalaman akan setiap obyek yang dihadapinya. Konsekuensinya, akal budi manusia mulai terisi dan ia menjadi person yang rasional.
Penolakan Locke atas ide bawaan mendukung usaha individu dalam kebutuhannya untuk mendapatkan pengetahuan dari pengalaman. Menurutnya, seorang dapat menjadi budak atau bebas ditentukan oleh hak-hak kodrati seperti hak hidup, kebebasan dan hak milik. Dengan demikian, Locke menampilkan karakter dasar manusia sebagai makhluk rasional dan moral. Menurut Locke, secara kodrati manusia itu baik dan tanpa cela. Dalam kondisi alamiahnya itu, ia menjadi person yang bebas untuk menentukan dirinya dan menggunakan hak miliknya tanpa tergantung pada kehendak orang lain. Namun dalam kebebasannya tersebut, manusia harus tinggal dan membentuk satu  masyarakat politis, di mana seluruh anggotanya memiliki hak dan kebebasan yang sama. Serentak juga ia sadar bahwa semua manusia sama. Dalam kebersamaan tersebut, mereka mempercayakan kekuasaan kepada penguasa dengan syarat bahwa hak-hak kodrati itu dihormati oleh penguasa-penguasa tersebut dengan tujuan untuk mencapai kebahagiaan hidup.



C.    Pemikiran John Lock Tentang Pendidikan
1.      Tujuan Pendidikan
Dalam pandangannya tentang filsafat ilmu pengetahuan, Locke mengemukakan tentang beberapa tujuan dari pendidikan, yakni pertama, pendidikan bertujuan untuk mencapai kesejahteraan dan kemakmuran setiap manusia (bangsa). Oleh sebab itu, sebagai bagian akhir dari pendidikan, pengetahuan hendaknya membantu menusia untuk memperoleh kebenaran, keutamaan dan kebijaksanaan hidup. Kedua, pendidikan juga bertujuan untuk mencapai kecerdasan setiap individu dalam menguasai ilmu pengetahuan sesuai dengan tingkatannya. Dalam konteks itu, Locke melihat pengetahuan sebagai usaha untuk memberantas kebodohan dalam hidup masyarakat. Setiap manusia diarahkan pada usaha untuk mengembangkan potensi-potensi yang ada dalam dirinya. Ketiga, pendidikan juga menyediakan karakter dasar dari kebutuhan manusia untuk menjadi pribadi yang dewasa dan bertanggungjawab. Dalam arti ini, pengetahuan dilihat oleh John Locke sebagai sarana untuk membentuk manusia menjadi pribadi yang bermoral. Seluruh tingkah laku diarahkan pada usaha untuk membentuk pribadi manusia yang baik, sesuai dengan karakter dasar sendiri sejak diciptakan. Keempat, pendidikan menjadi sarana dan usaha untuk memelihara dan membaharui sistem pemerintahan yang ada.
2.      Hakekat Pendidikan
Menurut Locke, seluruh pengetahuan pada hakekatnya berasal dari pengalaman. Apa yang kita ketahui melalui pengalaman itu bukanlah obyek atau benda yang hendak kita ketahui itu sendiri, melainkan hanya kesan-kesan pada pancaindra kita. Dalam bukunya An Essay Concerning Human Understanding, Locke berpendapat bahwa ide datang dari dua sumber pengalaman, yaitu pengalaman lahiria (sensation) dan pengalaman badaniah (reflektion). Kedua pengalaman ini saling menjalin. Locke melukiskan bahwa pikiran sebagai sesuatu lembaran kosong yang menerima segala sesuatu dari pengalaman. Materi-materi diperoleh secara pasif melalui pancaindra dan dengan aktivitas pikiran materi-materi itu disusun menjadi suatu jaringan pengetahuan yang disebutnya sebagai reflection. Materi-materi yang berada di luar kita menimbulkan di dalam diri kita gagasan-gagasan dari pengalaman lahiriah. Oleh Locke, gagasan-gagasan ini diberdakan atas gagasan-gagasan tunggal (simple ideas) dan gagasan-gagasan majemuk (complex ideas). Gagasan-gagasan tunggal muncul kepada kita melalui pengalaman, tanpa pengolahan secara logis sedangkan gagasan-gagasan majemuk timbul dari perpaduan gagasan-gagasan tunggal.


3.      Metode Pendidikan
Pada dasarnya Locke menolak metode pangajaran yang biasa disertai dengan hukuman. Baginya, tata krama dipelajari melalui teladan dan bahasa dipelajari melalui kecakapan. Dengan demikian metode yang ditawarkan Locke adalah pelajaran melalui praktek. Metode harus membawa para murid kepada praktek aktivitas-aktivitas kesopanan yang ideal sampai mereka menjadi terbiasa. Anak-anak pertama-tama belajar melalui aktivitas-aktivitas yang dilakukan, baru kemudian tiba pada pengertian atau pengetahuan atas apa yang ia lakukan.
4.      Kurikulum Pendidikan
John Locke menegaskan kurikulum harus diarahkan demi kecerdasan individual, kemampuan dan keistimewaan anak-anak dalam menguasai pengetahuan dan bukan pada pengetahuan yang biasa diajarkan dengan hukuman yang sewenang-wenang. Kurikulum bagi kaum miskin hendaknya difokuskan pada ibadat yang teratur demi memperbaiki kehidupan religius dan moral, pada kerajinan tangan dan ketrampilan pertanian, pada pendidikan kesenian, dengan suatu maksud bahwa para murid harus belajar membaca, menulis dan mengerjakan ilmu pasti. Menurut Locke perkembangan kepribadian yang baik terdiri dari tiga bagian: kebajikan, kebijaksanaan dan pendidikan. Pendidikan ini mencakup membaca, menulis dan ilmu menghitung, bahasa dan kesusastraan, pengetahuan alam, pengetahuan sosial dan kesenian. Ia juga menekankan studi geografi, aritmatika, astronomi, geometri, sejarah, etika, dan hukum sipil.
     





















2.     JOHN DEWEY

A.    Biografi John DeweY
John Dewey adalah seorang filsuf dari Amerika Serikat, yang termasuk Mazhab Pragmatisme. Selain sebagai filsuf, Dewey juga dikenal sebagai kritikus sosial dan pemikir dalam bidang pendidikan.
Dewey dilahirkan di Burlington pada tahun 1859. Setelah menyelesaikan studinya di Baltimore, ia menjadi guru besar dalam bidang filsafat dan kemudian dalam bidang pendidikan pada beberapa universitas. Sepanjang kariernya, Dewey menghasilkan 40 buku dan lebih dari 700-an artikel. Dewey meninggal dunia pada tahun 1952.
Menurut Dewey, tugas filsafat adalah memberikan pengarahan bagi perbuatan nyata dalam kehidupan. Oleh karena itu, filsafat tidak boleh tenggelam dalam pemikiran-pemikiran metafisik belaka. Filsafat harus berpijak pada pengalaman, dan menyelidiki serta mengolah pengalaman tersebut secara kritis. Dengan demikian, filsafat dapat menyusun suatu sistem nilai atau norma.

B.     Pokok  Pikiran Filosofis John Dewey
Pandangan Dewey tentang manusia bertolak dari konsepnya tentang situasi kehidupan manusia itu sendiri. Manusia adalah makhluk sosial, sehingga segala perbuatannya, entah baik atau buruk akan diberi penilaian oleh masyarakat. Akan tetapi di lain pihak, manusia menurutnya adalah yang menciptakan nilai bagi dirinya sendiri secara alamiah. Masyarakat di sekitar manusia dengan segala lembaganya, harus diorganisir dan dibentuk sedemikian rupa sehingga dapat memberikan perkembangan semaksimal mungkin. Itu berarti, seorang pribadi yang hendak berkembang selain berkembang atas kemungkinan alamiahnya, perkembangan juga turut didukung oleh masyarakat yang ada disekitarnya.
Dewey juga berpandangan bahwa setiap pribadi manusia memiliki struktur-struktur kodrati tertentu. Misalnya insting dasar yang dibawa oleh setiap manusia. Insting-insting dasar itu tidak bersifat statis atau sudah memiliki bentuk baku, melainkan sebagai fleksibel. Fleksibelitasnya tampak ketika insting bereaksi terhadap kesekitaran. Pokok pandangan Dewey di sini sebenarnya ialah bahwa secara kodrati struktur psikologi manusia atau kodrat manusia mengandung kemampuan-kemampuan tertentu. Kemampuan-kemampuan itu diaktualisasikan sesuai dengan kondisi sosial kesekitaran manusia. Bila seseorang berlaku yang sama bersikap terhadap kondisi kesekitaran, itu disebabkan karena “kebiasaan”, cara orang terhadap stimulus-stimulus tertentu. Kebiasaan ini dapat berubah sesuai dengan tuntutan kesekitarannya.
C.    Pandangan John Dewey Tentang Pendidikan
1.       Hakekat Pendidikan
Dewey menjadi sangat terkenal karena pandangan-pandangannya tentang filfsafat pendidikan. Pandangan-pandangan yang dikemukakan banyak mempengaruhi perkembangan pendidikan modern di Amerika. Ketika ia pertama kali memulai eksperimennya di Universitas Chicago, ia mulai mengkritik tentang sistem pendidikan tradisional yang bersifat determinasi. Sekarang ini, pandangannya tidak berlaku di Amerika tetapi juga di banyak negara lain di seluruh dunia.
Bagi Dewey, kehidupan  masyarakat yang berdemokratis adalah dapat terwujud bila dalam dunia pendidikan hal itu sudah terlatih menjadi suatu kebiasaan yang baik. Ia mengatakan bahwa ide pokok demokratis adalah pandangan hidup yang dicerminkan dengan perluanya pastisipasi dari setiap warga yang sudah dewasa dalam membentuk nilai-nilai yang mengatur hidup bersama. Ia menekankan bahwa demokrasi merupakan suatu keyakinan, suatu prinsip utama yang harus dijabarkan dan dilaksanakan secara sistematis dalam bentuk aturan sosial politik.
Sehubungan dengan hal tersebut maka Dewey menekankan pentingnya kebebasan akademik dalam lingkungan pendidikan. Ia dengan secara tidak langsung menyatakan bahwa kebebasan akademik diperlukan guna mengembangkan prinsip demokrasi di sekolah yang bertumpuh pada interaksi dan kerja sama, berdasarkan pada sikap saling menghormati dan memperhatikan satu sama lain; berpikir kreatif menemukan solusi atas problem yang dihadapi bersama, dan bekerja sama untuk merencanakan dan melaksanakan solusi. Secara implisit hal ini berarti sekolah demokratis harus mendorong dan memberikan kesempatan kepada semua siswa untuk aktif berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, merancang kegiatan dan melaksanakan rencana tersebut.
2.      Fungsi dan Tujuan Pendidikan.
Dewey sangat menganggap penting pendidikan dalam rangka mengubah dan membaharui suatu masyarakat. Ia begitu percaya bahwa pendidikan dapat berfungsi sebagai sarana untuk peningkatan keberanian dan pembentukan kemampuan inteligensi. Dengan itu, dapat pula diusahakan kesadaran akan pentingnya penghormatan pada hak dan kewajiban yang paling fundamental dari setiap orang. Baginya ilmu mendidik tidak dapat dipisahkan dari filsafat. Maksud dan tujuan sekolah adalah untuk membangkitkan sikap hidup yang demokratis dan untuk mengembangkannya. Pendidikan merupakan kekuatan yang dapat diandalkan untuk menghancurkan kebiasaan yang lama dan membangun kembali yang baru.
3.      Kurikulum Inti
Bagi Dewey, lebih penting melatih pikiran manusia untuk memecahkan masalah yang dihadapi, dari pada mengisinya secara sarat dengan formulai-formulasi secara sarat teoritis yang tertib. Pendidikan  harus pula mengenal hubungan yang erat antara tindakan dan pemikiran, antara eksperimen dan refleksi. Pendidikan yang merupakan kontiunitas dari refleksi atas pengalaman juga akan mengembangkan moralitas dari anak-anak didik. Dengan demikian belajar dalam arti mencari pengetahuan, merupakan suatu proses yang berkesinambungan. Dalam proses ini, ada perjuangan yang terus menerus untuk membentuk teori dalam konteks eksperimen dan pemikiran. Ia juga mengkritik sistem kurikulum yang hanya “ditentukan dari atas” tanpa memperhatikan masukan-masukan dari bawah.
4.      Metode Pendidikan
Untuk memahami pemikiran John Dewey, kita harus berusaha untuk memahami titik-titik lemah yang ada dalam dunia pendidikan itu sendiri. Ia secara realistis mengkritik praktek pendidikan yang hanya menekankan pentingnya peranan guru dan mengesampingkan peranan para siswa dalam sistem pendidikan. Penyiksaan fisik dan indoktrinasi dalam bentuk penerapan doktrin-doktrin menghilangkan kebebasan dalam pelaksanaan pendidikan.
Dewey mengadakan penelitiannya mengenai pendidikan di sekolah-sekolah dan mencoba menerapkan teori pendidikannya dalam praktek di sekolah-sekolah. Hasilnya, ia meninggalkan pola dan proses pendidikan tradisional yang mengandalkan kemampuan mendengar dan menghafal. Sebagai gantinya, ia menekankan pentingnya kreativitas dan keterlibatan siswa dalam diskusi dan pemecahan masalah.










3.     KI HAJAR DEWANTARA

A.    Biografi Ki Hajar Dewantara
Ki Hadjar Dewantara (Yogyakarta, 2 Mei 188926 April 1959) adalah seorang pelopor pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia pada zaman penjajahan Belanda. Lahir dengan nama Raden Mas Suwardi Suryaningrat, beliau mendirikan perguruan Taman Siswa yang memberikan kesempatan bagi para pribumi untuk bisa memperoleh pendidikan seperti halnya para priyayi maupun orang-orang Belanda.
Beliau wafat pada 26 April 1959 dan dimakamkan di Wijayabrata, Yogyakarta. Tanggal lahirnya, 2 Mei, kemudian dijadikan Hari Pendidikan Nasional di Indonesia. Beliau dikenal sebagai Bapak Pendidikan Indonesia dan wajahnya bisa dilihat pada uang kertas pecahan Rp20.000. Nama beliau diabadikan sebagai salah sebuah nama kapal perang Indonesia, KRI Ki Hajar Dewantara. Selain itu, sampai saat ini perguruan Taman Siswa yang beliau dirikan masih ada dan telah memiliki sekolah dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi.
Semboyan dalam pendidikan yang beliau pakai adalah: tut wuri handayani. Semboyan ini berasal dari ungkapan aslinya Ing Ngarsa Sung Tulada, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani. Hanya ungkapan tut wuri handayani saja yang banyak dikenal dalam masyarakat umum. Arti dari semboyan ini secara lengkap adalah: tut wuri handayani (dari belakang seorang guru harus bisa memberikan dorongan dan arahan), ing madya mangun karsa (di tengah atau di antara murid, guru harus menciptakan prakarsa dan ide), dan ing ngarsa sung tulada (di depan, seorang pendidik harus memberi teladan atau contoh tindakan baik). Semboyan ini masih tetap dipakai dalam dunia pendidikan kita, terutama di sekolah-sekolah Taman Siswa.

B.     Pokok Pikiran Filosofi Ki Hajar Dewantara
Konsep Ki Hajar Dewantara termasuk aliran filsafat pendidikan yang menganut definisi pendidikan, apabila dilihat dari sudut aliran filsafat pendidikan evolusionistis yang lebih menekankan tangga-tangga psikologis perkembangan manusia. Suatu konsep pendidikan yang lebih mengarahkan orientasinya pada aspek-aspek kehidupan modern yang kompleks dan rumit kaitannya, yang lebih individualisis sehinga menuntut kemampuan individual masing-masing pribadi dalam mengadakan penyesuaian kehidupan psikologsnya. Konsep tentang anthropologi filsafat kalau tidak dirumuskan dalam definisi pendidikan dapat dicari pada rumusan tentang tujuan pendidikannya. Sebagai contoh dalam sejarah pemikiran filsafat pendidikan Indonesia, kita dikenalkan dengan salah satu rumusan tujuan pendidikan sebagai berikut Membentuk manusia susila yang cakap dan warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab atas kesejahteraan Negara dan tanah air.
Dalam rumusan ini hakekat manusia sebagai suatu aspek yang bernilai martabat yang sama, sehinga yang satu tidak boleh mencaplok atau menghisap yang lain, artinya manusia dihisap warga negara sehingga mengarah ke terhisapnya kepentingan individu demi kepentingan dan kejayaan Negara, dan sebaliknya hilangnya aspek warganegara dan mengarah ke individualisme yang otomistis. Suatu ilustrasi tujuaan pendidikan yang mengarah ke penghisapan individualitas manusia ke dalam konsep warganegara adalah definisi pendidikan di bawah ini Pendidikan adalah kegiatan atau proses dengan mana individual dibina agar loyal setia tanpa sarat dan penyesuaian membuka pada kelompok atau individu.

C.    Pemikiran Ki Hajar Dewantara
1.      Tujuan pendidikan
Menurut Ki Hajar Dewantara tujuan pendidikan adalah “penguasaan diri” sebab di sinilah pendidikan memanusiawikan manusia atau menjadikan manusia/peserta didik kian beradab dan memiliki keadaban (humanisasi). Penguasaan diri merupakan langkah yang harus dituju untuk tercapainya pendidikan yang mamanusiawikan manusia. Ketika setiap peserta didik mampu menguasai dirinya, mereka akan mampu juga menentukan sikapnya. Dengan demikian akan tumbuh sikap yang mandiri dan dewasa.
Selain itu pendidikan juga merupakan sarana untuk memperbaharui diri. Tanpa pendidikan, kita akan terperangkap hidup pada masa lalu. Itu sebabnya pakar kepemimpinan Manfred Kets De Vries mencatat, salah satu penghalang bagi manusia untuk memperbaharui diri adalah karena selalu merupakan produksi masa lalu. Jika hingga saat ini pendidikan hanya dimengerti sebagai pengajaran sebagaimana telah terjadi selama ini, maka kita juga tidak akan pernah berubah. Akibatnya kita akan selalu menjadi produk masa lalu yang tidak beruntung.
2.      Hakekat pendidikan
Ki Hadjar Dewantara membedakan antara  sistem “Pengajaran” dan “Pendidikan”.  Menurutnya pengajaran bersifat memerdekakan manusia dari aspek hidup lahiriah (kemiskinan dan kebodohan). Sedangkan pendidikan lebih memerdekakan manusia dari aspek hidup batin (otonomi berpikir dan mengambil keputusan, martabat, mentalitas demokratik). Manusia merdeka itu adalah manusia yang hidupnya secara lahir dan batin tidak tergantung kepada orang lain, akan tetapi ia mampu bersandar dan berdiri di atas kakinya sendiri. Artinya  sistem pendidikan itu mampu menjadikan setiap individu hidup mandiri dan berani berpikir sendiri  atau memakai istilah Kant, sapere aude. Dalam arti luas maksud pendidikan dan pengajaran adalah bagaimana memerdekakan manusia sebagai anggota dari sebuah persatuan (rakyat). Kemerdekaan yang dimaksud adalah kemerdekaan yang bersifat dewasa dan menjunjung tinggi nilai-nilai hidup bersama. Oleh karena itu, setiap orang merdeka harus memperhatikan dan menyesuaikan diri dengan lingkungan di mana ia hidup. Dalam hal ini harus menyadari bahwa setiap individu juga memiliki hak yang sama seperti dirinya yang juga berhak menuntut kemerdekaanya.
Dapat disimpulkan bahwa menurut KHD pendidikan yang sesungguhnya adalah menyangkut jiwa dan raga setiap individu untuk semakin dewasa dan mandiri. Pendidikan di sini termasuk lahir dan batin. Serta pendidikan harus melibatkan pertimbangan kemanusiaan dan selaras dengan nilai-nilai hakiki yang ada dalam diri setiap peserta didik.
3.      Metode Pendidikan
Dalam pemikiran kihajar dewantara, metode yang yang sesuai dengan sistem pendidikan ini adalah sistem among yaitu metode pengajaran dan pendidikan yang berdasarkan pada asih, asah dan asuh. Metode ini secara teknik pengajaran meliputi ‘kepala, hati dan panca indera’ (educate the head, the heart, and the hand).
Among mempunyai pengertian menjaga, membina dan mendidik anak dengan kasih sayang. Pelaksana “among” (momong) disebut Pamong, yang mempunyai kepandaian dan pengalaman lebih dari yang diamong. Guru atau dosen di Tamansiswa disebut pamong yang bertugas mendidik dan mengajar anak sepanjang waktu. Tujuan sistem among membangun anak didik menjadi manusia beriman dan bertakwa, merdeka lahir batin, budi pekerti luhur, cerdas dan berketrampilan, serta sehat jasmani rohani agar menjadi anggota masyarakat yang mandiri dan bertanggung jawab atas kesejahteraan tanah air serta manusia pada umumnya.
Sistem among mengharamkan hukuman disiplin dengan paksaan/kekerasan karena itu akan menghilangkan jiwa merdeka anak. Sistem Among dilaksanakan secara “tut wuri handayani” dimana kita dapat “menemukenali” anak, bila perlu perilaku anak boleh dikoreksi (handayani) namun tetap dilaksanakan dengan kasih sayang. Pendidikan yang beralaskan paksaan-hukuman-ketertiban kita anggap memperkosa hidup kebatinan sang anak. Yang kita pakai sebagai alat pendidikan yaitu pemeliharaan dengan sebesar perhatian untuk mendapat tumbuhnya hidup anak, lahir dan batin menurut kodratnya sendiri. Itulah yang kita namakan Among Methode.”

4.      Kurikulum Pendidikan
Mengenai kurikulum Ki Hajar belum memberikan definisi kurikulum secara konkrit. Namun secara substansial sudah tersirat, sebagaimana yang dikutip Prof. Dr. Abuddin Nata, M.A dari buku Ki Hajar Dewantara yang berjudul Bagian Pertama Pendidikan, menyatakan pembagian pelajaran kepada dua bagian pertama, pelajaran yang selain memberikan pengetahuan (kepandaian) yang berpengaruh pada kemajuan batin. Dalam artian mematangkan pikiran, rasa, dan kemauan. Yang kedua, adalah pelajaran yang yang memberi bekal pada anak-anak untuk hidupnya kelak dalam dunia pergaulan umum; yaitu pelajaran yang meliputi lapangan kultural dan kemasyarakatan.
Hal yang lainnya adalah bahwa Ki Hajar Dewantara amat mementingkan pendidkan kanak-kanak, (sebagaiman yang di cantumkan dalam asas taman siswa pasal 6) kesenian, kekeluargaan, keIndonesiaan, kejiwaan, kesopanan, dan bahasa, baik bahasa Indonesia maupun bahasa asing.
Dapat disimpulkan bahwa pandangan Ki Hajar Dewantara mengenai Kurikulum pendidikan lebih banyak mengarah kepada pembentukan kemampuan anak didik agar mandiri, merdeka namun dapat mencerna pendidikan barat yang lebih bersifat intelektualitas dan materalisme.












KESIMPULAN
Dari kedua pemaparan pemikiran tokoh pendidikan di atas terlihat perbedaan pendangan mengenai hakekat manusia atau peserta didik sebagai objek pendidikan, diman John Locke berpendapat bahwa manusia lahir bagaikan kertas kosong tidak ada bawaan sejak lahir baik yang diwariskan oleh orang tua maupun sesuatu yang dikaruniakan oleh Allah, pemikiran John Locke ini ebih dikenal dengan istilah “Tabularasa”. Sedangkan menurtu John Dewey dan Ki Hajar Dewantara Setiap anak dilahirkan pada hakikatnya sudah mempunyai potensi masing-masing, atau kodrat alam.
Walaupun demikian pemikiran keduanya juga memiliki titik persamaan antara lain sebagai berikut:
1.      Dari segi tujuan pendidikan, baik John Locke, John Dewey maupun Ki hajar Dewantara, keduanya berpendapat bahwa tujuan pendidikan tidak lain adalah untuk memanusiakan manusia yang dengannya akan menumbuhkan sikap kedewasaan dan kemandirian
2.      Dari segi hakekat pendidikan dapat ditarik benang merah bahwa pendidikan itu didapatkan melalui pengalaman dari proses pengajaran dan pendidikan, hingga dapat membentuk pribadi yg tidak ketergantungan, namun mampu berdiri diatas kedua kakinya sendiri.
3.      Dari segi  metode pendidikan, mereka menolak sistem hukuman dalam pendidikan, John Locke menawarkan penerapan metode praktek sedangkan Ki Hajar Dewantara dan John Dewey menerapkan metode Among, dimna guru hanya sebagai fasilitator saja.
4.      Dari segi kurikulum Pendidikan, mereka berpendapat bahwa kurikulum seharusnya didasarkan pada keadaan atau kemampuan anak, dimana sistem kurikulum yang hanya “ditentukan dari atas” tanpa memperhatikan masukan-masukan dari bawah.









DAFTAR PUSTAKA

Bagus Takwin, Konstruktivisme dalam Pemikiran. Tersedia [On Line]. http://tamansiswa.org/magazine/pusara/konstruktivisme-dalam-pemikiran.html.) 01 Oktober 2012

Ki Priyo Dwiarso, Sistem Among Mendidik Sikap Merdeka Lahir Batin.Tersedia [OnLine] http://tamansiswa.org/magazine/pijar/sistem-among-mendidik-sikap-merdeka-lahir-batin.html. di akses 01 oktober 2012.
Koko Istya Temorubun, ss. Filsafat Penddikan Menurut John Locke dan John Dewey. (on line). http://leonardoansis.wordpress.com. Diakses 01 Oktober 2012
Majelis Luhur Tamansiswa. 2007 Ki Hajar Dewantara. Tersdia [On Line] (http://id.wikipedia.org/wiki/Ki_Hajar_Dewantara) 01 Oktober 2012
Theo Riyanto, Pemikiran Ki Hajar Dewantara. Tersedia [On Line]: http://www.bruderfic.or.id/h-59/pemikiran-ki-hajar-dewantara-tentang-pendidikan.html: 01 Oktober 2012.
Website Resmi Tamansiswa : http://www.tamansiswa.org (Majelis Luhur Perguruan Tamansiswa Yogyakarta).