TUMBUH KEMBANG ANAK TUNARUNGU


A.    LATAR BELAKANG
            Anak memiliki  suatu ciri yang khas yaitu selalu tumbuh dan berkembang sejak saat konsepsi sampai berakhirnya masa remaja. Hal inilah yang membedakan anak dengan orang dewasa dalam bentuk kecil. Ilmu pertumbuhan dan perkembangan merupakan dasar ilmu kesehatan anak dan kedua istilah itu disatukan menjadi ilmu tumbuh kembang oleh karena meskipun merupakan proses  yang berbeda, keduanya tidak berdiri sendiri, tetapi saling berkaitan satu sama lain.
            Pertumbuhan ialah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta jaringan interseluler, berarti bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh dalam arti sebagian atau keseluruhan. Jadi bersifat kuantitatif sehingga dengan demikian dapat kita ukur dengan mempergunakan satuan panjang atau satuan berat.
            Perkembangan ialah bertambahnya kemampuan struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks, jadi bersifat kualitatif yang pengukurannya jauh lebih sulit daripada pengukuran pertumbuhan.
            Dengan demikian seorang anak bukanlah dewasa kecil. Oleh karena anak mempunyai ciri khas berbeda dengan orang dewasa baik anatomi, fisiologi maupun biokimia.
            Dalam hal ini, kita akan membahas mengenai karakteristik dan masalah perkembangan anak dengan gangguan pendengaran sehingga kita dapat memberikan bentuk layanan yang sesuai dengan kebutuhan dan permasalahan yang dhadapi anak, sesua dengan tahap-tahap perkembangannya.

B.     PENGERTIAN PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN
      Sebelum kita membahas lebih jauh, ada baiknya kita mengulas sedikit mengenai konsep dari pertumbuhan dan perkembangan itu sendiri.


1.      PERTUMBUHAN
a.      Pengertian pertumbuhan
Allen & Marots (2010:20), pertumbuhan mengacu pada perubahan fisik tertentu dan peningkatan ukuran tubuh anak. Bertambahnya jumlah sel-sel, dan juga semakin besarnya sel-sel yang sudah ada, menyebabkan peningkatan tinggi badan, berat badan, lingkar kepala, ukuran sepatu, panjang lengan dan kaki dan bentuk tubuh anak. Semua perubahan pertumbuhan ini dapat diukur secara langsung dan dapat dipercaya hasilnya.
Narendra,dkk (2002), Pertumbuhan ialah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta jaringan interseluler, berarti bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh dalam arti sebagian atau keseluruhan. Jadi bersifat kuantitatif sehingga dengan demikian dapat kita ukur dengan mempergunakan satuan panjang atau satuan berat.
Berdasarkan kedua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan merupakan perubahan yang terjadi pada diri manusia yang bersifat kuantitatif sehingga dapat diukur secara langsung.
Proses pertumbuhan ini terus berkelanjutan hampir sepanjang fase kehidupan, namun kecepatan pertumbuhannya bervariasi sesuai dengan tahapan usia. Contohnya, pertumbuhan berjalan cepat selama fase bayi dan remaja dan menjadi lebih lambat dan tidak terlalu dramatis pada anak usia sekolah. Bahkan pada usia lanjut, walaupun tidak terlalu pesat, tubuh terus menerus memperbaiki dan mengganti selnya.           
b.      Ciri-ciri pertumbuhan
           Narendra, dkk (2002), secara garis besar terdapat empat kategori perbahan sebagai ciri pertumbuhan yaitu:
·         Perubahan ukuran
           Perubahan ini secara jelas pada pertumbuhan fisik yang dengan bertambahnya umur anak terjadi pula penambahan berat badan, tinggi badan, lingkaran kepala dan lain-lain. Organ tubuh seperti jantunng, paru-paru atau usus akan bertambah besar, sesuai dengan peningkatan pertumbuhan tubuh.
·         Perubahan proporsi
           Selain bertambahnya ukuran-ukuran, tubuh juga memperlihatkan perubahan proporsi. Anak bukanlah dewasa kecil, tubuh anak memperlihatkan perbedaan proporsi bila dibandingkan dnegan tubuh orang dewasa. Proporsi tubuh seorang bayi baru lahir sangat berbeda dibandngkan tubuh anak ataupun orang dewasa. Pada bayi baru lahir, kepala relatif mempunyai proporsi yang lebih besar di banding dnegan umur-umur lainnya. Titik pusat tubuh bayi baru lahir kurang labih setinggi umbilikus, sedangkan pada orang dewasa titik pusat kurang labih setinggi simpisis pubis. Perubahan proporsi tubuh mulai usia kehamilan 2 bulan sampai dewasa
·         Hilangnya ciri-ciri lama
           Selama proses pertumbuhan terdapat hal-hal yang terjadi perlahan-lahan seperti menghilangnya kelenjer timus, lepasnya gigi susu dan menghilangnya refleks-refleks primitif.
·         Timbulnya ciri-ciri baru
           Timbulnya ciri-ciri baru ini adalah sebagai akibat pematangan fungsi-fungsi organ. Perubahan fisik yang penting selama pertumbuhan adalah munculnya gigi tetap yang menggantikan gigi susu yang telah lepas, dan munculnya tanda-tanda seks sekunder seperti tumbuhnya buah dada pada wanita, dll
2.      PERKEMBANGAN
a.      Pengertian perkembangan
            Allen & Marots (2010:20), perkembangan mengacu pada bertambahnya kompleksitas perubahan dari suatu yang sangat sederhana menjad suatu yang lebih rumit dan rinci. Proses ini meliputi kemajuan yang teratur sepanjang rangkaian yang berurutan atau jalur. Sedikit demi sedikit, pengetahuan, perilaku, dan keterampilan menjadi semakin baik dan berkembang. Pada dasarnya urutan perkembangan sama untuk semua anak. Namun kecepatan perkembangan sangat beragam pada masing-masing anak.
            Narendra, dkk (2002), Perkembangan ialah bertambahnya kemampuan struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks, jadi bersifat kualitatif yang pengukurannya jauh lebih sulit daripada pengukuran pertumbuhan.
            Berdasarkan kedua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa perkembangan merupakan perubahan yang sifatnya kualitatif yaitu perubahan progresif, koheren dan terarur.
b.      Ciri-ciri perkembangan
            Narendra, dkk (2002:7) ciri-ciri perkembangan adalah:
·         Perkembangan melibatkan perubahan
Karena perkembangan terjadi bersamaan dengan pertumbuhan, maka setiap pertumbuhan diserta dengan perubahan fungsi. Perkembangan sistem reproduksi misalnya, disertai dengan perubahan pada organ kelamin, perkembangan inteligensia menyertai pertumbuhan  otak dan serabut saraf. Perubahan-perubahan ini meliputi perubahan ukuran tubuh secara umum, perubahan proporsi tubuh, berubahnya ciri-ciri lama dan timbunya ciri-ciri baru sebagai tanda kematangan suatu organ tubuh tertentu.
·         Perkembangan awal menentukan pertumbuhan selanjutnya
Seseorang tidak akan bisa melewati suatu tahap perkembangan sebelum ia melewati tahapan sebelumnya. Sebagai contoh, seorang anak tidak akan bisa berjalan sebelum ia bisa berdiri.  Karena it perkembangan awal ini merupakan masa kritis karena akan menentukan perkembangan selanjutnya.
·         Perkembangan mempunya pola yang tetap
           Perkembangan fungsi organ tubuh terjadi menurut dua hukum yang tetap yaitu:
-          Perkembangan terjadi lebih dahulu  di daerah kepala, kemudian mengarah ke arah kaudal. Pola ini disebut pola sefalokaudal
-          Perkembangan terjadi lebih dahulu di daerah proksimal (gerakan kasar) lalu berkembang ke bagian distal seperti  jari-jari yang mempunyai kemampuan dalam gerakan halus. Pola ini disebut pola proksimodistal
·         Perkembangan memiliki tahap yang berurutan
           Tahap ini dilalui seorang anak mengikuti pola yang teratur dan berurutan, tahap-tahap tersebut tidak bisa terjadi terbalik, misalnya nak terlebih dahulu mampu membuat lingkaran  sebelum mampu membuat gambar kotak, berdiri sebelum berjalan dan sebagainya.
·         Perkembangan mempunyai kecepatan yang berbeda
           Seperti halnya pertumbuhan, perkembangan berlangsung dalam kecepatan yang berbeda-beda. Kaki dan tangan berkembang pesat pada awal masa remaja, sedangkan bagian tubuh yang lain mungkin berkembang pesat pada masa lainnya.
·         Perkembangan berkorelasi dengan pertumbuhan
           Pada saat pertumbuhan berlangsung cepat, perkembangan pun demikian, terjadi peningkatan mental, ingatan, daya nalar, asosiasi dan lain-lain.

C.    PENGERTIAN DAN KLASIFIKASI ANAK TUNARUNGU
1.      Pengertian anak tunarungu
      Nakata (2005) dalam Rahardja & Sujarmanto (2010:36) mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan tunarungu adalah mereka yang mempunyai kemampuan mendengar di kedua telinganya hampir di atas 60dB, yaitu mereka yang tidak mungkin atau kesulitan secara signifikan untuk memahami suara pembicaraan normal meskipun dengan mempergunakan aat bantu dengar atau alat-alat yang lainnya. Ketajaman pendengaran tersebt diukur dengan menggunakan audiometer standar industri jepang.
      Dalam buku panduan penddikan inklusif yang yang dikeluarkan oleh direktorat pembinaan sekolah luar biasa (2004:1) dalam Rahardja & Sujarwanto (2010:37) dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan tunarungu adalah kehilangan seluruh atau sebagian daya pendengarannya sehingga tidak atau kurang mampu berkomunikasi secara verbal, dan walaupun telah diberikan pertolongan dengan alat bantu dengarmash tetap memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
      Berdasarkan kedua defenisi di atas, dapat disimpulkan bahwa anak tunarungu adalah mereka yang mengalami kehilangan pendengaran baik sebagian maupun seluruhnya yang menyebabkan pendengarannya tidak memiliki nilai fungsional di dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mengalami hambatan dalam perkembangan bahasanya.
2.      Klasifikasi anak tunarungu
a.      Klasifikasi secara etiologis
            Yaitu pembagian berdasarkan sebab-sebab, dalam hal ini penyebab ketunarunguan ada beberapa faktot yaitu:
1)      Pada saat sebelum dilahirkan
·         Salah satu atau kedua orangtua anak menderita tunarungu atau mempunyai gen sel pembawa sifat abnormal,  mislnya dominat genes, recesive gen, dan lain-lain.
·         Karena penyakit, sewaktu ibu mengandung terserang suatu penyakit terutama penyakit-penyakit yang diderita pada saat kehamilan tri semester pertama yaitu pada saat pembentukan ruangelinga. Penyakit itu ialah rubella, moribili, dan lain-lain
·         Karena keracunan obat-obatan, pada suatu kehamilan, ibu meminun obat-obatan terlalu banyak, ibu seorang pecandu alkohol, atau ibu tidak menghendaki kehadiran anaknya sehingga ia meminum obat penggugur kandungan, hal ini akan dapat menyebabkan ketunarunguan pada anak yang dilahirkan.
2)      Pada saat kelahiran
·         Sewaktu melahirkan, ibu mengalami kesulitan sehingga persalinan  dibantu dengan penyedotan (tang)
·         Prematuritas, yakni bayi yang lahir sebelum waktunya.
3)      Pada saat setelah kelahiran
·         Ketulian yang terjadi karena infeksi, misalnya infeksi pada otak (meningitis) atau infeksi umum seperti difteri, morbili, dan lain-lain.
·         Pemakaian obat-obatan ototoksi pada anak-anak
·         Karena kecelakaan yang mengakibakan kerusakan alat pendengaran bagian dalam, misalnya jatuh.
b.      Klasifikasi menurut tarafnya
            Klasifikasi menurut tarafnya dapat diketahui dengan tes audiometris. Untuk kepentingan pendidikan ketunarunguan diklasifikasikan sebagai berikut:
            Andreas Dwidjosumarto (1990:1) dalam Somantri (2007:95) mengemukakan:
·         Tingkat I, kahilangan kemampuan mendengar antara 35 sampai 54 dB, penderita hanya memerlukan latihan berbicara dan bantuan mendengar secara khusus.
·         Tingkat II, kehilangan kemampuan mendengar antara 55-69 dB, penderita kadang-kadang memerlukan penempatan sekolah secara khusus, dalam kebiasaan sehari-hari memerlukan latihan berbicara dan bantuan latihan berbahasa secara khusus.
·         Tingkat III, kehilangan kemampuan mendengar antara 70-89 dB
·         Tingkat IV, kehilangan kemampuan mendengar 90 dB ke atas.
           Penderita tingka I dan II dikatakan mengalami ketulian.  Dalam kebiasaan sehari-har mereka sesekali latihan berbicara, mendengar dan berbahasa, dan memerlukan pendidikan layanan secara khusus. Anak yang kehilangan kemampuan mendengar dari tingkat III dan IV pada hakekatnya memerlukan pelayanan pendidikan khusus.

D.    PENGARUH PENDENGARAN PADA PERKEMBANGAN BICARA DAN BAHASA

      Perkembangan bahasa dan bicara berkaitan erat dengan ketajaman pendengaran. Akibat terbatasnya ketajaman pendengaran, anak tunarungu tidak mampu mendengar dengan baik. Dengan demikian pada anak tunarungu tida terjadi proses peniruan suara setelah masa meraban, proses peniruannya hanya terbatas pada peiruan visual. Selanjutnya dalam perkembangan bicara dan bahasa, anak tunarungu memrlukan pembinaan secara khusus dan intensif sesua dengan kemampuan dan taraf keturunguannya.
      Bahasa merupakan alat komunikasi yang dipergunakan manusia dalam mengadakan hubungan dengan sesamanya. Hal ini berarti bila sekelompok manusia memiliki bahasa yang sama, maka mereka akan dapat saling bertukar pikiran mengenai segala sesuatu yang dialami secara konkret maupun yang sukar mengambil bagian dalam kehidupan sosial mereka, sebab hal tersebut terutama dilakukan dengan media bahasa. Dengan demikian bila kita memiliki kemampuan berbahasa berarti kita memiliki media untuk berkomunikasi.
      Bahasa mempunyai fungsi dan peranan pokok sebagai media untuk berkomunikasi. Dalam fungsinya dapat pula dibedakan berbagai peran lain dari bahasa seperti:
·         Bahasa sebagai wahana untuk mengadakan kontak/ hubungan
·         Untuk mengungkapkan perasaan, kebutuhan, dan keinginan
·         Untuk mengatur dan menguasai tingkah laku orang lain
·         Untuk pemberian informasi
·         Untuk memperoleh pengetahuan (depdikbud, 1987:27)
Dengan demikian bila seorang anak memiliki kemampuan bebahasa, mereka akan memiliki sarana untuk mengembangkan segi sosial, emosional, maupun intelektualnya. Mereka akan memiliki kemampuan untuk mengungkapkan perasaan dan keinginannya terhadap sesama, dapat  memperoleh pengetahuan, dan saling bertukar pikiran.
Perkembangan kemampuan bahasa dan komunikasi anak tunaarungu terutama yang tergolong tunarungu total tentu tidak mungkin untuk sampai pada penguasaan bahasa melalui pendengarannya, melainkan harus melalui penglihatannya dan memanfaatkan sisa pendengarannya, oleh sebab itu,, komunikasi bagi anak tunarungu mempergunakan segala aspek yang ada pada dirinya.
Somantri (2007:97), adapun beberapa media komunikasi yang dapt digunakan  sebagai berikut
·         Bagi anak tunarungu yang mampu bicara, tetap menggunakan bicara sebagai media dan membaca ujaran sebagai sarana penerimaan dari pihak anak tunarungu
·         Menggunakan media tulisan dan membaca sebagai sarana penerimaannya
·         Menggunakan isyarat sebagai media
Lebih lanjut Leigh (1994) mengemukakan bahwa masalah utama kaum tunarungu bukan terletak pada tidak dikuasainya suatu sarana komunikasi lisan melainkan akibat hal tersebut terhadap perkembangan kemampuan berbahasanya secara keseluruhan yaitu mereka tidak atau kurang mampu dalam memahami lambang dan aturan bahasa. Secara lebih spesifik, mereka tidak mengenal atau mengerti lambang/kode atau “nama” yang digunakan lingkungan guna mewakili benda-benda, peristiwa kegiatan, dan perasaan serta tidak memahami aturan/system/tata bahasa. Keadaan ini terutama diderita anak tunarungu yang mengalami ketulian sejak lahir atau usia dini (tuli pra bahasa).
Van Uden (1997) menjelaskan proses penguasaan bahasa seseorang (pendengaran normal) sejak lahir sampai menguasai bahasa adalah sebagai berikut:
·         tahap prelingual (pra bahasa) sejak lahir sampai usia 1,6 tahun merupakan masa sebelum kemampuan berbahasa berkembang, walaupun anak menggunakan tanda-tanda (signal) tertentu seperti menangis, menunjuk dan mulai memahami lambang yang digunakan lingkungan sekitar, namun mereka sendiri belum mengembangkan suatu sistem lambang.
·         Tahap interlingual (antar-bahasa) merupakan masa antara, dimana anak mulai mengembangkan suatu sistem lambang yang sebagian sudah sama dengan sistem lambang yang digunakan lingkungannya namun untuk sebagian masih berbeda.
·         Tahap postlingual (purna-bahasa), sejak usia 3 tahun anak akan makin memahami dan menerapkan secara tepat aturan bahasa sebagaimana berlaku di lingkungannya sehingga sewaktu berusia 4 tahun sampai akhir memasuki tahap purna bahasa.
Untuk anak tunarungu yang seusia dengan anak normal meskipun sudah dididik dengan baik sejak usia dini, proses penguasaan bahasanya mengalami perbedaan mencolok. Anak dengar pada usia 4 tahun sudah memasuki tahap penguasaan bahasa sedangkan bagi anak tuli hal itu baru dicapai pada usia 12 tahun.

E.     PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK TUNARUNGU
      Pada umumnya inteligensi anak tunarungu secara potensial sama dengan anak normal, tetapi secara fungsional perkembangannya dipengaruhi oleh tingkat kemampuan berbahasanya, keterbatasan informasi, dan kiranya daya abstraksi anak. Akibat ketunarunguannya menghambat proses pencapaian pengetahuan yang lebih luas. Dengan demikian perkembangan inteligensi secara fungsional terhambat. Perkembangan kognitif anak tunarungu sangat dipengaruhi oelh perkembangan bahasa, sehingga hambatan pada bahasa akan menghambat perkembangan inteligensi anak tunarungu.
      Kerendahan tingkat inteligensi anak tunarungu bukan berasal dari hambatan intelektualnya yang rendah melainkan secara umum karena inteligensinya tidak mendapat kesempatan untuk berkembang. Pemberian bimbingan yang teratur terutama dalam kecakapan berbahasa akan dapat membantu perkembangan inteligensi anak tunarungu. Tidak semua aspek inteligensi anak tunarungu terhambat. Aspek inteligensi yang terhambat perkembangannya ialah yang bersivat verbal, mislanya merumuskan pengertian, menghubungkan, menarik kesimpulan, dan meramalkan kejadian.
      Helen Keller sebagai penyandang tunanetra dan tunarungu, menggambarkan kondisi ketunarunguan, sebagai berikut: “…ketulian merupakan bencana yang lebih besar (daripada kebutaan) karena berarti kehilangan rangsangan yang paling vital bagi seseorang yaitu suara manusia yang membawa bahasa,  yang dapat menggugah/merangsang pikiran dan menempatkan kita dalam jajaran manusia intelektual.”.
      Pendapat tersebut didasarkan kepada pengalaman pribadi tentang hubungan antara pikiran dan bahasa, yang kemudian dipertegas oleh berbagai ahli. Bahasa merupakan sistem lambang yang digunakan untuk berkomunikasi,  sehingga antara pikiran dan bahasa lebih bersifat timbal balik serta interaktif, artinya perkembangan kognitif dapat mempengaruhi penguasaan bahasa dan bahasa dapat mempengaruhi kognisi. Meskipun tidak semua pikiran secara global akan mempengaruhi keseluruhan aspek bahasa dan sebaliknya (Cromer, 1988) dalam (Imas Diana Aprilia,....). Ada aspek pikiran tertentu yang berkembang secara bebas dari bahasa, namun beberapa aspek lainnya sangat dipengaruhi bahasa. 
      Kemiskinan bahasa dan terbatasnya pengalaman pada anak tunarungu akan menghambat perkembangan kemampuan mereka untuk berpikir logis. Sedangkan kemampuan anak tunarungu pada tahap awal, yaitu tahap sensorimotor, tidak menunjukkan perbedaan yang berarti dengan anak dengar yang seusia (Paul & Jackson, 1994) (Imas Diana Aprilia,....). Meskipun begitu Oleron (1953); Marschark (1988) dalam Bunawan (2000:17) (Imas Diana Aprilia,....) menyatakan bahwa bahasalah merupakan faktor yang langsung dapat memberi pengaruh terhadap perkembangan kognitif karena bahasa akan mempermudah anak dalam memahami konsep-konsep. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak tunarungu yang berhasil mencapai tahap kognitif operasional konkrit memiliki kemampuan tata bahasa dan kemampuan baca tulis yang lebih  baik (Parasnis & Long, 1979) (Imas Diana Aprilia,....). Sedangkan pada tahap formal, penampilan anak tunarungu menunjukkan terlalu banyak variabilitas sehingga tidak diperoleh gambaran yang jelas tentang kemampuan mereka. Sampai pada tahapan akhir dari perkembangan kognitif, yaitu operasional formal, anak tunarungu akan jauh ketinggalan dibandingkan anak mendengar yang seusia, yaitu menunjukkan keterlambatan 2 sampai 4 tahun.
      Sebagai kesimpulan dapat dikatakan bahwa dalam mengerjakan tugas (berdasarkan tahapan perkembangan kognitif Piaget), anak tunarungu (tuli) dapat menunjukkan kesamaan prestasi dengan anak mendengar bila tugas-tugas itu menuntut perhatian visual dan persepsi seperti misalnya seriasi. Namun bila tugas-tugas itu menuntut perhatian visual dan persepsi (seperti pada tugas konservasi) maka ketergantungan pada persepsi visual akan mengakibatkan kurangnya konseptualisasi. Apalagi dalam tahap operasional konkrit dan formal  menuntut daya abstraksi dan penalaran yang memerlukan kemampuan bahasa yang memadai, prestasi mereka akan makin memprihatinkan. 
      Implikasinya adalah dengan mengadakan perubahan dalam petunjuk tugas, memberikan lebih banyak keterangan daripada yang dilakukan terhadap anak mendengar, penampilan anak tunarungu dapat diperbaiki dalam arti memperkecil perbedaannya dengan prestasi anak mendengar. Maka Furth menyimpulkan bahwa keterlambatan anak tunarungu dalam bidang kognitif lebih disebabkan kurangnya pengalaman dalam dunia nyata dan bahwa hal ini secara tidak langsung merupakan akibat kemiskinan bahasanya yang membatasi mereka dalam kesempatan mengembangkan interaksi dan dengan demikian membatasi pengalamannya pula.
      Untuk lebih mengetahui perbedaan perkembangan kognitif anak tunarungu dengan anak normal pada umumnya, maka sebaiknya kita berlandaskan pada profil perkembangan kognitif anak pada umumnya. Allen & Marots (2010) berikut fase-fase perkembangan kognif anak sesuai dengan usianya:
Fase bayi (0-1 tahun)
1.      Pendengaran adalah keterampilan yang paling baik perkembangannya
2.      Tanggap terhadap sentuhan
3.      Mempunyai penciuman yang tajam pada saat lahir. Akan menjauhi ba yang menyengat dan tidak enak
4.      Melihat pada arah sumber suara
5.      Terus menerus menatap ke arah benda bergerak walaupun sudah menghilang
6.      Dapat membedakan wajah orangtuanya dengan wajah orang yang tidak dikenal
7.      Menoleh dn mencari sumber suara dan bunyi yang tidak asing
8.      Masih memasukkan segala sesuatu ke mlut
9.      Menirukan gerakan seperti lambaian selamat tinggal, dan bermain ci-luk-ba
10.  Mengikuti instruksi sederhana
11.  Menirukan kegiatan
12.  Mencari mainan yang tersembunyi
Fase kanak-kanak
*      dibawah 3 tahun
1.      menikmati kegiatan menyembunyikan benda
2.      senang melihat-lihat buku bergambar
3.      memamerkan atau menawarkan mainan untuk dilihat oleh orang lain
4.      melakukan arahan dan perintah sederhana
5.      mengenali dan mengekspresikan rasa sakit
6.      mulai menggunakan benda dengan tujuan yang jelas
*      usia 3-5 tahun
1.      mendengarkan dnegan penuh perhatian pada cerita yang sesuai dnegan umurnya
2.      senang melihat buku dan pura-pura membacakan cerita pada orang lain
3.      bermain dnegan realistis
4.      mengetahui perbedaan dua kata yang pengucapannya mirip
5.      mengenali dan menunjukkan bagian dari puzzle yang hilang
6.      menumpuk paling sedikit 5 kubus yang ukurannya bertahap dari yang besar sampai yang terkecil
7.      mengerti dan menunjukkan knsep berbentuk dan berukuran sama
8.      mengenali angka 1-10
9.      mengenali dan bisa menyebutkan satuan mata uang
Fase kanak-kanak usia dini
*      usia 6-8 tahun
1.      memahami konsep seperti petunjuk waktu sederhana
2.      menyukai tatangan puzzle
3.      menyebutkan dan mengangkat tangan kanan dan kirinya dengan benar dan cukup konsisten
4.      memahami konsep ruang dan waktu
5.      meningkatkan pemahamannya mengenai sebab akibat
6.      tidak kesulitan lagi dalam membaca
7.      mulai tertarik dengan apa yang dipikirkan dan dilakukan orang lain
8.      menambah dan mengurangkan angka beberapa digit
*      usia 9-12 tahun
1.      mengembangkan kemampuannya untuk membuat penalaran lebih berdasarkan logika
2.      menyukai tantangan aritmatika
3.      menunjukkan pemahaman yang lebih baik mengenai hukum sebab akibat
4.      mulai berfikir dnegan cara yang lebih abstrak
5.      menerima pemikiran bahwa masalah bisa diselesaikan dengan baik
6.      menyukai tantangan, pemecahan masalah, dan penelitian.

F.     PERKEMBANGAN EMOSI ANAK TUNARUNGU
            Kekurangan akan pemahaman bahasa lisan ata tlisan seringkali menyebabkan anak tunarungu menafsirkan sesuatu secara negatif atau salah dan ini sering menjadi tekanan bagi emosinya. Tekanan pada emosinya itu dapat menghambat perkembangan pribadinya dengan menampilkan sikap menutup diri, bertindak agresif, atau sebaliknya menampakkan keseimbangan dan keragu-raguan.
            Emosi anak tunarungu selalu bergolak di satu pihak karena kemiskinan bahasanya dan di pihak lain karena pengaruh dari luar yang diterimanya. Anak tunarungu bila ditegur oleh orang yang tidak dikenalnya akan tampak resah dan gelisah.
            Untuk lebih mengetahui sejauh mana perbedaan perkembangan emosi anak tunarungu dengan anak pada umumnya, maka ada baiknya jika kita melihat fase-fase perkembangan emosional anak pada umumnya sesuai dengan perkembangan usianya.
            Perkembangan emosi pada anak akan mengikuti perkembangan usia kronologisnya. Artinya bahwa, perkembangan emosi pada anak selalu mengikuti dan berkembang sesuai dengan perkembangan dan pertambahan usianya. Perkembangan emosi pada anak bayi akan terus berkembang hingga anak menjadi remaja, dan terus berkembang menjadi dewasa.
            Di bawah ini akan diberikan ilustrasi perkembang emosi pada anak mulai dari bayi, hingga memasuki usia remaja. Perkembangan emosi pada anak akan di bagi menjadi beberapa fase dibawah ini: http://www.psychologymania.com/2012/06/perkembangan-emosi-pada-anak_30.html
Perkembangan Emosi Pada Anak Bayi Hingga Usia 18 Bulan 
1.    Pada fase ini, bayi butuh belajar dan mengetahui bahwa lingkungan di sekitarnya aman dan familier. Perlakuan yang diterima pada fase ini berperan dalam membentuk rasa percaya diri, cara pandangnya terhadap orang lain serta interaksi dengan orang lain. Contoh ibu yang memberikan ASI secara teratur memberikan rasa aman pada bayi.
2.    Pada minggu ketiga atau keempat bayi mulai tersenyum jika ia merasa nyaman dan tenang. Minggu ke delapan ia mulai tersenyum jika melihat wajah dan suara orang di sekitarnya.
3.    Pada bulan keempat sampai kedelapan bayi mulai belajar mengekspresikan emosi seperti gembira, terkejut, marah dan takut. Pada bulan ke-12 sampai 15, ketergantungan bayi pada orang yang merawatnya akan semakin besar. Ia akan gelisah jika ia dihampiri orang asing yang belum dikenalnya. Pada umur 18 bulan bayi mulai mengamati dan meniru reaksi emosi yang di tunjukan orang- orang yang berada di sekitar dalam merespon kejadian tertentu.
Perkembangan Emosi pada Anak Usia 18 bulan sampai 3 tahun 
1.    Pada fase ini, anak mulai mencari-cari aturan dan batasan yang berlaku di lingkungannya. Ia mulai melihat akibat perilaku dan perbuatannya yang akan banyak mempengaruhi perasaan dalam menyikapi posisinya di lingkungan. Fase ini anak belajar membedakan cara benar dan salah dalam mewujudkan keinginannya.
2.    Pada anak usia dua tahun belum mampu menggunakan banyak kata untuk mengekspresikan emosinya. Namun ia akan memahami keterkaitan ekspresi wajah dengan emosi dan perasaan. Pada fase ini orang tua dapat membantu anak mengekspresikan emosi dengan bahasa verbal. Caranya orang tua menerjemahkan mimik dan ekspresi wajah dengan bahasa verbal.
3.    Pada usia antara 2 sampai 3 tahun anak mulai mampu mengekspresikan emosinya dengan bahasa verbal. Anak mulai beradaptasi dengan kegagalan, anak mulai mengendalikan prilaku dan menguasai diri.
Perkembangan Emosi pada Anak Usia antara 3 sampai 5 tahun 
1.    Pada fase ini anak mulai mempelajari kemampuan untuk mengambil inisiatif sendiri. Anak mulai belajar dan menjalin hubungan pertemanan yang baik dengan anak lain, bergurau dan melucu serta mulai mampu merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain.
2.    Pada fase ini untuk pertama kali anak mampu memahami bahwa satu peristiwa bisa menimbulkan reaksi emosional yang berbeda pada beberapa orang. Misalnya suatu pertandingan akan membuat pemenang merasa senang, sementara yang kalah akan sedih.
Perkembangan Emosi pada Anak Usia antara 5 sampai 12 tahun 
1.    Pada usia 5-6 anak mulai mempelajari kaidah dan aturan yang berlaku. Anak mempelajari konsep keadilan dan rahasia. Anak mulai mampu menjaga rahasia. Ini adalah keterampilan yang menuntut kemampuan untuk menyembunyikan informasi- informasi secara.
2.    Anak usia 7-8 tahun perkembangan emosi pada masa ini anak telah menginternalisasikan rasa malu dan bangga. Anak dapat menverbalsasikan konflik emosi yang dialaminya. Semakin bertambah usia anak, anak semakin menyadari perasaan diri dan orang lain.
3.    Anak usia 9-10 tahun anak dapat mengatur ekspresi emosi dalam situasi sosial dan dapat berespon terhadap distress emosional yang terjadi pada orang lain. Selain itu dapat mengontrol emosi negatif seperti takut dan sedih. Anak belajar apa yang membuat dirinya sedih, marah atau takut sehingga belajar beradaptasi agar emosi tersebut dapat dikontrol (Suriadi & Yuliani, 2006).
4.    Pada masa usia 11-12 tahun, pengertian anak tentang baik-buruk, tentang norma-norma aturan serta nilai-nilai yang berlaku di lingkungannya menjadi bertambah dan juga lebih fleksibel, tidak sekaku saat di usia kanak-kanak awal. Mereka mulai memahami bahwa penilaian baik-buruk atau aturan-aturan dapat diubah tergantung dari keadaan atau situasi munculnya perilaku tersebut. Nuansa emosi mereka juga makin beragam.
Pembagian perkembangan emosi pada anak diatas menjadi beberapa fase, dimaksudkan untuk mengetahui fase-fase perbedaan emosi anak anak normal pada umumnya dengan anak tunarungu sesuai dnegan realita yang kita lihat dalam kehidupan sehari-hari.

G.    PERKEMBANGAN SOSIAL ANAK TUNARUNGU
      Manusia sebagai makhluk sosial selalu memerlukan kebersamaan dengan orang lain. Demikian pula anak tunarungu, ia tidak terlepas dari kebutuhan tersebut. Akan tetapi karena mereka memiliki kelainan dalam segi fisik, biasanya akan menyebabkan suatu kelainan dalam penyesuaian diri terhadap lingkungan. Pada umumnya lingkungan melihat mereka sebagai individu yang memiliki kekurangan dan menilainya sebagai seseorang yang kurang berkarya. Dengan penilaian lingkungan yang demikian, anak tunarungu merasa benar-benar kurang berharga. Dengan penilaian dan lingkungan yang demikian juga memberikan pengaruh yang benar-benar besar terhadap perkembangai fungsi sosialnya. Dengan adanya hambatan dalam perkembangan sosial ini mengakibatkan pula minimalnya penguasaan bahasa dan kecenderungan menyendiri serta memiliki siifa egosentnis.
      Faktor sosial dan budaya meliputi pengertian yang sangat luas, yaitu lingkungan hidup di mana anak berinteraksi.  Interaksi antara individu dengan kelompok, keluarga, dan masyarakat. Untuk kepentingan anak tunarungu, seluruh anggota keluarga, guru, dan masyarak di sekitarnya hendaknya berusaha mempelajari dan memahami keadaan mereka karena hal tersebut dapat menghambat perkembangan kepribadi yang negatif pada diri anak tunarungu.
      Kita harus berhati-hati jika ada pendapat bahwa ketunaan seperti tunarungu biasanya mengakibatkan kelainan dalam penyesuaian diri terhadap Iingkungannya. Kalaupun terjadi, hal itu bukanlah sebagai akibat dari kelainannya itu semata. Sebab kelainan fisik hanyalah merupakan variasi dalam kelainan psikologis. Jadi bukanlah reaksi langsurg, melainkan hanya akibat reaksi anak dan lingkungannya tidak memahami keadaan.
      Anak tunarungu banyak dihinggapi kecemasan karena menghadapi Iingkungan yang beraneka ragam, hal seperti ini aka membingungkan anak tunarungu. Anak tunarungu sering mengalami berbagai konflik, kebingungan, dan ketakutan karena ia sebenarnya hidup dalam Iingkungan yang bermacam-macam.
      Sudah menjadi kejelasan bagi kita bahwa hubungan sosial banyak ditentukan oleh komunikasi antara seseorang dengan orang lain. Kesulitan komunikasi tidak bisa dihindari. Namun bagi anak tunarungu tidaklah demikian karena anak ini mengalami hambatan dalam berbicara. Kemiskinan bahasa membuat dia tidak mampu terlibat secara baik dalam situasi sosialnya. Sebaliknya, orang lain akan sulit memahami perassan dan pikirannya.

H.    PERKEMBANGAN PERILAKU ANAK TUNARUNGU
      Kepribadian pada dasarnya merupakan keseluruhan sifat dan sikap pada seseorang yang menentukan cara-cara yang unik dalam penyesuaiannya dengan lingkungan. Oleh karena itu banyak ahli berpendapat perlu diperhatikannya masalah penyesuaian seseorang agar kita mengetahui bagaimana kepribadiannya. Demikian pula anak tunarungu, untuk mengetahui keadaan kepribadiannya, perlu kita perhatikan bagaimana penyesuaian diri mereka.
      Perkembangan kepribadian banyak ditentukan oleh hubungan antara anak dan orang tua terutama ibunya. Lebih-lebih pada masa awal perkembangannya. Perkembangan kepribadian terjadi dalam pergaulan atau perluasan pengalaman pada umumnya dan diarahkan pada faktor anak sendiri. Pertemuan antara faktor-faktor dalam diri anak tunarungu, yaitu ketidakmampuan menerima rangsang pendengaran, kemiskinan berbahasa, ketidaktetapan emosi, dan keterbatasan inteligensi dihubungkan dengan sikap Iingkungan terhadapnya dalam menghambat perkembangan kepribadiannya.

I.       MASALAH DAN DAMPAK KETUNARUNGUAN BAGI KELUARGA, MASYARAKAT DAN PENYELENGGARA PENDIDIKAN

1.      Bagi anak tunarungu sendiri
            Anak tunarungu sulit mengartikan kata- kata yang mengandung kiasan, adanya ganguan bicara, maka hal- hal itu merupakan sumber masalah pokok bagi anak tersebut
2.      Bagi keluarga
            Lingkungan keluarga merupakan factor yang mempunyai pengaruh penting dan kuat terhadap perkembangan anak trauma atau anak luar biasa. Anak ini memiliki hambatan sehinga mereka sulit menerima norma lingkungannya tidak mudah bagi orang tua untuk menerima kenyataan bahwa anaknya menderita kelainan atau cacat. Reaksi orang tua menghetahui bahwa anaknya menderita tunarunggu adalah merasa terpukul dan bingung dan timbulnya rasa bersalah.
3.      Bagi Masyarakat.
            Pada umunya orang masih berpendapat bahwa ank tunarungu tidak dapat berbuat apapun. Pandangan semacam ini sangat merugikan anak tunarungu untuk memperoleh lapangan kerja, dan dia bersaing dengan orang normal. Sulit mendapatkan lapangan kerja mengakibat kecemasan baik dari anak itu sendiri maupun dari keluarganya, sehingga lembaga pendidikan dianggap tidak dapat berbuat sesuatu karena ank tidak dapat berkerja sebagaimana biasanya.
4.      Bagi Penyelengara Pendidikan
            Persoalan baru yang perlu mendapat perhatian jika anak tunarungu tetap saja harus sekolah pada sekolah khusus (SLB), adalah jika anak- anak tunarungu itu tempatnya jauh dari SLB,maka tentu saja mereka tidak dapat bersekolah. Usaha lain muncul dengan di dirikan asrama di samping sekolah khusus itu. Usaha lainnya yang mungkin akan dapat mendorong anak tunarungu dapat bersekolah dengan cepat adalah mereka mengikuti pendidikan pada sekolah normal atau biasa dan di sediakan program- program khusus bila mereka tidak mampu mempelajari bahan pelajaran seperti anak normal.
DAFTAR PUSTAKA

Allen & Marotz. 2010. Profil Perkembangan Anak. Indeks
Narendra, dkk. 2002. Tumbuh Kembang Anan dan Remaja. Jakarta. Ikatan Dokter Anak Indonesi & Sagung Seto
Rahardja & Sujarwanto. 2010. Pengantar Pendidikan Luar Biasa. (Orthopedagogik). Surabaya. Universitas Negeri Surabaya.
Somantri. 2007. Psikolgi Anak Luar Biasa. Bandung. PT. Reflika Aditama