A. FILSAFAT PENDIDIKAN MATERIALISME
1. Konsep Dasar Filsafat Realisme
Materialisme berpandangan bahwa hakikat
realisme adalah materi, bukan rohani, bukan spiritual, atau supranatural.
Demokritos (460-360 SM), merupakan pelopor pandangan materialisme klasik, yang
disebut juga “atomisme”.
Demokritos beserta pengikutnya beranggapan bahwa segala sesuatu terdiri dari bagian-bagian kecil yang tidak dapat dbagi-bagi lagi (yang disebut atom-atom). Atom-atom merupakan bagian dari yang terkecil sehingga mata kita tidak dapat melihatnya.
Demokritos beserta pengikutnya beranggapan bahwa segala sesuatu terdiri dari bagian-bagian kecil yang tidak dapat dbagi-bagi lagi (yang disebut atom-atom). Atom-atom merupakan bagian dari yang terkecil sehingga mata kita tidak dapat melihatnya.
Randal,
et.al,1942, dalam Sadulloh (2003:113), bahwa karakteristik umum materialisme
pada abad delapan belas berdasarkan pada suatu asumsi bahwa realitas dapat
dikembangkan pada sifat-sifat yang sedang mengalami perubahan gerak dalam
ruang. Asumsi tersebut menunjukkan bahwa:
a. Semua
sains seperti biologi, kimia, fisika, psikologi, sosiologi, ekonomi, dan yang
lainnya ditinjau dari dasar fenomena materi yang berhubungan secara kausal
(sebab akibat, jadi semua sains merupakan cabang dari sans mekanika.
b. Apa
yang dikatakan “jiwa” dan segala kegiatannya (berpikir, memahami) adalah
merupakan suatu gerakan yang kompleks dari otak, sistem urat syaraf, atau
organ-organ jasmani yang lainnya.
c. Apa
yang disebut dengan nilai dan cita-cita, makna dan tujuan hidup, keindahan dan
kesenangan, serta kebebasan, hanyalah sekedar nama-nama atau semboyang.
Menurut
airan realisme, kepercayaan kepada tuhan hanyalah merupakan suatu proyeksi dari
kegagalan atau ketidakpuasan manusia untuk mencapai cita-cita kebahagiaan dalam
hidupnya. Dengan kegagalan tersebut manusia memikirkan suatu wujud diluar
dirinya yang dikhayalkannya memiliki kesempurnaan , yang merupakan sumber
kehidupan manusi, suatu wujud yang bahagia
secara absolut. Oleh karena itu, than hanyalah merupakan hasil khayalan
manusi. Tuhan diciptakan oleh manusia sendiri, secara maya padahal wujudnya
tidak ada.
Cabang
materialisme yang banyak diperhatikan orang dewasa ini, dijadikan sebagai
landasan berpikir adalah “positivisme”. Menurut positivisme, kalau sesuatu itu
memang ada. Maka adanya itu adalah jumlahnya. Dan jumlah itu dapat diukur.
Menurut
Comte dalam Sadulloh (2003:114), terdapat tiga perkembangan berpikir yang
dialami manusia yaitu:
a. Tingkatan
teologis,
Dalam
hal ini pola berpikir manusia dikuasai oleh tahayul dan prasangka
b. Tingkatan
metafisik,
Pada
tingkatan ini, pola berpikir manusia telah meninggalkan teologis, namun masih
berpikir abstrak, masih mempersoalkan hakikat dari segala yang ada, termask
hakikat yang gaib juga.
c. Tingkatan
positif,
Dalam
hal ini, tingatan berpikir yang mendasarkan pada sains, dimana pandangan
dgmatis dan spekulatif metafisik diganti oleh pengetahuan faktual.
Harun
Hadiwijono, 1980 dalam Sadulloh (2003:115) zaman positif adalah zaman dimana
orang tahu, bahwa tiada gunanya untuk berusaha mencapai pengetahuan yang
mutlak, baik pengenalan teologi maupun pengenalan metafisik. Jadi, dikatakan
positivisme, karena mereka beranggapan bahwa yang dapat kita pelajari hanyalah
yang berdasarkan fakta-fakta, berdasarkan data-data yang nyata yaitu mereka
namakan positif. Apa yang kita ketahui hanyalah yang nampak saja. Di luar itu
manusia tidak perlu mengetahuinya. Positivisme membatasi studinya hanya pada
bidang gejala-gejala.
Selanjutnya
dapat kita simak pandangan Tohmas Hobbes. Sebagai penganut empiris materialime,
ia berpendapat bahwa pengalaman merupakan awal dari segala pengetahuan, juga
awal pengetahuan tentang asas-asas yang diperoleh dan dikokohkan oleh
pengalaman. Hanya pengalamanlah yang memberikan kepastian. Pengetahuan melalui
akal hanya memiliki fungsi mekanis
semata, sebab pengenalan dengan akal mewujudkan suatu proses penjumlahan dan
pengurangan. (Harun Hadiwijono, 1980 dalam Sadulloh (2003:115)).
2. Ciri-ciri filsafat materialisme
a.
Segala yang ada (wujud) berasal dari satu sumber yaitu
materi
- Tidak meyakini adanya alam ghaib
- Menjadikan panca-indera sebagai satu-satunya alat
mencapai ilmu
- Memposisikan ilmu sebagai pengganti agama dalam
peletakkan hukum
- Menjadikan kecondongan dan tabiat manusia sebagai
akhlaq
3. Variasi aliran filsafat materialisme
Aliran materialisme memiliki dua variasi yaitu
materialisme dialektik dan materialisme metafisik.
a. Filsafat
Materialisme Dialektika
Materialisme
dialektika adalah materialisme yang memandang segala sesuatu selalu berkembang
sesuai dengan hukum-hukum dialektika: hukum saling hubungan dan perkembangan
gejala-gejala yang berlaku secara objektif didalam dunia semesta.
Pikiran-pikiran materialisme dialekti inipun dapat kita jumpai dalam kehidupan
misalnya, “bumi berputar terus, ada siang ada malam”, “habis gelap timbullah
terang”, “patah tumbuh hilang berganti” dsb. Semua pikiran ini menunjukkan
bahwa dunia dan kehidupan kita senantiasa berkembang.
b. Filsafat
Materialisme Metafisik
Materialisme
metafisik, yang memandang dunia secara sepotong-sepotong atau dikotak-kotak,
tidak menyeluruh dan statis. Pikiran-pikiran materialisme metafisik ini
misalnya: “sekali maling tetap maling”, memandang orang sudah ditakdirkan,
tidak bisa berubah.
4. Implikasi
Aliran Filsafat Materialisme untuk Pendidikan
Materialisme
maupun positivisme, pada dasarnya tidak menyusun konsep pendidikan secara
eksplisit. Bahkan menurut Waini Rasyidin dalam (1992) dalam Sadulloh (2003:116)
filsafat positivisme sebagai cabang dari materialisme lebih cenderung menganalisis
hubungan faktor-faktor yang mempengaruhi upaa dan hasil pendidikan secara
faktual. Memilih aliran positivisme berarti menolak filsafat pendidikan dan
mengutamakan sains pendidikan. Sains pendidikan yang dipergunakan dalam
mempelajari pendidikan, khususnya proses belajar mengajar, ialah berdasarkan
pada hasil temuan dan kajian ilmiah dalam psikologi, yaitu psikologi aliran
behaviorisme.
Behaviorisme
yang berakar dari positivisme dan materialisme telah populer dalam menyusun
teori pendidikan, terutama dalam teori belajar yaitu apa yang disebut dengan “conditioning theory” yang dikembangkan
oleh E.L. Thorndike dan B.F. skinner.
Menurut
behaviorisme, perilaku manusia adalah ahasil pembentukan melalui kondisi
lingkungan. Yang dimaksud perilaku adalah hal-hal yang dapat berubah, dapat
diamati, dan dapat diukur (materialisme dan positivisme). Hal ini mengandung
implikasi bahwa proses pendidikan menekankan pentingnya keterampilan dan
pengetahuan akademis yang empiris sebagai hasil kajian sains, serta perilaku
sosial sebaga hasil belajar.
Power
(1982) dalam Sadulloh (2003:117) mengemukakan beberapa implikasi pendidikan
positivisme behaviorisme yang bersumber pada filsafat materialisme sebagai
berikut:
a.
Tema
Manusia
yang baik dan efisien dihasilkan dengan proses pendidikan terkontrol secara
ilmiah dan seksama
b.
Tujuan
pendidikan
Perubahan
perilaku, mempersiapkan manusia sesuai dengan kapasitasnya, untuk tanggung
jawab hidup sosial dan pribadi yang kompleks
c.
Kurikulum
Isi
pendidikan mencakup pengetahuan yang dapat dipercaya dan diorganisasi, selalu
berhubungan dengan sasaran perilaku.
d.
Metode
Semua
pelajaran dihasilkan dengan kondisionisasi (SR
Conditioning), operant conditioning,
reinforcement, pelajaran berprogram dan kompetensi.
e.
Kedudukan
siswa
Tidak
ada kebebasan. Perilaku ditentukan oleh kekuatan dari luar. Pelajaran sudah
dirancang. Siswa dipersiapkan untuk hidup. Mereka dituntut untuk belajar.
f.
Peranan
guru
Guru
memiliki kekuasaan untuk merancang dan mengontrol proses pendidikan. Guru dapat
mengukur kualitas dan karakter hasil belajar siswa.
B.
FILSAFAT
PENDIDIKAN PRAGMATISME
Pragmatisme berpandangan bahwa
manusia dapat mengetahui apa yang manusia alami. Istilah lain yang dapa
diberikan pada filsafat pragmatisme adalah instrumentalisme dan
eksperimentalisme. Disebut instrumentalisme, karena menganggap bahwa dalam
hidup ini tidak dikenal tujuan akhir, melainkan hanya tujuan antara dan
sementara yang merupakan alat untuk mencapai tujuan selanjutnya, termasuk dalam
pendidikan tidak mengenal tjuan akhir. Dikatakan eksperimentalisme, karena
filsafat ini menggunakan metode eksperimen dan berdasarkan atas pengalaman
dalam menentukan kebenarannya.
1.
Realisme
Realitas
merupakan interaksi antara manusia dengan lingkungannya. Manusia dan
lingkungannya berdampingan, dan memiliki tanggung jawab yang sama terhadap
realitas. Perubahan merupakan esensi realitas, dan manusia harus siap mengubah
cara-cara yang akan dkerjakannya. Manusia pada hakikatnya palstis dan dapat
berubah.
Anak akan tumbuh apabila berhubungan
dengan yang lainnya. Anak harus mempelajari hidup dalam komunitas
individu-individu, bekerjasama dengan mereka, dan menyesuaikan dirinya secara
cerdas terhadap kebutuhan dan aspirasi masyarakat.
Tema pokok filsafat pragmatisme
adalah:
a. Esensi
realitas dalam perubahan
b. Hakikat
sosial dan biologis manusia yang esensial
c. Relativitas
nilai
d. Penggunaan
inteligensi secara kritis
Watak pragmatisme adalah humanistis dan
menyetujui suatu dalil “manusia adalah ukuran segala-galanya”. Tujuan dan alat
pendidikan harus fleksibel dan terbuka untuk perbaikan secara terus menerus.
Tujuan dan cara untuk mencapai tujuan pendidikan harus rasional dan ilmiah.
2.
Pengetahuan
Pengetahuan sebagai transaksi antara
manusia dengan lingkungannya,dan kebenaran merupakan bagian dari pengetahuan.
Pragmatisme mengajarkan bahwa tujuan semua berpikir adalah kemajuan hidup. Pengetahuan yang benar adalah pengetahuan
yang berguna,menurut james,suatu ide itu benar apabila berakibat memberi
kepuasan jika diuji secara objektif dan ilmiah.
Secara khusus pragmatisme mengemukakan
bahwa ide yang benar tergantung kepada konsekuensi-konsekuensi yang diobservasi
secara objektif,dan ide tersebut operasional.Teori kebenaran merupakan alat
yang kita pergunakan untuk memecahkan masalah dalam pengalaman kita.jadi,menurut
pragmatisme suatu teori itu benar apabila berfungsi.kebenaran bukan sesuatu
yang statis,melainkan tumbuh berkembang dari waktu ke waktu.
Menurut james (Harun Hadiwijono. 1980) dalam
Sadulloh (2003) tidak ada kebenaran mutlak berlaku umum,bersifat tetap,berdiri
sendiri,lepas dari akal pikiran yang mengetahui. Pragmatisme juga berpandangan
bahwa metode intelegen merupakan cara ideal untuk memperoleh pengetahuan.
Untuk memecahkan masalah-masalah social dan
perorangan yang
paling penting,diharapkan menerapkan logika sains pada pengalaman yang
problematic. Menurut john Dewey, yang dikemukakan oleh Waini Rasyidin (1992 : 144)
dalam Sadulloh (2003) bahwa dalam menerapkan konsep pragmatisme secara
eksperimental dalam memecahkan masalah hendaknya melalui lima tahapan yaitu;
a.
indeterminate situation,timbulnya
situasi ketegangan didalam pengalaman yang perlu dijabarkan secara spesifik.
b.
diagonis,artinya
timbul upaya mempertajam masalah sampai pada menentukan factor-faktor yang
diduga menyebabkan timbulnya masalah.
c.
Hypothesis,artinya
ada upaya menemukan gagasan yang diperkirakan dapat mengatasi masalah,dengan
jalan mengerahkan pengumpulan informasi yang Penting-penting
d.
Hypothesis testing,yaitu
pelaksanaan berbagai hipotesis yang paling relevan secara teoritis untuk
membandingkan implikasi masing-masing kalau dipraktikkan.
e.
evaluation,artinya
mempertimbangkan hasilnya setelah hipotesis terbaik dilaksanakan,yaitu dalam
kaitan dengan masalah yang dirumuskan pada langkah ke-2 dan ke-3.
Berdasarkan langkah-langkah diatas, Dewey
berusaha menyusun suatu materi yang logis dan tepat berdasarkan
konsep-konsep,pertimbangan-pertimbangan,penyimpulan penyimpulan dalam bentuknya
yang beraneka ragam,dalam arti alternatif –alternatif.
Menurut
Dewey yang benar adalah apa yang pada akhirnya disetujui oleh semua orang yang
menyelidikinya.
Selanjutnya
pada bagian lain Dewey mengatakan bahwa pengalaman merupakan suatu interaksi
antara lingkungan dengan organisme biologis.kegiatan berpikir timbul disebabkan
karena adanya gangguan terhadap situasi yang menimbulkan masalah bagi
manusia.untuk memecahkan masalah tersebut disusun hipotesis sebagai bimbingan
bagi tindakan berikutnya,
Dewey menegaskan bahwa berpikir khususnya berpikir
ilmiah merupakan alat untuk memecahkan masalah itulah yang disebut metode intelegen ataumetode ilmiah. John Dewey mengembangkan sebuah teori
pengetahuan dari sudut peranan biologis dan psikologis.konsep-konsepnya merupakan
bimbingan untuk mengarahkan kegiatan intelektual manusia kearah masalah social
yang timbul pada waktu itu.Menurut Dewey,tugas filsafat adalah memberikan
garis-garis pengarahan bagi perbuatan dalam kenyataan hidup.
3. Nilai
Pragmatisme
mengemukakan pandangannya tentang nilai,bahwa nilai itu relatif.kaidah-kaidah
moral dan etik tidak tetap,melainkan selalu berubah seperti perubahan
kebudayaan,masyarakat,dan lingkungannya.
Menurut pragmatisme kita harus
mempertimbangkan perbuatan manusia dengan tidak memihak dan secara ilmiah
memiliki nilai-nilai yang tampaknya memungkinkan untuk memecahkan masalah
–masalah yang dihadapi manusia.
Nilai lahir dari keinginan,dorongan,dan
perasaan serta kebiasaan manusia sesuai dengan watak manusia sebagai kesatuan
antara factor-faktor biologis dan factor social dalam diri dan
kepribadiannya. Nilai merupakan suatu realitas dalam kehidupan yang dapat
dimengerti sebagai suatu ide, suatu perilaku, pengetahuan, atau ide dikatakan
benar apabila mengandung kebaikan, berguna, dan bermanfaat bagi manusia untuk
penyesuaian diri dalam kehidupan pada suatu lingkungan tertentu.
4. Pendidikan
a) Konsep
pendidikan
Menurut Dewey terdapat dua teori pendidikan
yang saling bertentangan antara yang satu dengan yang lainnya.kedua teori pendidikan
tersebut adalah paham konservtif dan “unfolding theory” (teori pemerkahan). Teori konservatif mengemukakan bahwa
pendidikan adalah sebagai suatu pembentukan terhadap pribadi anak tanpa
memperhatikan kekuatan-kekuatan atau potensi-potensi yang ada dalam diri anak. “unfolding theory”berpandangan bahwa anak akan
berkembang dengan sendirinya, Karena ia telah memiliki kekuatan-kekuatan laten, dimana perkembangan sianak
telah memiliki tujuan yang pasti.
Menurut pragmatisme pendidikan bukan
merupakan suatu proses pembentukan dari luar,dan juga bukan merupakan suatu
pemerkahan kekuatan-kekuatan laten dengan sendirinya. Pendidikan menurut
pragmatisme merupakan suatu proses organisasi dan rekonstruksi dari
pengalaman-pengalaman individu.
Pengalaman-pengalaman tersebut bukan
terdiri atas materi intem maupun materi yang diungkapkan,melainkan materi yang
berasal dari aktivitas yang asli dari lingkungan. Selanjutnya John
Dewey mengemukakan perlunya atau pentingnya pendidikan karena berdasarkan atas
tiga pokok pemikiran yaitu :
·
pendidikan merupakan kebutuhan untuk hidup
·
pendidikan sebagai pertumbuhan
·
pendidikan sebagai fungsi sosial
b) Pendikan
Sebagai Kebutuhan Untuk Hidup
Pendidkan merupakan kebutuhan untuk hidup karena
adanya anggapan bahwa pendidikan selain sebagai alat,pendidikan juga berfungsi
sebagai pembaharuan hidup.
1)
Pendidikan
Sebagai Pertumbuhan
Menurut Dewey pertumbuhan merupakan suatu
perubahan tindakan yang berlangsung terus untuk mencapai suatu hasil selanjutnya.pertumbuhan
itu terjadi karena kebelummatangan. Ciri dari kebelummatangan adalah adanya
ketergantungan dan plastisitas si anak. Yang dimaksud plastisitas adalah
kemampuan belajar dari pengalaman,yang merupakan pembentukan kebiasaan
2)
Pendidikan
Sebagai Fungsi Sosial
Masyarakat
meneruskan,menyelamatkan sumber dan cita-cita masyarakat,dalam hal ini
lingkungan merupakan syarat bagi pertumbuhan dan fungsi pendidikan merupakan
“a process of leading and bringing up”
Sekolah sebagai alat tranmisi merupakan
suatu lingkungan khusus yang memiliki tiga fungsi yaitu :
·
Menyederhanakan dan menertibkan
factor-faktor bawaan yang dibutuhkan untuk berkembang
·
Memurnikan dan mengidealkan kebiasaan
masyarakat yang ada
·
Menciptakan suatu lingkungan yang lebih
luas dan lebih baik daripada yang diciptakan anak tersebut dan menjadi milik
mereka untuk dikembangkan.
c) Tujuan
pendidikan
Tujuan
pendidikan harus dihasilkan dari situasi kehidupan disekeliling anak dan
pendidik,harus fleksibel dan mencerminkan aktivitas bebas. Tujuan pendidikan
menurut pragmatisme bersifat temporer karena tujuan itu merupakan alat untuk
bertindak.apabila suatu tujuan telah tercapai,maka hasil tujuan tersebut
menjadi alat untuk mencapai tujuan berikutnya.
Beberapa
karakteristik tujuan pendidikan yang harus diperhatikan adalah:
·
Tujuan pendidikan hendaknya ditentukan
dari kegiatan yang didasarkan atas kebutuhan Intrinsic anak didik.
·
Tujuan pendidikan harus mampu memunculkan
suatu metode yang dapat mempersatukan aktivitas pengajaran yang sedang
berlangsung.
·
Tujuan pendidikan adalah spesifik dan
langsung.pendidikan harus tetap menjaga untuk tidak mengatakan yang berkaitan
dengan tujuan umum dan tujuan akhir
d) Proses
pendidikan
Menurut
pragmatisme pelajaran harus didasarkan atas fakta-fakta yang sudah
diobservasi,dipahami,serta dibicarakan sebelumnya. Bahan pelajaran harus
mengandung ide-ide yang dapat mengembangkan situasi untuk mencapai tujuan dan
harus ada hubungannya dengan materi pelajaran. Metode yang sebaiknya digunakan
dalam pendidikan adalah metode disiplin,bukan dengan kekuasaan.
Jadi
dalam proses belajar mengajar ada beberapa saran bagi guru yang harus
diperhatikan terutama dalam menghadapi siswa dalam kelas,yaitu :
·
Guru tidak boleh memaksakan suatu idea tau
pekerjaan yang tidak sesuai dengan minat dan Kemampuan siswa.
·
Guru hendaknya menciptakan suatu situasi
yang menyebabkan siswa akan merasakan ada-Nya suatu masalah yang ia hadapi
sehingga timbul minat untuk memcahkan masalah tersebut
·
Untuk membangkitkan minat anak hendaklah
guru mengenal kemampuan serta minat masing-masing siswa.
Jadi
tugas guru dalam proses belajar mengajar adalah sebagai fasilitator,memberi
dorongan dan kemudahan kepada siswa. Power mengemukakan implikasi filsafat
pendidikan pragmatisme terhadap pelaksanaan pendidikan sebagai berikut:
·
Tujuan
pendidikan
Memberi
pengalaman untuk penemuan hal-hal baru dalam hidup sosial dan pribadi.
·
Kedudukan
siswa
Suatu
organisme yang memiliki kemampuan yang luar biasa dan kompleks untuk tumbuh
·
Kurikulum
Berisi
pengalaman yang teruji yang dapat diubah,minat dan kebutuhan siswa yang dibawa
kesekolah dapat menentukan kurikulum
·
Metode
Metode
aktif yaitu learning by doing (belajar sambil bekerja)
·
Peran
guru
Mengawasi
dan membimbing pengalaman belajar siswa tanpa mengganggu minat dan kebutuhann
Imam
Bernadib. 2002. Filsafat
Pendidikan. Yogyakarta : Adicita Karya Nusa
Sadulloh,
uyoh. 2003. Pengantar Filsafat
Pendidikan. Bandung. Alfabeta.
Al Jawi, Muhammad Shiddiq, Dekonstruksi Pragmatisme, http://ayok.wordpress.com/2006/12/20/dekonstruksi-pragmatisme/, 1995, online pada 18 Oktober 2012.
Fadliyanur, Aliran Pragmatisme, http://fadliyanur.blogspot.com/2008/05/aliran-pragmatisme.html, 2008, online pada 18 Oktober 2012.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar