Wahh...pagi
yang cerah, kataku dengan perasaan yang amat senang, karena sudah beberapa hari
ini hujan begitu deras mengguyur kota dimana aku tinggal. Hujan membuatku malas
beraktifitas bawaannya selalu ingin tidur, seakan dinina bobokan oleh irama hujan.
Namun lain halnya pada pagi ini, sepertinya cuaca
cukup bersahabat, aku begitu bersemangat, keinginanku pergi ke gramedia di
salah satu mal di kota tempat tinggalku untuk mencari beberapa buku yang akan
kujadikan literatur dalam penulisan skripsiku, nampaknya tidak akan tertunda
lagi... kataku penuh harap.
Tiba-tiba saja... kring...kring... ponselku
berdering, ternyata yang nelpon adalah Kany teman kuliahku segera kujawab
telpon darinya, diseberang sana terdengar suara Kany yang mengucapkan salam..
wa alaikum salam, ada apa? Jawabku dan kembali bertanya maksud ia menelponku.
Gimana kalau hari ini kita ke gramedia mumpung gak hujan, kamu bisa kan? Ajak Kany
padaku, oke kalau begitu aku siap-siap dulu, pukul 10.00 kita berangkat aku
tunggu yah. Oke jawab Kany singkat dan memutuskan teleponnya.
Dalam perjalanan menuju gramedia, cuaca masih sangat
bersahabat, langit semakin cerah, sinar mentari menyingkap awan hitam yang membuatnya
nampak sedih hingga menangis (hujan) di hari-hari kemarin. Beberapa saat
kemudian, kami pun tiba di mal letak gramedia yang akan kami kunjungi. Tanpa
pikir panjang lagi saya mengajak Kany menuju gramedia, ya sekedar antisipasi
aja soalnya cuaca bisa berubah kapan saja, mungin sekarang terlihat begitu
cerah, namun tidak menutup kemungkinan beberapa saat kemudian hujan deras turun
mengguyur kota ini.
Setelah hampir satu jam lamanya mencari, akhirnya
kutemukan juga beberapa buku yang relevan dengan masalah penyusunan skripsiku,
sementara Kany yang rencana awalnya juga ingin membeli buku yang akan dijadikan
referensi penyusunan skripsinya malah asyik membaca novel. Kany dah dapat
bukunya belum? Tanyaku dengan maksud mengingatkan. Aku sudah dapat tapi cuma
satu, jawab Kany. Ya udah gak apa-apa selebihnya kita cari di toko buku lain,
sekarang kita bayar yuk!! Kami pun beranjak menuju kasir untuk membayar buku
yang akan kami beli.
Sebelum pulang, kami menyempatkan membeli beberapa
makanan berhubung persediaan makanan di rumah sudah menipis. Setelah merasa
cukup, kami putuskan untuk pulang. Beberapa meter dari gerbang pintu keluar
mal, terdengar suara hujan yang begitu deras. depan pintu gerbang dipadati oleh
pengunjung yang menunggu hujan reda, kulihat disekitarku jalan dan tempat parkir telah tergenang air.
Payung kak... kak payung... Tiba-tiba saja aku
dikagetkan oleh suara itu, kumenoleh padanya.. ya tuhan... jeritku dalam hati,
aku semakin kaget ternyata suara itu adalah suara anak perempuan yang umurnya kira-kira
masih lebih kurang 6 tahun, tubuhnya basah kuyup dan gemetaran, ia nampak
begitu kedinginan namun dengan menahan rasa dinginnya ia terus saja menawarkan
payungnya padaku dengan suara gemetar.
Akhirnya kuputuskan menerima tawarannya payung yang
ukurannya lumayan besar itu, cukup saya gunakan bersama Kany sementara anak itu
memilih kehujanan, namun ia terlihat begitu menikmati setiap tetes air hujan
yang membasahi tubuh kecilnya. Dalam perjalanan menuju tempat parkir angkot
yang menunggu penumpang aku iseng bertanya padanya mengenai namanya, sekolahnya,
tempat tinggalnya, dan pekerjaan orangtuanya. Setiap jawaban yang ia sampaikan
dengan suara gemetar menahan dingin, membuatku semakin iba. Kami pun sampai
pada angkot yang akan kami tumpangi, kuberikan uang dua ribu rupiah sambil
mengembalikan payungnya. Ia terlihat begitu senang.. Terima kasih kak...
katanya dengan ramah sambil berlari ke arah pengunjung yang ia rasa membutuhkan
jasa payung.
Diatas angkot dalam perjalanan pulang ke rumah, aku
masih teringat wajah anak itu. Seorang anak bernama Warni, yang umurnya masih 6
tahun hidup dalam lingkungan keluarga yang tergolong sangat kurang mampu,
ayahnya tidak lagi bisa bekerja karena sakit-sakitan sementara ibunya bekerja
sebagai pengais sampah, dengan keadaannya yang seperti itu, Warni tidak pernah
mengenyam pendidikan. Satu hal yang membuatku salut, walaupun Warni tidak
sekolah tapi sepertinya ia sangat mengerti keadaan orang tuanya. Berbekal
payung tua berukuran lumayan besar, dengan memanfaatkan musim hujan, ia
menawarkan jasa ojek payung kepada setiap pengunjung yang sekiranya membutuhkan
payung, dengan harapan penghasilan yang ia dapatkan cukup untuk membeli obat
untuk ayahnya.
Ada yang bilang hidup adalah pilihan, tapi saya
yakin Warni tidak pernah memilih hidup dalam lingkungan keluarga tidak mampu,
namun bekerja menawarkan jasa payung kepada orang yang membutuhkan payung di
musim penghujan adalah pilihan Warni demi mendapatkan sesuap nasi yang
membuatnya mampu bertahan melawan pahitnya kehidupan. Jadi ketika langit
menangis, tetaplah tersenyum karena di luar sana terdapat beberapa saudara kita
yang menjadikan hujan sebagai sumber penghasilan.
****... SEKIAN... ****
ks