Tugas Individu
Dosen Pengampu : Dr. Asri Wijiastuti, M.Pd
Dosen Pengampu : Dr. Asri Wijiastuti, M.Pd
PEMIKIRAN PARA AHLI TENTANG PENDIDIKAN
(Pemikiran John Locke, John Dewey, dan Ki Hajar Dewantara)
pu
Oleh:
M I R N A
W A T I
1 2 7 9 1 5 0 0 7
UNIVERSITAS
NEGERI SURABAYA
PROGRAM
PASCA SARJANA
JURUSAN
PENDIDIKAN LUAR BIASA
2012
1. JOHN
LOCKE
A. Biorgafi
John Locke
John Locke merupakan salah satu dari begitu banyak
tokoh yang sudah memberikan pemikirannya tentang perkembangan pendidikan di
dunia. John Locke memiliki latar belakang dalam pendidikan dan perkembangan
individunya.
John Locke lahir pada
tahun 1632 di Wrington Inggris,Dibesarkan oleh ayah yang seorang pengacara yang
bekerja sebagai juru tulis hakim di Somersetshire dan menjadi kapten angkatan
angkatan bersenjata di Long Parliament selama pemerintahan Raja Charles I. Pada
Tahun 1646, pada waktu John Locke berusia 14 tahun dia diterima di
Westminster School, dimana selama 6 tahun ia mencurahkan perhatiannnya pada
pelajaran bahasa latin dan Yunani, disamping pelajaran-pelajaran lainnya yang
diberikan disekolah-sekolah menengah.
Pada tahun 1652 ia
diterima di Christ Church College, Universitas Oxford, disini ia mempelajari
retorika bahasa, filasafat moral, ilmu ukur, fisika, bahasa Latin, Arab, dan Yunani.
Ia mendapatkan gelas sarjana mudanya pada tahun 1656 dan sarjana penuh pada
tahun 1658. Pada Tahun 1660 ia memperoleh beasiswa sebagai mahasiswa senior,
selain itu diberikan hak istimewauntuk tetap di universitas tersebut untuk
selama-lamanya. Dengan beasiswa tersebut, ia bekerja sebagai pembimbing untuk
mata pelajaran retorika, bahasa Yunani dan filasafat.
Pada Tahun 1665 ia
menjadi sekretaris misi diplomatic kerajaan Inggris di Brandenburg, dan pada
tahun 1666 kembali lagi ke Ingggris dan mempelajari ilmu kedokteran. Kemudian,
sejak Locke menyembuhkan salah satu duta inggris, ia mulai bekerja untuk
pemerintahan. Dana sejak saat itu perkembangan pandangan-pandangannya terhadap
berbagai masalah mulai terangkat dan terpublikasikan.
B. Pokok Pikiran
Filosofi John Locke
Pemikiran
filosofis John Lucke menampilkan perhatiannya yang begitu besar bagi kondisi
natural alam dan manusia. Maksudnya John Lucke menampilkan sistem pemikiran
filosofis yang berbasis pada kondisi natural. Pemikiran Lucke tentang alam dan
manusia ditempatkannya dalam konteks pengalaman sebagai dasar dari perkembangan
hidup manusia.
Locke
mengaskan bahwa tak ada realitas lain yang lebih tinggi dari pada dunia
empiris. Dunia itu berisi kualitas-kualitas primer yang menjadi dasar dan
pembentuk manusia. Tanpa sustratum material yang ada dalam alam, manusia
tak dapat membayangkan adanya kualitas-kualitas sekunder yang ditangkap oleh
pancaindra dan yang direfleksikan oleh akal budi. Tak ada realitas lain yang
lebih tinggi dari pada dunia indrawi. Hal ini berarti, alam menjadi sumber
pengalaman dan pengetahuan manusia. Semua pengetahuan manusia dapat tergantung
pada penglihatan aktualnya dan pengalaman indrawinya dengan obyek-obyek
material. Dalam kontak tersebut, pancaindra menangkap obyek-obyek itu, dan
dengan bantuan akal budinya, obyek-obyek itu dianalisa dan direfleksikan. Oleh
sebab itu, bagi John Locke sendiri, menolak adanya faktifisasi obyek meterial,
identik dengan menyangkan eksistensi pengetahuan.
Pandangan
Locke tentang manusia berangkat dari penolakannya terhadap teori innatisme
yang
mengakui adanya ide-ide bawaan dari diri manusia. Ia berpendapat bahwa manusia
tidak dapat menghasilkan pengetahuannya dari dirinya sendiri. Ketika lahir,
manusia bagaikan kertas putih yang baru dan belum terisi. Dalam dirinya tidak
ada ide yang diwariskan oleh Allah, tak ada ide tentang kebenaran moral dan
kebaikan, bahkan kecenderungan atau kebiasaan-kebiasaan bawaan. Akal budi masih
kosong. Namun dalam situasi yang kosong itu, manusia sadar bahwa ia tidak bisa
menghasilkan sesuatu yang berguna bagi eksistensinya. Dalam usaha untuk
mewujudkan eksistensinya tersebut, manusia mulai membangun kontak dengan
lingkungan sekitarnya dan membentuk dalam dirinya pengalaman-pengalaman akan
setiap obyek yang dihadapinya. Konsekuensinya, akal budi manusia mulai terisi
dan ia menjadi person yang rasional.
Penolakan
Locke atas ide bawaan mendukung usaha individu dalam kebutuhannya untuk
mendapatkan pengetahuan dari pengalaman. Menurutnya, seorang dapat menjadi
budak atau bebas ditentukan oleh hak-hak kodrati seperti hak hidup, kebebasan
dan hak milik. Dengan demikian, Locke menampilkan karakter dasar manusia
sebagai makhluk rasional dan moral. Menurut Locke, secara kodrati manusia itu
baik dan tanpa cela. Dalam kondisi alamiahnya itu, ia menjadi person yang bebas
untuk menentukan dirinya dan menggunakan hak miliknya tanpa tergantung pada
kehendak orang lain. Namun dalam kebebasannya tersebut, manusia harus tinggal
dan membentuk satu masyarakat politis, di mana seluruh anggotanya
memiliki hak dan kebebasan yang sama. Serentak juga ia sadar bahwa semua
manusia sama. Dalam kebersamaan tersebut, mereka mempercayakan kekuasaan kepada
penguasa dengan syarat bahwa hak-hak kodrati itu dihormati oleh
penguasa-penguasa tersebut dengan tujuan untuk mencapai kebahagiaan hidup.
C. Pemikiran
John Lock Tentang Pendidikan
1.
Tujuan
Pendidikan
Dalam pandangannya tentang filsafat ilmu pengetahuan,
Locke mengemukakan tentang beberapa tujuan dari pendidikan, yakni pertama,
pendidikan bertujuan untuk mencapai kesejahteraan dan kemakmuran setiap manusia
(bangsa). Oleh sebab itu, sebagai bagian akhir dari pendidikan, pengetahuan
hendaknya membantu menusia untuk memperoleh kebenaran, keutamaan dan
kebijaksanaan hidup. Kedua, pendidikan juga bertujuan untuk mencapai
kecerdasan setiap individu dalam menguasai ilmu pengetahuan sesuai dengan
tingkatannya. Dalam konteks itu, Locke melihat pengetahuan sebagai usaha untuk
memberantas kebodohan dalam hidup masyarakat. Setiap manusia diarahkan pada
usaha untuk mengembangkan potensi-potensi yang ada dalam dirinya. Ketiga,
pendidikan juga menyediakan karakter dasar dari kebutuhan manusia untuk menjadi
pribadi yang dewasa dan bertanggungjawab. Dalam arti ini, pengetahuan dilihat
oleh John Locke sebagai sarana untuk membentuk manusia menjadi pribadi yang
bermoral. Seluruh tingkah laku diarahkan pada usaha untuk membentuk pribadi
manusia yang baik, sesuai dengan karakter dasar sendiri sejak diciptakan. Keempat,
pendidikan menjadi sarana dan usaha untuk memelihara dan membaharui sistem
pemerintahan yang ada.
2.
Hakekat
Pendidikan
Menurut Locke, seluruh pengetahuan pada hakekatnya
berasal dari pengalaman. Apa yang kita ketahui melalui pengalaman itu bukanlah
obyek atau benda yang hendak kita ketahui itu sendiri, melainkan hanya
kesan-kesan pada pancaindra kita. Dalam bukunya An Essay Concerning Human
Understanding, Locke berpendapat bahwa ide datang dari dua sumber
pengalaman, yaitu pengalaman lahiria (sensation) dan pengalaman badaniah
(reflektion). Kedua pengalaman ini saling menjalin. Locke melukiskan
bahwa pikiran sebagai sesuatu lembaran kosong yang menerima segala sesuatu dari
pengalaman. Materi-materi diperoleh secara pasif melalui pancaindra dan dengan
aktivitas pikiran materi-materi itu disusun menjadi suatu jaringan pengetahuan
yang disebutnya sebagai reflection. Materi-materi yang berada di luar
kita menimbulkan di dalam diri kita gagasan-gagasan dari pengalaman lahiriah.
Oleh Locke, gagasan-gagasan ini diberdakan atas gagasan-gagasan tunggal (simple
ideas) dan gagasan-gagasan majemuk (complex ideas). Gagasan-gagasan
tunggal muncul kepada kita melalui pengalaman, tanpa pengolahan secara logis
sedangkan gagasan-gagasan majemuk timbul dari perpaduan gagasan-gagasan
tunggal.
3.
Metode
Pendidikan
Pada dasarnya Locke menolak metode pangajaran yang
biasa disertai dengan hukuman. Baginya, tata krama dipelajari melalui teladan
dan bahasa dipelajari melalui kecakapan. Dengan demikian metode yang ditawarkan
Locke adalah pelajaran melalui praktek. Metode harus membawa para murid kepada
praktek aktivitas-aktivitas kesopanan yang ideal sampai mereka menjadi
terbiasa. Anak-anak pertama-tama belajar melalui aktivitas-aktivitas yang
dilakukan, baru kemudian tiba pada pengertian atau pengetahuan atas apa yang ia
lakukan.
4.
Kurikulum Pendidikan
John Locke menegaskan kurikulum harus diarahkan demi
kecerdasan individual, kemampuan dan keistimewaan anak-anak dalam menguasai
pengetahuan dan bukan pada pengetahuan yang biasa diajarkan dengan hukuman yang
sewenang-wenang. Kurikulum bagi kaum miskin hendaknya difokuskan pada ibadat
yang teratur demi memperbaiki kehidupan religius dan moral, pada kerajinan
tangan dan ketrampilan pertanian, pada pendidikan kesenian, dengan suatu maksud
bahwa para murid harus belajar membaca, menulis dan mengerjakan ilmu pasti. Menurut
Locke perkembangan kepribadian yang baik terdiri dari tiga bagian: kebajikan,
kebijaksanaan dan pendidikan. Pendidikan ini mencakup membaca, menulis dan ilmu
menghitung, bahasa dan kesusastraan, pengetahuan alam, pengetahuan sosial dan
kesenian. Ia juga menekankan studi geografi, aritmatika, astronomi, geometri,
sejarah, etika, dan hukum sipil.
2.
JOHN DEWEY
A.
Biografi John DeweY
John Dewey adalah
seorang filsuf dari Amerika
Serikat, yang termasuk Mazhab Pragmatisme. Selain sebagai filsuf, Dewey juga dikenal sebagai kritikus sosial dan
pemikir dalam bidang pendidikan.
Dewey dilahirkan di
Burlington pada
tahun 1859. Setelah menyelesaikan studinya di Baltimore, ia menjadi guru besar dalam bidang filsafat dan kemudian dalam bidang pendidikan pada beberapa universitas. Sepanjang kariernya, Dewey menghasilkan 40 buku dan
lebih dari 700-an artikel. Dewey meninggal dunia pada tahun 1952.
Menurut Dewey,
tugas filsafat adalah memberikan pengarahan bagi perbuatan nyata dalam
kehidupan. Oleh karena itu, filsafat tidak boleh tenggelam dalam
pemikiran-pemikiran metafisik belaka. Filsafat harus berpijak pada
pengalaman, dan menyelidiki serta mengolah pengalaman tersebut secara kritis.
Dengan demikian, filsafat dapat menyusun suatu sistem nilai atau norma.
B.
Pokok Pikiran Filosofis
John Dewey
Pandangan
Dewey tentang manusia bertolak dari konsepnya tentang situasi kehidupan manusia
itu sendiri. Manusia adalah makhluk sosial, sehingga segala perbuatannya, entah
baik atau buruk akan diberi penilaian oleh masyarakat. Akan tetapi di lain
pihak, manusia menurutnya adalah yang menciptakan nilai bagi dirinya sendiri
secara alamiah. Masyarakat di sekitar manusia dengan segala lembaganya, harus
diorganisir dan dibentuk sedemikian rupa sehingga dapat memberikan perkembangan
semaksimal mungkin. Itu berarti, seorang pribadi yang hendak berkembang selain
berkembang atas kemungkinan alamiahnya, perkembangan juga turut didukung oleh
masyarakat yang ada disekitarnya.
Dewey juga
berpandangan bahwa setiap pribadi manusia memiliki struktur-struktur kodrati
tertentu. Misalnya insting dasar yang dibawa oleh setiap manusia.
Insting-insting dasar itu tidak bersifat statis atau sudah memiliki bentuk
baku, melainkan sebagai fleksibel. Fleksibelitasnya tampak ketika insting
bereaksi terhadap kesekitaran. Pokok pandangan Dewey di sini sebenarnya ialah
bahwa secara kodrati struktur psikologi manusia atau kodrat manusia mengandung
kemampuan-kemampuan tertentu. Kemampuan-kemampuan itu diaktualisasikan sesuai
dengan kondisi sosial kesekitaran manusia. Bila seseorang berlaku yang sama
bersikap terhadap kondisi kesekitaran, itu disebabkan karena “kebiasaan”, cara
orang terhadap stimulus-stimulus tertentu. Kebiasaan ini dapat berubah sesuai
dengan tuntutan kesekitarannya.
C. Pandangan
John Dewey Tentang Pendidikan
1.
Hakekat Pendidikan
Dewey menjadi sangat terkenal karena pandangan-pandangannya tentang
filfsafat pendidikan. Pandangan-pandangan yang dikemukakan banyak mempengaruhi
perkembangan pendidikan modern di Amerika. Ketika ia pertama kali memulai
eksperimennya di Universitas Chicago, ia mulai mengkritik tentang sistem
pendidikan tradisional yang bersifat determinasi. Sekarang ini, pandangannya
tidak berlaku di Amerika tetapi juga di banyak negara lain di seluruh dunia.
Bagi Dewey, kehidupan masyarakat yang berdemokratis adalah dapat
terwujud bila dalam dunia pendidikan hal itu sudah terlatih menjadi suatu
kebiasaan yang baik. Ia mengatakan bahwa ide pokok demokratis adalah pandangan
hidup yang dicerminkan dengan perluanya pastisipasi dari setiap warga yang
sudah dewasa dalam membentuk nilai-nilai yang mengatur hidup bersama. Ia
menekankan bahwa demokrasi merupakan suatu keyakinan, suatu prinsip utama yang
harus dijabarkan dan dilaksanakan secara sistematis dalam bentuk aturan sosial
politik.
Sehubungan dengan hal tersebut maka Dewey menekankan pentingnya kebebasan
akademik dalam lingkungan pendidikan. Ia dengan secara tidak langsung
menyatakan bahwa kebebasan akademik diperlukan guna mengembangkan prinsip
demokrasi di sekolah yang bertumpuh pada interaksi dan kerja sama, berdasarkan
pada sikap saling menghormati dan memperhatikan satu sama lain; berpikir
kreatif menemukan solusi atas problem yang dihadapi bersama, dan bekerja sama
untuk merencanakan dan melaksanakan solusi. Secara implisit hal ini berarti
sekolah demokratis harus mendorong dan memberikan kesempatan kepada semua siswa
untuk aktif berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, merancang kegiatan dan
melaksanakan rencana tersebut.
2.
Fungsi dan
Tujuan Pendidikan.
Dewey sangat menganggap penting pendidikan dalam rangka mengubah dan
membaharui suatu masyarakat. Ia begitu percaya bahwa pendidikan dapat berfungsi
sebagai sarana untuk peningkatan keberanian dan pembentukan kemampuan
inteligensi. Dengan itu, dapat pula diusahakan kesadaran akan pentingnya
penghormatan pada hak dan kewajiban yang paling fundamental dari setiap orang.
Baginya ilmu mendidik tidak dapat dipisahkan dari filsafat. Maksud dan tujuan
sekolah adalah untuk membangkitkan sikap hidup yang demokratis dan untuk
mengembangkannya. Pendidikan merupakan kekuatan yang dapat diandalkan untuk
menghancurkan kebiasaan yang lama dan membangun kembali yang baru.
3.
Kurikulum
Inti
Bagi Dewey, lebih penting melatih pikiran manusia untuk memecahkan masalah
yang dihadapi, dari pada mengisinya secara sarat dengan formulai-formulasi
secara sarat teoritis yang tertib. Pendidikan harus pula mengenal
hubungan yang erat antara tindakan dan pemikiran, antara eksperimen dan
refleksi. Pendidikan yang merupakan kontiunitas dari refleksi atas pengalaman
juga akan mengembangkan moralitas dari anak-anak didik. Dengan demikian belajar
dalam arti mencari pengetahuan, merupakan suatu proses yang berkesinambungan.
Dalam proses ini, ada perjuangan yang terus menerus untuk membentuk teori dalam
konteks eksperimen dan pemikiran. Ia juga mengkritik sistem kurikulum yang
hanya “ditentukan dari atas” tanpa memperhatikan masukan-masukan dari bawah.
4.
Metode
Pendidikan
Untuk memahami pemikiran John Dewey, kita harus berusaha untuk memahami titik-titik
lemah yang ada dalam dunia pendidikan itu sendiri. Ia secara realistis
mengkritik praktek pendidikan yang hanya menekankan pentingnya peranan guru dan
mengesampingkan peranan para siswa dalam sistem pendidikan. Penyiksaan fisik
dan indoktrinasi dalam bentuk penerapan doktrin-doktrin menghilangkan kebebasan
dalam pelaksanaan pendidikan.
Dewey mengadakan penelitiannya mengenai pendidikan di sekolah-sekolah dan
mencoba menerapkan teori pendidikannya dalam praktek di sekolah-sekolah.
Hasilnya, ia meninggalkan pola dan proses pendidikan tradisional yang
mengandalkan kemampuan mendengar dan menghafal. Sebagai gantinya, ia menekankan
pentingnya kreativitas dan keterlibatan siswa dalam diskusi dan pemecahan
masalah.
3. KI HAJAR
DEWANTARA
A. Biografi Ki Hajar Dewantara
Ki Hadjar
Dewantara (Yogyakarta, 2
Mei 1889–26 April 1959) adalah seorang pelopor pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia pada zaman penjajahan
Belanda. Lahir dengan nama Raden Mas Suwardi Suryaningrat, beliau mendirikan
perguruan Taman Siswa yang memberikan
kesempatan bagi para pribumi untuk bisa memperoleh pendidikan seperti halnya
para priyayi maupun orang-orang Belanda.
Beliau wafat pada 26 April 1959 dan dimakamkan di Wijayabrata, Yogyakarta. Tanggal lahirnya, 2 Mei, kemudian dijadikan Hari Pendidikan Nasional di
Indonesia. Beliau dikenal sebagai Bapak Pendidikan Indonesia dan wajahnya bisa
dilihat pada uang kertas pecahan Rp20.000. Nama beliau diabadikan sebagai salah
sebuah nama kapal perang Indonesia, KRI Ki Hajar Dewantara.
Selain itu, sampai saat ini perguruan Taman Siswa yang beliau dirikan masih ada
dan telah memiliki sekolah dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi.
Semboyan dalam pendidikan yang beliau pakai adalah:
tut wuri handayani. Semboyan ini berasal dari ungkapan aslinya Ing Ngarsa
Sung Tulada, Ing Madya
Mangun Karsa, Tut Wuri
Handayani. Hanya
ungkapan tut wuri handayani saja yang banyak dikenal dalam masyarakat umum.
Arti dari semboyan ini secara lengkap adalah: tut wuri handayani (dari belakang
seorang guru harus bisa memberikan dorongan dan arahan), ing madya mangun karsa
(di tengah atau di antara murid, guru harus menciptakan prakarsa dan ide), dan
ing ngarsa sung tulada (di depan, seorang pendidik harus memberi teladan atau
contoh tindakan baik). Semboyan ini masih tetap dipakai dalam dunia pendidikan
kita, terutama di sekolah-sekolah Taman Siswa.
B. Pokok Pikiran Filosofi Ki Hajar Dewantara
Konsep
Ki Hajar Dewantara termasuk aliran filsafat pendidikan yang menganut definisi
pendidikan, apabila dilihat dari sudut aliran filsafat pendidikan
evolusionistis yang lebih menekankan tangga-tangga psikologis perkembangan
manusia. Suatu konsep pendidikan yang lebih mengarahkan orientasinya pada
aspek-aspek kehidupan modern yang kompleks dan rumit kaitannya, yang lebih
individualisis sehinga menuntut kemampuan individual masing-masing pribadi dalam
mengadakan penyesuaian kehidupan psikologsnya. Konsep tentang anthropologi
filsafat kalau tidak dirumuskan dalam definisi pendidikan dapat dicari pada
rumusan tentang tujuan pendidikannya. Sebagai contoh dalam sejarah pemikiran
filsafat pendidikan Indonesia, kita dikenalkan dengan salah satu rumusan tujuan
pendidikan sebagai berikut Membentuk manusia susila yang cakap dan warga Negara
yang demokratis serta bertanggung jawab atas kesejahteraan Negara dan tanah
air.
Dalam
rumusan ini hakekat manusia sebagai suatu aspek yang bernilai martabat yang
sama, sehinga yang satu tidak boleh mencaplok atau menghisap yang lain, artinya
manusia dihisap warga negara sehingga mengarah ke terhisapnya kepentingan
individu demi kepentingan dan kejayaan Negara, dan sebaliknya hilangnya aspek
warganegara dan mengarah ke individualisme yang otomistis. Suatu ilustrasi
tujuaan pendidikan yang mengarah ke penghisapan individualitas manusia ke dalam
konsep warganegara adalah definisi pendidikan di bawah ini Pendidikan adalah
kegiatan atau proses dengan mana individual dibina agar loyal setia tanpa sarat
dan penyesuaian membuka pada kelompok atau individu.
C.
Pemikiran Ki Hajar Dewantara
1.
Tujuan
pendidikan
Menurut Ki Hajar Dewantara tujuan
pendidikan adalah “penguasaan diri” sebab di sinilah pendidikan memanusiawikan
manusia atau menjadikan manusia/peserta didik kian beradab dan memiliki
keadaban (humanisasi). Penguasaan diri merupakan langkah yang harus dituju
untuk tercapainya pendidikan yang mamanusiawikan manusia. Ketika setiap peserta
didik mampu menguasai dirinya, mereka akan mampu juga menentukan sikapnya.
Dengan demikian akan tumbuh sikap yang mandiri dan dewasa.
Selain itu pendidikan juga merupakan
sarana untuk memperbaharui diri. Tanpa pendidikan, kita akan terperangkap hidup
pada masa lalu. Itu sebabnya pakar kepemimpinan Manfred Kets De Vries mencatat,
salah satu penghalang bagi manusia untuk memperbaharui diri adalah karena
selalu merupakan produksi masa lalu. Jika hingga saat ini pendidikan hanya
dimengerti sebagai pengajaran sebagaimana telah terjadi selama ini, maka kita
juga tidak akan pernah berubah. Akibatnya kita akan selalu menjadi produk masa
lalu yang tidak beruntung.
2. Hakekat
pendidikan
Ki
Hadjar Dewantara membedakan antara sistem “Pengajaran” dan
“Pendidikan”. Menurutnya pengajaran bersifat memerdekakan manusia dari
aspek hidup lahiriah (kemiskinan dan kebodohan). Sedangkan pendidikan lebih
memerdekakan manusia dari aspek hidup batin (otonomi berpikir dan mengambil
keputusan, martabat, mentalitas demokratik). Manusia merdeka itu adalah manusia
yang hidupnya secara lahir dan batin tidak tergantung kepada orang lain, akan
tetapi ia mampu bersandar dan berdiri di atas kakinya sendiri. Artinya
sistem pendidikan itu mampu menjadikan setiap individu hidup mandiri dan berani
berpikir sendiri atau memakai istilah Kant, sapere aude. Dalam
arti luas maksud pendidikan dan pengajaran adalah bagaimana memerdekakan
manusia sebagai anggota dari sebuah persatuan (rakyat). Kemerdekaan yang
dimaksud adalah kemerdekaan yang bersifat dewasa dan menjunjung tinggi
nilai-nilai hidup bersama. Oleh karena itu, setiap orang merdeka harus
memperhatikan dan menyesuaikan diri dengan lingkungan di mana ia hidup. Dalam
hal ini harus menyadari bahwa setiap individu juga memiliki hak yang sama
seperti dirinya yang juga berhak menuntut kemerdekaanya.
Dapat
disimpulkan bahwa menurut KHD pendidikan yang sesungguhnya adalah menyangkut
jiwa dan raga setiap individu untuk semakin dewasa dan mandiri. Pendidikan di
sini termasuk lahir dan batin. Serta pendidikan harus melibatkan pertimbangan
kemanusiaan dan selaras dengan nilai-nilai hakiki yang ada dalam diri setiap
peserta didik.
3. Metode
Pendidikan
Dalam
pemikiran kihajar dewantara, metode yang yang sesuai dengan sistem pendidikan
ini adalah sistem among yaitu metode pengajaran dan pendidikan yang berdasarkan
pada asih, asah dan asuh. Metode ini secara teknik pengajaran meliputi ‘kepala,
hati dan panca indera’ (educate the head, the heart, and the hand).
Among mempunyai
pengertian menjaga, membina dan mendidik anak dengan kasih sayang. Pelaksana
“among” (momong) disebut Pamong, yang mempunyai kepandaian dan pengalaman lebih
dari yang diamong. Guru atau dosen di Tamansiswa disebut pamong yang bertugas
mendidik dan mengajar anak sepanjang waktu. Tujuan sistem among membangun anak
didik menjadi manusia beriman dan bertakwa, merdeka lahir batin, budi pekerti
luhur, cerdas dan berketrampilan, serta sehat jasmani rohani agar menjadi
anggota masyarakat yang mandiri dan bertanggung jawab atas kesejahteraan tanah
air serta manusia pada umumnya.
Sistem among
mengharamkan hukuman disiplin dengan paksaan/kekerasan karena itu akan
menghilangkan jiwa merdeka anak. Sistem
Among dilaksanakan secara “tut wuri handayani” dimana kita dapat “menemukenali”
anak, bila perlu perilaku anak boleh dikoreksi (handayani) namun tetap
dilaksanakan dengan kasih sayang. Pendidikan yang beralaskan
paksaan-hukuman-ketertiban kita anggap memperkosa hidup kebatinan sang anak.
Yang kita pakai sebagai alat pendidikan yaitu pemeliharaan dengan sebesar
perhatian untuk mendapat tumbuhnya hidup anak, lahir dan batin menurut kodratnya
sendiri. Itulah yang kita namakan Among Methode.”
4.
Kurikulum Pendidikan
Mengenai kurikulum Ki Hajar belum
memberikan definisi kurikulum secara konkrit. Namun secara substansial sudah
tersirat, sebagaimana yang dikutip Prof. Dr. Abuddin Nata, M.A dari buku Ki
Hajar Dewantara yang berjudul Bagian Pertama Pendidikan, menyatakan
pembagian pelajaran kepada dua bagian pertama, pelajaran yang selain memberikan
pengetahuan (kepandaian) yang berpengaruh pada kemajuan batin. Dalam artian
mematangkan pikiran, rasa, dan kemauan. Yang kedua, adalah pelajaran yang yang
memberi bekal pada anak-anak untuk hidupnya kelak dalam dunia pergaulan umum;
yaitu pelajaran yang meliputi lapangan kultural dan kemasyarakatan.
Hal yang lainnya adalah bahwa Ki Hajar
Dewantara amat mementingkan pendidkan kanak-kanak, (sebagaiman yang di
cantumkan dalam asas taman siswa pasal 6) kesenian, kekeluargaan,
keIndonesiaan, kejiwaan, kesopanan, dan bahasa, baik bahasa Indonesia maupun
bahasa asing.
Dapat disimpulkan bahwa pandangan Ki
Hajar Dewantara mengenai Kurikulum pendidikan lebih banyak
mengarah kepada pembentukan kemampuan anak didik agar mandiri, merdeka namun
dapat mencerna pendidikan barat yang lebih bersifat intelektualitas dan
materalisme.
KESIMPULAN
Dari
kedua pemaparan pemikiran tokoh pendidikan di atas terlihat perbedaan pendangan
mengenai hakekat manusia atau peserta didik sebagai objek pendidikan, diman
John Locke berpendapat bahwa manusia lahir bagaikan kertas kosong tidak ada
bawaan sejak lahir baik yang diwariskan oleh orang tua maupun sesuatu yang
dikaruniakan oleh Allah, pemikiran John Locke ini ebih dikenal dengan istilah
“Tabularasa”. Sedangkan menurtu John Dewey dan Ki Hajar Dewantara Setiap anak
dilahirkan pada hakikatnya sudah mempunyai potensi masing-masing, atau kodrat
alam.
Walaupun
demikian pemikiran keduanya juga memiliki titik persamaan antara lain sebagai
berikut:
1. Dari
segi tujuan pendidikan, baik John Locke, John Dewey maupun Ki hajar Dewantara,
keduanya berpendapat bahwa tujuan pendidikan tidak lain adalah untuk
memanusiakan manusia yang dengannya akan menumbuhkan sikap kedewasaan dan
kemandirian
2. Dari
segi hakekat pendidikan dapat ditarik benang merah bahwa pendidikan itu
didapatkan melalui pengalaman dari proses pengajaran dan pendidikan, hingga
dapat membentuk pribadi yg tidak ketergantungan, namun mampu berdiri diatas
kedua kakinya sendiri.
3. Dari
segi metode pendidikan, mereka menolak
sistem hukuman dalam pendidikan, John Locke menawarkan penerapan metode praktek
sedangkan Ki Hajar Dewantara dan John Dewey menerapkan metode Among, dimna guru
hanya sebagai fasilitator saja.
4.
Dari segi kurikulum Pendidikan, mereka berpendapat
bahwa kurikulum seharusnya didasarkan pada keadaan atau kemampuan anak, dimana sistem
kurikulum yang hanya “ditentukan dari atas” tanpa memperhatikan masukan-masukan
dari bawah.
DAFTAR PUSTAKA
Bagus Takwin, Konstruktivisme dalam Pemikiran.
Tersedia [On Line]. http://tamansiswa.org/magazine/pusara/konstruktivisme-dalam-pemikiran.html.) 01 Oktober 2012
Ki
Priyo Dwiarso, Sistem Among Mendidik Sikap Merdeka Lahir Batin.Tersedia
[OnLine] http://tamansiswa.org/magazine/pijar/sistem-among-mendidik-sikap-merdeka-lahir-batin.html. di akses 01
oktober 2012.
Koko Istya Temorubun, ss. Filsafat
Penddikan Menurut John Locke dan John Dewey. (on line). http://leonardoansis.wordpress.com. Diakses
01 Oktober 2012
Majelis Luhur Tamansiswa. 2007 Ki Hajar Dewantara. Tersdia [On Line]
(http://id.wikipedia.org/wiki/Ki_Hajar_Dewantara) 01 Oktober
2012
Theo Riyanto, Pemikiran Ki Hajar Dewantara. Tersedia [On Line]: http://www.bruderfic.or.id/h-59/pemikiran-ki-hajar-dewantara-tentang-pendidikan.html: 01 Oktober
2012.
Website Resmi Tamansiswa : http://www.tamansiswa.org (Majelis Luhur Perguruan Tamansiswa Yogyakarta).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar