BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Berdasarkan
sejarah perkembangan pandangan masyarakat terhadap anak-anak berkebutuhan
khusus (ABK) maka dapat dicatat bahwa kebutuhan anak-anak berkebutuhan khusus
dan keluarganya masih banyak yang terabaikan selama bertahun-tahun hingga saat
ini. Sejarah juga mencatat bagaimana tanggapan sebagian besar masyarakat
terhadap keberadaan anak-anak tersebut dan keluarganya.
Masih ada
yang menganggap kecacatan atau kelainan yang disandang oleh anak berkebutuhan
khusus sebagai kutukan, penyakit menular, gila, dan lain-lain. Akibat dari itu
maka ABK dan keluarga ada yang dikucilkan oleh masyarakatnya. Ada diantara ABK
sendiri yang menarik diri tidak mau berbaur dengan masyarakat karena merasa
cemas dan terancam. Kondisi tersebut tentunya
membawa dampak langsung maupun tidak langsung terhadap tumbuh kembang ABK,
bahkan terhadap keluarganya (kedua orangtuanya). Adanya penilaian negative dari
lingkungan terhadap ABK dan keluarganya akan sangat berdampak bagi perkembangan
ABK beserta keluarganya. Dampak yang jelas sering ditemui adalah terhadap
konsep diri, prestasi belajar, perkembangan fisik, dan perilaku menyimpang yang
dapat menyebabkan citra diri yang negativ dari ABK.
Sehingga
persoalan yang dihadapi oleh anak berkebutuhan khusus menjadi semakin
bertumpuk-tumpuk. ABK tidak hanya harus mengatasi hambatan yang muncul dari
dirinya sendiri, ia harus menghadapi pula berbagai tantangan atau rintangan
yang datangnya dari lingkungan. Di satu sisi, ABK berupaya memenuhi kebutuhannya,
sedangkan lingkungan sering tidak dapat memberikan peluang bagi ABK untuk dapat
tumbuh serta berkembang sesuai dengan kondisinya itu. Maka tidak sedikit ABK
tidak mencapai perkembangan yang optimal.
Semakin
bertambahnya permasalahan membuat ABK menjadi kelompok yang rentan
“terpinggirkan” dari kehidupan social, poolitik, budaya, ekonomi, dan
pendidikan. Seolah-olah mereka bukan bagian dari anggota masyarakat dan
dianggap tidak membutuhkan hal tersebut. Sejatinya, ABK adalah anggota
masyarakat juga, sama-sama makhluk tuhan yang membutuhkan banyak hal
sebagaimana manusia lainnya agar mampu mengisi kehidupannya secara mandiri
sesuai dengan kemampuan dan kebutuhannya.
Berdasarkan keadaan sebagaimana
dipaparkan di atas maka ABK membutuhkan alat agar dirinya mampu mengatasi
hambatan yang dialaminya dan mampu hidup mandiri sesuai dengan kemampuan dan
kebutuhannya. Alat itu diantaranya adalah melalui pendidikan. Dengan pendidikan
diharapakan ABK memperoleh bekal hidup dan mencapai perkembangan yang optimal.
Namun, dengan menumpukknya berbagai permasalahan yang dihadapi oleh ABK,
tidaklah cukup melalui pendidikan dengan proses belajar mengajar di kelas. ABK
juga butuh layanan yang mendukung kepada keberhasilan belajar dan layanan yang
memandirikan untuk mencapai perkembangan yang optimal. Layanan itu adalah
bimbingan dan konseling.
Kebutuhan
layanan bimbingan dan konseling ini ternyata tidak hanya dibutuhkan oleh ABK
tapi juga oleh orang tuanya, karena tidak dipungkiri orangtua pun akan
mengahdapi berbagai permasalahn terkait dengan kondisi anaknya yang mengalami
kecacatan. Permasalahan itu berupa cemas, takut, stress, merasa bersalah, over
protection, dll. Sehingga orangtua pun membutuhkan layanan konseling.
B. Permasalahan
Adapun
permasalahan yang akan dibahas dalam
makalah ini antaralain sebagai
berikut:
1.
Bagaimana hakikat
bimbingan dan konseling ?
2.
Bagaimana haikat anak
berkebutuhan khusus?
3.
Apa permasalahan yang dihadapi anak berkebutuhan khusus?
4.
Apa saja kebutuhan anak
berkebutuhan khusus?
5.
Bagaimanakan Kebutuhan
layanan bimbingan dan konseling bagi
anak berkebutuhan khusus?
6.
Bagaimana pelaksanaan
BK secara real di lapangan?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan permasalah di atas, maka
tujuan penyusunan makalah ini antara lan untuk mengetahui:
1.
Hakikat bimbingan dan konseling
2.
Hakikat anak
berkebutuhan khusus
3.
Permasalahan yang
dihadapi anak berkebutuhan khusus
4.
Kebutuhan anak
berkebutuhan khusus
5.
Kebutuhan layanan bimbingan dan
konseling bagi anak berkebutuhan khusus
6.
Pelaksanaan BK secara
real di lapangan
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Hakikat Bimbingan dan Konseling
1. Pengertian Bimbingan dan Konseling
Bimbingan
dan konseling merupakan dua istilah yang sering dirangkaikan bagakan kata
majemuk. Hal itu mengisyaratkan bahwa kegiatan bimbingan kadang-kadang dilanjutkan
dengan kegiatan konseling. Beberapa ahli menyatakan bahwa konseling merupakan
inti atau jantung kegiatan bimbingan. Ada pula yang enyatakan bahwa konseling
merupakan salah satu jenis layanan bimbingan. Dengan demikian, istilah
bimbingan suah termasuk di dalam nya kegiatan konseling.
Berikut
beberapa pengertian bimbingan menurut para ahli:
Menurut
Jones dalam (Daruma, 2011) bimbingan
merupakan bantuan yang diberikan oleh seseorang kepada individu lain untuk
membuat pilihan dan penyesuaian diri dalam memecahkan masalahnya.
Selanjutnya
walgito (1982) dalam (Daruma, 2011) mengemukakan bahwa bimbngan adalah
pertolongan yang diberikan kepada individu dalam menghindari kesulitan dalam
hidupnya agar individu dapat mencapai kesejahteraan hidupnya.
Dari
kedua pendapat ahli diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa bimbingan merupakan
suatu bentuk bantuan yang diberikan kepada individu dalam menghindari atau
mengatasi kesulitan dalam hidupnya sehingga mencapai perkembangan diri secara
optimal sebagai makhluk sosial.
Pelayanan
konseling menuntut kealiah khusus, sehingga tidak semua orang yang dapat
memberikan bimbingan mampu memberikan jenis layanan konseling. Untuk
memperjelas pengertian konseling, berikut akan dikemukakan beberapa defenisi
konseling.
Menurut
James P.Adam (depdikbud;1976) konseling
adalah suatu pertalian timbal balik antara dua orang individu dimana seorang
konselor membantu konseli supaya supaya dapat lebih baik memahami dirinya dalam hubungannya dengan masalah hidup yang
dihadapinya pada waktu itu dan pada waktu yang akan datang.
Walgito
(1982) dalam (Daruma, 2011) menyatakan bahwa konseling adalah bantuan yang
diberikan kepada individu dalam
memecahkan masalah kehidupannya
dengan wawancara, dengan cara-cara yang sesuai dengan keadaan individu yang
dihadapi untuk mencapai kesejahteraan hidupnya.
Berdasarkan
kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa konseling merupakan suatu bentuk layanan tatap muka yang
dilakukan oleh ahli kepada individu yang diarahkan untuk memcahkan masalah yang
dihadapi oleh konseli sesuai degan kemampuannya sendiri
2. Prinsip- Prinsip Umum Bimbingan dan Konseling
Berikut prinsip-prinsip mum bimbingan dan
konseling menurut (Daruma, 2011)
a. Bimbingan diberikan kepada individu yang sedang berada
dalam proses berkembang.
b. Bimbingan diperuntukan bagi semua siswa.
c. Bimbingan dilaksanakan dengan mempedulikan semua segi
perkembangan siswa.
d. Bimbingan berdasarkan pada pengakuan atas kemampuan
individu untuk menentukan pilihan.
e. Bimbingan adalah bagian terpadu dari proses
pendidikan. Proses pendidikan bukanlah proses pengembangan aspek intelektual
semata, melainkan proses pengembangan seluruh aspek kepribadian siswa.
f. Bimbingan dimaksudkan untuk membentu siswa
merealisasikan dirinya.
3. Pendekatan Perkembangan dalam Bimbingan dan Konseling
Myrick dalam Muro&Kotman, 1995 yang diperjelas
kembali oleh Rakhmad (2006) mengemukakan empat pendekatan dapat dirumuskan
sebagai pendekatan dalam bimbingan, yaitu pendekatan (a) krisis, (b) remedial,
(c) preventif, (d) perkembangan.
Dalam pendekatan krisis, pembimbing
menunggu munculnya suatu krisis dan dia bertindak membantu seseorang yang
menghadapi krisis itu. Teknik yang digunakan dalam pendekatan ini adalah teknik-teknik
yang secara pasti dapat mengatasi krisis itu. Contohnya seorang anak dating
mengadu kepada guru sambil menangis karena didorong temannya sehingga
tersungkur ke lantai. Pembimbing yang menggunakan pendekatan ini akan meminta
anak itu membicarakan penyelesaian masalah dengan temannya tersebut. Bahkan
mungkin akan memanggil anak-anak itu ke kantornya untuk membicarakan
penyelesaian masalah.
Dalam pendekatan remedial, guru akan
memfokuskan bantuannya kepada upaya menyembuhkan atau memperbaiki kelemahan-kelemahan
yang tampak. Tujuannya adalah menghindarkan terjadinya krisis yang mungkin
terjadi. Berbagai strategi bias dilakukan seperti mengajarkan kepada siswa
keterampilan tertentu misalnya keterampilan berdamai sehingga siswa tadi
memiliki keterampilan untuk mengatasi masalah hubungan antar pribadi.
Pendekatan preventif mencoba
mengantisipasi masalah-masalah generic dan mencegah terjadinya masalah itu.
Masalah-masalah yang dimaksud seperti putus sekolah, berkelahi, kenakalan,
merokok, dan sejenisnya yang secara potensial masalah itu dapat terjadi pada
siswa secara umum. Model ini didasarkan pada pemikiran bahwa bila guru dapat
mendidik siswanya untuk menyadari bahaya dari berbagai kegiatan dan menguasai
metode untuk menghindari terjadinya masalah itu maka pembimbing akan dapat
mencegah siswa dari perbuatan yang membahayakan tersebut. Teknik yang dapat
digunakan diantaranya mengajar dan memberikan informasi. Dari contoh diatas,
guru akan mengajarkan sikap toleran dan memahami orang lain sehingga dapat
mencegah munculnya perilaku agresif tanpa menunggu munculnya krisis terlebih
dahulu.
Pendekatan perkembangan merupakan
pendekatan yang lebih mutakhir dan lebih proaktif dibandingkan tiga pendekatan
sebelumnya. Pembimbing yang menggunakan pendekatan ini beranjak dari pemahaman
tentang keterampilan dan pemahaman khusus yang dibutuhkan siswa untuk mencapai
keberhasilan di sekolah dan dalam kehidupan. Pendekatan ini memberikan
perhatian kepada tahap-tahap perkembangan siswa, kebutuhan, dan minat serta
membantu siswa mempelajari keterampilan hidup (Robert Myrick, 1989). Teknik
yang dapat dilakukan diantaranya mengajar, menukar informasi, bermain peran,
melatih, tutorial, dan konseling. Dari contoh diatas, guru yang menggunakan
pendekatan ini, akan menangani anak sejak tahun-tahun pertama masuk sekolah,
mengajari dan menyediakan pengalaman belajar bagi anak itu yang dapat
mengembangkan keterampilan hubungan antarpribadi yang diperlukan untuk
melakukan interaksi yang efektif dengan orang lain.
B.
Hakikat Anak Berkebutuhan Khusus
Secara historis istilah untuk
menyebutkan anak berkebutuhan khusus (ABK) mengalami perubahan beberapa kali
sesuai paradigma yang diyakini pada saat itu. Perubahan yang dimaksud dimulai
dari anak cacat, anak tuna, anak berkekurangan, anak luar biasa atau anak
berlainan sampai anak berkebutuhan khusus.
Istilah
yang digunakan di Indonesia saat ini adalah anak berkebutuhan khusus sebagai
terjemahan dari istilah ”Children with Special needs”. Istilah ini muncul
sebagai akibat adanya perubahan cara pandang masyarakat terhadap anak luar
biasa (Exceptional Children). Pandangan ini baru meyakini bahwa
semua anak luar biasa mempunyai hak yang sama dengan manusia pada umumnya. Oleh
karena itu, semua anak luar biasa baik yang berat maupun yang ringan harus
dididik bersama-sama dengan anak-anak pada umumnya di tempat yang sama. Dengan
perkataan lain anak-anak luar biasa tidak boleh ditolak untuk belajar di
sekolah umum yang mereka inginkan. System pendidikan seperti inilah yang
disebut dengan pendidikan inklusif. Dalam system pendidikan seperti ini
digunakan istilah anak berkebutuhan khusus untuk menggantikan istilah anak luar
biasa yang mengandung makna bahwa setiap anak mempunyai kebutuhan khusus
baik yang permanen
maupun yang tidak permanen.
C.
Kebutuhan Anak Berkebutun Khusus
Pada
dasarnya kebutuhan anak berkebutuhan khusus sama dengan anak-anak lain pada
umumnya (kebutuhan jasmani dan rohani). Tapi ada hal-hal khusus yang
membutuhkan penanganan khusus, biasanya berkaitan dengan kelainan atau
kecacatan yang disandangnya. Di dalam prosesnya dapat berupa pendidikan,
pembelajaran yang mendidik dan memandirikan, terapi, layanan bimbingan dan
konseling, layanan medis, dll.
Penanganan
itu tentunya dilakukan oleh profesi yang sesuai dengan bidangnya. Artinya akan
banyak ahli yang terlibat dalam rangka memenuhi kebutuhan ABK itu. Sehingga
dikenal dengan pendekatan multidisipliner. Para ahli dari berbagai bidang
berkolaborasi memberikan layanan yang terbaik untuk memenuhi kebutuhan ABK agar
berkembangan secara optimal.
D.
Kebutuhan Layanan
Bimbingan Bagi Anak Berkebutuhan Khusus
Seperti telah kita sepakati bersama bahwa anak
berkebutuhan khusus adalah anak biasa yang menunjukan penyimpangan dalam bidang
fisik, mental dan sosial dari anak nomal, sehingga dalam pendidikannya mereka
memerlukan berbagai modifikasi dan layanan khusus agar dapat berkembang secara
maksimal. Pada kenyataannya mereka ini mengalami kelainan perkembangan dan
pertumbuhan pada salah satu aspek atua beberapa aspek ( fisik, mental, emosi,
dan sosial ) apabila dibandingkan dengan anak normal. Dalam istilah kelainan
perkembngan dan pertumbuha termasuk didalamnya pengertian kekurangan,
kelemahan, kecacatan dan penyimpangan. Oleh karena itulah kepada mereka
seyogyanya diberikan layanan bimbingan khusus.
Kita semua sadar bahwa setiap siswa
memiliki berbagai keterbatasan tertentu. Seperti telah dinyatakan di atas
keterbatasan ini sangat nampak pada anak bekebutuhan khusus yaitu pada jenis kecacatan yang
disandangnya. Karena kecacatannya ini siswa berkabutuhan khusus seringkali
mempunyai perasaan takut akan kurang atau tidak diterima dalam pergaulan,
akhinya mereka menarik diri dari pergaulan dalam masyarakat. Akibatnya adalah
tidak berkembagnya potensi – potensi lain yang masih mereka miliki.
Pendidikan adalah suatu proses yang
berlangsung sepanjang hayat ( a life long education ) baik dilembaga
normal maupun diluar lembaga normal yaitu dalm masyarakat. Menarik diri dari
pergaulan masyarakat berarti manghilangkan satu kesempatan untuk tumbuh dan
berkembang.
Proses pendidikan adalah peroses
penyesuaian diri, proses pemecahan problem – problem hidup. Dalam proses ini
siswa ( baik yang normal maupun yang berkebutuhan khusus ) berkesempetan untuk
mengembangkan semua aspek kepribadiannya dalam mencapai tujuan pendidikn secara
utuh. Siswa baru akan tumbuh maksimal
bila mereka berkesempatan untuk berdialog dengan manusia sekitarnya dan dengan
sesamanya. Melalui dialog ini siswa akan dirangsang untuk mampu berfikir, mampu
merasakan, mampu berbuat hal yang
positif walaupun sebagian aspek kepribadiannya mengalami kecacatan.
Bimbingan ialah proses bantuan terhadap
individu untuk mencapai pemahaman dan pengarahan diri yang dibutuhkan untuk
melakukan penyesuaian diri secara maksimal terhadap keluarga, sekolah serta
masyarakat. Peranan bimbingan bagi anak berkebutuhan khusus ialah agar
mereka dapat dan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya
sehinga mereka dapat mempersiapkan dan melakukan tugasnya sebagai salah seorang warga
masyarakat sekolah dan masyarakat luas.
E.
Pelaksanaan BK Secara Real di Lapangan
Untuk mengetahui bagaimana potret pelaksanaan BK
secara real di lapangan, maka dalam hal ini penulis melakukan observasi
dan wawancara di salah satu SLB. SLB
yang dimaksud adalah SLB B/C Al-Azhar Waru Sidoarjo. Walaupun sekolah ini
berlabel B/C yaitu untuk tunarungu dan tunagrahita, namun didalamnya juga
terdapat beberapa siswa tunadaksa bahkan autis.
Dengan melihat siswa di sekolah ini
begitu heterogen, tentunya permasalahan yang dihadapi anak juga sangat beraneka
ragam, sehingga dengan layanan pendidikan saja dianggap tidak cukup untuk
mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi anak, akan tetapi dalam hal ini juga dibutuhkan layanan bimbingan dan
konseling. Namun sangat disayangkan di SLB ini belum terdapat guru BK sehingga
secara otomatis layanan bimbingan dan konseling dilakukan oleh guru kelas
masing-masing, yang dalam hal ini guru kelas juga menjalin kerjasama dengan
orangtua/wali siswa.
Berdasarkan hasil wawancara kepada
salah seorang guru, beliau memaparkan satu contoh kasus dan penanganannya di
sekolah ini. Seorang anak tunagrahita cewek yang sekarang berumur 32 tahun,
anak ini tentunya telah matang dari segi biologis. Karena kematangan biologis
itulah yang mendorongnya melakukan hal-hal yang tidak wajar kepada siswa
laki-laki yang juga merupakan anak tunagrahita. Beliau memaparkan bahwa
walaupun guru dan orang tua telah berusaha memberikan bimbingan , namun tetap
saja kejadian serupa tetap terulang dan tidak hanya sekali dua kali saja.
Berdasarkan contoh kasus di atas,
terlihat bahwa guru saja tidak cukup untuk mengatasi permasalahan anak, namun
membutuhkan tenaga ahli dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling sejak
dini untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan seperti kasus yang
telah dipaparkan sebelumnya karena pada dasarnya tidak semua orang mampu
memberikan bimbingan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bimbingan adalah suatu proses, sebagai suatu proses,
bimbingan merupakan kegiatan yang berkelanjutan, bimbingan adalah bantuan.
Makna bantuan dalam bimbingan adalah mengembangkan lingkungan yang kondusif
bagi perkembangan siswa dan bantuan itu diberikan kepada individu yang sedang
berkembang, tujuan bimbingan adalah perkembangan yang optimal.
Ada empat
pendekatan dalam bimbingan, yaitu:
1. Krisis
2. Individual
3. Preventif
4. Perkembangan
Pada dasarnya semua anak berkebutuhan khusus memiliki
karakteristik dan permasalahan yang realtif sama, yaitu mengalami hambatan
perkembangan intelektualnya, kesulitan dalam sosialisasi, emosinya tidak
stabil, dan hambatan dalam berkomunikasi dengan lingkungannya, sehingga juga
membutuhkan layanan bimbingan dan konseling.
B.
Saran
Sebaiknya setiap Sekolah Luar Biasa (SLB) mempunya
tenaga BK guna memberika bimbingan sejak dini, dimaksudkan untuk mencegah
timbulnya permasalahan pada anak berkebutuhan khusus.
Bimbingan terhadap anak berkebutuhan khusus hendaknya
dilaksanakan secara terus menerus dan sistemik agar mereka kelak akan sanggup
berdiri sendiri menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakatnya.
Jenis layanan bimbingan yang hendaknya diberikan
meliputi bimbingan perkembangan fisik, bimbingan dalam mengatasi kesulitan
belajar, bimbingan seks, bimbingan dalam mengatasi kesulitan untuk menyesuaikan
diri dengan lingkungan, dan bimbingan vokasional atau bimbingan pekerjaan.
DAFTAR
PUSTAKA
Adurrachman dan Sudjadi. 1995. Pendidikan Luar Biasa Umum. Jakarta. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Chori, Salim. 1995. Ortopedagogik Anak Tunadaksa. Jakarta. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Daruma, Razak. 2011. Profesi Keguruan. Makassar. Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas
Negeri Makassar.
Rakhmat, Cece., dkk. 2006. Psikologi Pendidikan.
Bandung: UPI PRESS.
Sunardi. 1995. Ortopedagogik
Anak Tunalaras 1. Jakarta. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar