KEBIJAKAN-KEBIJAKAN BARU DALAM BIDANG PENDIDIKAN PERSEKOLAHAN DI BARAT DAN DI INDONESIA Perbandingan Dari Segi Kurikulum Pendidikan Sekolah Dasar Pada Negara Indonesia dan Finlandia

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pendidikan yang terjadi dalam lingkungan pendidikan formal, memiliki rancangan pendidikan berupa kurikulum tertulis (writen curriculum) yang tersusun secara sistematis, jelas, dan rinci. Dalam pelaksanaannya, dilakukan pengawasan dan penilaian untuk mengetahui tingkat pencapaian   kurikulum dalam pendidikan formal di sekolah sangatlah strategis dan menentukan bagi tercapainya tujuan pendidikan.
Kurikulum juga memiliki kedudukan dan posisi yang sangat sentral dalam keseluruhan proses pendidikan, bahkan kurikulum merupakan syarat mutlak dan bagian yang tak terpisahkan dari pendidikan itu sendiri. Sangat sulit dibayangkan bagaimana bentuk pelaksanaan suatu pendidikan di suatu lembaga pendidikan yang tidak memiliki kurikulum tak terkecuali di tingkat sekolah dasar.
Melihat kurikulum memiliki peranan yang penting dalam bidang pendidikan termasuk dalam Sekolah dasar maka, berikut akan dipaparkan bagaimana perbandingan implemetasi kurikulum pendidikan sekolah dasar di Indonesia dan Finlandia Sebagai negara yang menempati urutan 1 di dunia dalam bidang pendidikan

B.     Permasalahan
             Adapun permasalahan dalam penulisan makalah ini antara lain:
1.      Bagaimanakan kurikulum pendidikan sekolah dasar di Indonesia?
2.      Bagaimanakah kurikulum pendidikan sekolah dasar di Finlandi?

C.    Tujuan Penulisan
Berdasarkan permasalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah ntuk mengetahui:
1.      Kurikulum pendidikan sekolah dasar di Indonesia
2.      Kurikulum pendidikan sekolah dasar di Finlandi
BAB II
PEMBAHASAN

                Kurikulum pendidikan Finlandia tidak sepadat kurikulum yang diberlakukan di  negara-negara lainnya, khususnya negara Asia. Anak-anak di Finlandia menghabiskan waktu lebih sedikit di sekolah dibandingkan anak-anak di negara lain. Jam istirahat sekolah juga lebih panjang, yakni 75 menit, dibandingkan dengan negara seperti Amerika yang membatasi waktu 30 menit istirahat. Mereka juga diberikan tugas yang lebih sedikit. Selain itu, anak-anak Finlandia memulai pendidikan akademik di usia 7 tahun, berbeda dengan kebanyakan negara yang memulai pendidikan akademik anak-anak di usia yang lebih muda. Bagaimana Finlandia mampu menuai sukses di dunia pendidikan dengan kurikulumnya yang terkesan “malas”?
            Prinsip kurikulum pendidikan Finlandia adalah” Less is More“. Sekolah berfungsi sebagai tempat belajar dan eksplorasi potensi dimana sekolah menjadi lingkungan yang relaks dan tidak terlalu mengikat siswanya dengan jam belajar dan kapasitas tugas yang tidak terlalu membebani siswa. Di samping itu, tidak ada sistem peringkat untuk prestasi akademik dan ujian standarisasi dari tingkat sekolah dasar sampai dengan menengah pertama. Para siswa juga baru diuji dengan ujian standarisasi pada sekolah menengah tingkat akhir. Ujian ini pun bersifatoptional, hanya bagi mereka yang ingin melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi. Bagi yang tidak mengikuti ujian, tetap bisa melanjutkan ke institusi pendidikan yang berorientasi ke praktek dunia kerja.
            Sistem pendidikan Finlandia sangat menitikberatkan bimbingan bagi siswa yang mengalami kesulitan belajar. Finlandia optimis bahwa hasil terbaik hanya dapat dicapai bila kita lebih memperhatikan siswa yang kurang daripada terlalu menekankan target kepada siswa yang unggul. Dengan begitu, tidak ada anak-anak yang merasa tertinggal. Finlandia terbukti mampu mencetak anak-anak berprestasi di bidang akademik tanpa harus mengikuti standarisasi akademik konvensional yang kaku.
Finlandia tidaklah mengenjot siswanya dengan menambah jam-jam belajar, memberi beban PR tambahan, menerapkan disiplin tentara, atau memborbardir siswa dengan berbagai tes. Sebaliknya, siswa di Finlandia mulai sekolah pada usia yang agak lambat dibandingkan dengan negara-negara lain, yaitu pada usia 7 tahun, dan jam sekolah mereka justru lebih sedikit, yaitu hanya 30 jam perminggu. Bandingkan dengan Korea, ranking kedua setelah Finnlandia, yang siswanya menghabiskan 50 jam perminggu.
            Pemerintah Finlandia juga menetapkan standar tinggi untuk profesi guru. Dimana semua tenaga pengajar di Finlandia setidaknya diwajibkan mempunyai latar belakang pendidikan Master. Proses seleksi tenaga pengajar pun sangat ketat, hanya 10% dari lulusan perguruan tinggi yang bisa diterima menjadi guru. Mereka yang lolos seleksi ini pun masih harus melalui prosestraining yang kompleks terlebih dahulu sebelum dinyatakan siap berkecimpung dalam profesi guru.  Finlandia percaya bahwa guru adalah modal utama untuk menghasilkan siswa yang unggul.
            Dengan kualitas mahasiswa yang baik dan pendidikan dan pelatihan guru yang berkualitas tinggi tak salah jika kemudian mereka dapat menjadi guru-guru dengan kualitas yang tinggi pula. Dengan kompetensi tersebut mereka bebas untuk menggunakan metode kelas apapun yang mereka suka, dengan kurikulum yang mereka rancang sendiri, dan buku teks yang mereka pilih sendiri. Jika negara-negara lain percaya bahwa ujian dan evaluasi bagi siswa merupakan bagian yang sangat penting bagi kualitas pendidikan, mereka justru percaya bahwa ujian dan testing itulah yang menghancurkan tujuan belajar siswa.
            Terlalu banyak testing membuat kita cenderung mengajar siswa untuk lolos ujian, ungkap seorang guru di Finlandia. Padahal banyak aspek dalam pendidikan yang tidak bisa diukur dengan ujian. Pada usia 18 th siswa mengambil ujian untuk mengetahui kualifikasi mereka di perguruan tinggi dan dua pertiga lulusan melanjutkan ke perguruan tinggi.
            Siswa diajar untuk mengevaluasi dirinya sendiri, bahkan sejak Pra-TK! Inimembantu siswa belajar bertanggungjawab atas pekerjaan mereka sendiri, kata Sundstrom, kepala sekolah di SD Poikkilaakso, Finlandia. Dan kalau mereka bertanggungjawab mereka akan bekeja lebih bebas.Guru tidak harus selalu mengontrol mereka.
            Siswa didorong untuk bekerja secara independen dengan berusaha mencari sendiri informasi yang mereka butuhkan. Siswa belajar lebih banyak jika mereka mencari sendiri informasi yang mereka butuhkan. Kita tidak belajar apa-apa kalau kita tinggal menuliskan apa yang dikatakan oleh guru. Disini guru tidak mengajar dengan metode ceramah, Kata Tuomas Siltala, salah seorang siswa sekolah menengah. Suasana sekolah sangat santai dan fleksibel. Terlalu banyak komando hanya akan menghasilkan rasa tertekan dan belajar menjadi tidak menyenangkan, sambungnya.
            Remedial tidaklah dianggap sebagai tanda kegagalan tapi sebagai kesempatan untuk memperbaiki. Seorang guru yang bertugas menangani masalah belajar dan prilaku siswa membuat program individual bagi setiap siswa dengan penekanan tujuan-tujuan yang harus dicapai, umpamanya: Pertama, masuk kelas; kemudian datang tepat waktu; berikutnya, bawa buku, dlsb. Kalau mendapat PR siswa bahkan tidak perlu untuk menjawab dengan benar, yang penting mereka berusaha.
            Para guru sangat menghindari kritik terhadap pekerjaan siswa mereka. Menurut mereka, jika kita mengatakan “Kamu salah” pada siswa, maka hal tersebut akan membuat siswa malu. Dan jika ermeka malu maka ini akan menghambat mereka dalam belajar. Setiap siswa diperbolehkan melakukan kesalahan. Mereka hanya diminta membandingkan hasil mereka dengan nilai sebelumnya, dan tidak dengan siswa lainnya. Jadi tidak ada sistem ranking-rankingan. Setiap siswa diharapkan agar bangga terhadap dirinya masing-masing.
            Ranking-rankingan hanya membuat guru memfokuskan diri pada segelintir siswa tertentu yang dianggap terbaik di kelasnya. Kehebatan sistem pendidikan di Finlandia adalah gabungan antara kompetensi guru yang tinggi, kesabaran, toleransi dan komitmen pada keberhasilan melalui tanggung jawab pribadi. Kalau saya gagal dalam mengajar seorang siswa, kata seorang guru, maka itu berarti ada yang tidak beres dengan pengajaran saya! Benar-benar ucapan guru yang sangat bertanggungjawab. Berikut perbandingan kurikulum pendidikan sekolah dasar (SD) di Indonesia dan Finlandia.

1.      Kurikulum SD di Indonesia
            Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
            KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus.
            Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar.
            Beban waktu belajar di Indonesia dalam satu tahun terdiri dari dua semester. Pada sekolah dasar (SD)  beban waktu selama enam tahun (230 hari per tahun), tiap minggunya peserta didik belajar hampir 40 jam dan 35 menit tiap jam.

a.      Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
KTSP dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah. Penyusunan KTSP untuk pendidikan khusus dikoordinasi dan disupervisi oleh dinas pendidikan provinsi, dan berpedoman pada SI dan SKL serta panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh BSNP. KTSP dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
·         Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya. Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan. Memiliki posisi sentral berarti kegiatan pembelajaran berpusat pada peserta didik.
·         Beragam dan terpadu. Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah, jenjang dan jenis pendidikan, serta menghargai dan tidak diskriminatif terhadap perbedaan agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan jender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri secara terpadu, serta disusun dalam keterkaitan dan kesinambungan yang bermakna dan tepat antar substansi.
·         Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang berkembang secara dinamis. Oleh karena itu, semangat dan isi kurikulum memberikan pengalaman belajar peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
·         Relevan dengan kebutuhan kehidupan. Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha dan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan pribadi, keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan keterampilan vokasional.
·         Menyeluruh dan berkesinambungan. Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antar semua jenjang pendidikan.
·         Belajar sepanjang hayat. Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan, dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, nonformal, dan informal dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya.
·         Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah. Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kepentingan nasional dan daerah harus saling mengisi dan memberdayakan sejalan dengan Bhineka Tunggal Ika dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

b.      Acuan Operasional Penyusunan KTSP
·         Peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia
·         Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemampuan peserta didik
·         Keragaman potensi dan karakteristik daerah dan lingkungan
·         Tuntutan pembangunan daerah dan nasional
·         Tuntutan dunia kerja
·         Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
·         Agama
·         Dinamika perkembangan global
·         Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan
·         Kondisi sosial budaya masyarakat setempat
·         Kesetaraan gender
·         Karakteristik satuan pendidikan

c.       Kurikulum Pendidikan Dasar
Berdasarkan pada UU Sisdiknas No.20/2003 bab X pasal 37 ayat 1, kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat:
·         Agama
·         Pendidikan kewarganegaraan
·         Bahasa
·         Matematika
·         Ilmu pengetahuan alam
·         Pengetahuan sosial
·         Seni dan budaya
·         Pendidikan jasmani dan olah raga
·         Keterampilan/kejuruan, dan
·         Muatan lokal

2.      Kurikulum SD di Finlandia
Berbeda dengan sistem pendidikan dasar di Indonesia, pendidikan dasar di Finlandia diselenggarakan selama 9 tahun. Hal ini terkait erat dengan revolusi sistem pendidikan Finlandia yang dilakukan sejak tahun 1968 ketika dilakukan penghapusan sistem pendidikan berjenjang (parallel school system). Sistem pendidikan Finlandia tidak lagi mengenal sistem pendidikan menengah pertama, atau setara dengan pendidikan di tingkat Sekolah Menegah Pertama (SMP) di Indonesia. Sejak tahun 1968, Finlandia mengadopsi sistem pendidikan wajib dasar nasional 9 tahun.
Sesuai dengan Undang-Undang Pendidikan Dasar No.628 Tahun 1998, seluruh anak yang tinggal menetap di Finlandia, dan telah memasuki usia 7 tahun, wajib mengenyam pendidikan wajib dasar 9 tahun dan berakhir ketika seluruh silabus pendidikan dasar 9 tahun telah diselesaikan, atau 10 tahun sejak dimulainya wajib belajar. Orang tua atau wali murid dalam usia wajib belajar wajib menyekolahkan anaknya untuk mengikuti program wajib belajar. Pemerintah daerah memiliki kewajiban untuk menyelenggarakan pendidikan dasar tanpa dipungut biaya untuk seluruh anak yang tinggal di kekuasaan wilayah administratifnya.
Usia merupakan satu-satunya persyaratan untuk masuk mengikuti pendidikan dasar. Seorang anak dapat diberikan kesempatan untuk mengikuti pendidikan dasar satu tahun lebih awal dari usia yang telah ditetapkan, apabila ada bukti tertulis yang menyatakan bahwa sang anak telah siap mental dan psikis, serta kemampuan untuk mengikuti pelajaran pendidikan dasar di sekolah. Persyaratan yang sama juga diterapkan terhadap anak yang hendak mengikuti pendidikan dasar ketika usianya lebih tua satu tahun dari usia yang ditetapkan.
Di Finlandia, tidak ada kewajiban untuk mengenyam pendidikan di institusi formal pendidikan di sekolah. Wajib belajar 9 tahun dapat ditempuh dengan cara belajar di luar institusi pendidikan formal sekolah, misalnya belajar di rumah secara mandiri. Bila demikian halnya, pemerintah daerah memiliki kewajiban untuk mengawasi perkembangan belajar anak. Orang tua dan wali murid dari anak yang dikenakan wajib belajar wajib memberikan jaminan bahwa anaknya akan menyelesaikan program wajib belajar. Jumlah anak yang mengenyam pendidikan dasar di luar sekolah sangat minim.
Pendidikan wajib dasar diawasi oleh pemerintah daerah dengan cara mendata seluruh nama anak dalam usia wajib belajar. Orang tua dan wali murid akan selalu diingatkan untuk memasukkan anaknya ke sekolah ketika usianya telah memenuhi syarat. Kepala Sekolah mendata seluruh pendaftaran sekolah. Ketika terdapat anak dalam usia wajib belajar tidak terdaftar, orang tua atauwali murid akan diberitahukan. Jika anak masih juga belum dimasukkan sekolah maka orang tua sang anak akan dikenakan denda administratif untuk kelalaiannya menyekolahkan anak.
Bagi mereka yang tidak lagi masuk dalam usia wajib belajar, namun belum pernah, atau tidak menyelesaikan pendidikan wajib dasar, dapat menerima pendidikan dasar dari pusat pendidikan orang dewasa, baik yang dimiliki oleh Pemerintah maupun Swasta. Pendidikan, pengajaran, buku ajar, transportasi sekolah dan makanan siswa di tingkat wajib belajar 9 tahun di sekolah umum/pemerintah disediakan secara gratis.
Satu tahun ajaran pendidikan dasar terdiri dari 190 hari sekolah, di mulai pada pertengahan bulan Agustus, dan berakhir pada awal bulan Juni tahun berikutnya. Dalam satu tahun ajaran, terdapat libur musim panas selama 2 bulan.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah (Government Degree) No.1435 Tahun 2001 tentang Tujuan Umum Nasional dan Penetapan Waktu Belajar dalam Pendidikan Dasar, siswa yang duduk di kelas 1 dan 2 akan menerima pelajaran maksimum 19 jam pelajaran per minggu dengan maksimum 5 mata pelajaran per hari. Di lain pihak, siswa kelas 3 hingga kelas 9 akan menerima pelajaran maksimum 30 jam per minggu dengan maksimum 7 mata pelajaran per hari. Pelajaran diberikan dalam bahasa resmi yang diakui di Finlandia, yakni Suomeksi (bahasa Finlandia bagi anak yang berbahasa ibu Finlandia) dan Swedish (bahasa Swedia bagi anak yang berbahasa ibu Swedia). Di beberapa sekolah, khususnya di kawasan utara Finlandia, pelajaran juga diberikan dalam bahasa Sami (bahasa kaum Sami yang menempati wilayah utara Finlandia). Bahasa Roman, bagi siswa imigran Roma (finnish gypsies), dan bahasa tanda (sign language) juga diberikan bagi siswa yang membutuhkan perlakuan bahasa khusus.
Penyelenggaraan pendidikan dasar Finlandia diatur oleh Kurikulum Inti Nasional untuk Pendidikan Dasar (National Core Curriculum for Basic Education 2004), yang diterbitkan oleh Badan Pendidikan Nasional Finlandia. Kurikulum inti pendidikan dasar menetapkan bahwa siswa jenjang pendidikan dasar wajib memenuhi dan menuntaskan seluruh silabus pelajaran. Silabus pendidikan dasar Finlandia terdiri dari 20 mata pelajaran, yang diberikan pada tingkatan kelas tertentu, yaitu:
·         Bahasa Ibu dan Sastra (Mother Tongue and Literature): Dari kelas 1 – 9
·         Bahasa Asing 1: Basanya Bahasa Inggris, diberikan dari Kelas 1 – 9
·         Bahasa Asing 2: Biasanya bahasa Latin, diberikan dari kelas 1-9
·         Matematika (Mathematics): Dari kelas 1 – 9
·         Pendidikan Lingkungan Alam (Environmental Studies): Dari kelas 1 – 4
·         Biologi (Biology): Dari kelas 5 – 9
·         Geografi (geography): Dari kelas 7 – 9
·         Fisika (Physiscs): Dari kelas 5 – 9
·         Kimia (Chemistry): Dari kelas 7 – 9
·         Pendidikan Kesehatan (Health Education): Kelas 7 – 9
·         Pelajaran Agama (Religion): Terdapat 2 pelajaran agama, yakni, Lutheran atau Orthodoks, dari kelas 1 – 9
·         Etika (Ethics): Kelas 1 – 9
·         Pelajaran Sejarah (History): Kelas 5 – 9
·         Pelajaran Sosial (Social Studies): Kelas 7 – 9
·         Musik (Music): Kelas 1 – 9
·         Seni Visual (Visual Arts): Kelas 1 – 9
·         Kerajinan Tangan (Crafts): Kelas 1 – 9
·         Pendidikan Olah Raga (Physical Education): Kelas 1 – 9
·         Kerumahtanggaan (Home Economics): Kelas 7 – 9
·         Bimbingan Belajar dan Keterampilan (Educational and Vocational Guidance): Kelas 1-9
Setelah anak menyelesaikan seluruh silabus pendidikan dasar, maka anak tersebut akan menerima sebuah sertifikat yang menyatakan bahwa anak tersebut telah menyelesaikan pendidikan wajib dasar 9 tahun dan berhak untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan menegah atas (general upper secondary school) atau pendidikan kejuruan (vocational education and training). Dalam jenjang pendidikan dasar 9 tahun, tidak terdapat ujian nasional untuk kenaikan tingkat kelas, maupun ujian nasional untuk kelulusan pendidikan wajib dasar 9 tahun. Anak hanya akan memperoleh penilaian yang diberikan oleh guru di tiap akhir tahun ajaran dan di akhir jenjang pendidikan dasar.
Bantuan pendidikan khusus diberikan kepada siswa yang membutuhkan berbagai macam bentuk bantuan khusus yang ditentukan pada saat siswa tersebut menjalankan pendidikan dasar. Bantuan tersebut di berikan kepada siswa yang mengalami hambatan mental (masalah keluarga, masalah pergaulan, dll) dan fisik (cacat atau sakit) yang menghalangi siswa untuk menjalankan pendidikan dasar. Tujuan pemberian bantuan untuk siswa yang membutuhkan perlakukan pendidikan khusus adalah untuk mendukung siswa mengikuti seluruh silabus pendidikan dasar. Bantuan khusus diberikan dalam bentuk bimbingan belajar, medis, atau bantuan untuk memasukkan siswa yang memiliki keterbelakangan mental atau fisik ke sekolah khusus.
Di Finlandia juga terdapat pendidikan kesenian dasar. Hal ini berbeda dengan pendidikan dasar wajib. Pendidikan kesenian dasar bersifat sukarela dan dikenakan biaya oleh pihak penyelenggara pendidikan seni.
Pendidikan dasar kesenian bagi anak dan remaja disediakan oleh lembaga seni musik, tari, seni visual, dan seni rupa. Pemerintah Daerah juga diwajibkan untuk menyediakan lembaga pendidikan kesenian tersebut. Kementerian Pendidikan dapat bekerja sama dengan pemerintah daerah, kelompok atau asosiasi masyarakat seni yang terdaftar untuk mendirikan lembaga kesenian. Pendidikan dasar kesenian juga dapat disediakan oleh lembaga pendidikan publik dengan persetujuan Kementerian Pendidikan. Peraturan perundangan mengatur bahwa pendidikan dasar kesenian wajib diselenggarakan oleh sebuah lembaga pendidikan.
Tujuan dasar penyelenggaraan pendidikan dasar kesenian ditentukan oleh kurikulum inti nasional. Kurikulum tersebut menyediakan isi pengajaran 9 (sembilan) macam bentuk kesenian, yakni musik, literatur, dansa, pertunjukkan (sirkus dan teater), serta seni visual (arsitektur, seni audiovisual, seni visual, dan seni rupa). Kurikulum untuk silabus dasar kesenian yang disediakan pada tingkat pendidikan dasar dan lanjutan adalah musik, seni literatur, dansa, seni pertunjukan (sirkus dan teater), dan seni visual (arsitektur, seni visual, dan seni rupa).
Badan Pendidikan Nasional Finlandia menentukan tujuan dan isi pengajaran setiap bentuk pengetahuan kesenian, baik di tingkat dasar maupun lanjutan. Pemerintah daerah yang menyediakan pendidikan dasar kesenian menerima dana bantuan dari pemerintah pusat sesuai dengan jumlah penduduk. Penyedia pendidikan kesenian publik dan swasta juga menerima bantuan dana pemerintah pusat berdasarkan jumlah jam pelajaran yang diberikan. Jaringan lembaga penyedia pendidikan kesenian di Finlandia yang menerima bantuan dana tersebut sebanyak 87 lembaga seni musik, dan 36 sekolah kesenian lainnya.

BAB III
P E N U T U P

A.    Kesimpulan
      Setelah melihat penjabaran baik kurikulum pendidikan dasar Indonesia dan Finlandia, maka dapat ditarik kesimpulan  sebagai berikut:
1.      Mata pelajaran inti dan distribusi jam mata pelajaran dalam silabus pendidikan dasar Finlandia ditetapkan melalui regulasi. Mata pelajaran inti yang diajarkan di sekolah-sekolah dasar Finlandia adalah bahasa ibu (bahasa Finlandia atau Swedia) dan sastra; bahasa resmi lainnya; satu bahasa asing seperti bahasa Inggris, Jerman, Perancis, dan Italia; pendidikan lingkungan; pendidikan kesehatan; pendidikan agama atau etika; ilmu sejarah, ilmu sosial, matematika, fisika, kimia, biologi, geografi, psikologi, musik, seni dan kerajinan, serta ilmu ekonomi rumah tangga. Sementara di Indonesia, kurikulum pendidikan dasar secara umum memuat pendidikan agama; pendidikan kewarganegaraan; bahasa; matematika; ilmu pengetahuan alam; ilmu pengetahuan sosial; seni dan budaya; pendidikan jasmani dan olahraga; keterampilan atau kejuruan; dan muatan lokal. Perbedaan yang sangat terlihat dari kedua kurikulum tersebut adalah bahwa Finlandia lebih banyak menekankan penguasaan bahasa dan sastra termasuk bahasa asing pada peserta didiknya. Selain fungsi bahasa sebagai alat komunikasi, tentu saja penguasaan bahasa dan sastra menjadi sangat penting kedudukannya sebagaimana keberadaan bahasa dalam struktur ilmu sebagai basis yang harus dikuasai peserta didik selain matematika tentunya.
2.      The National Board of Education adalah dewan yang menerbitkan kurikulum inti secara nasional. Mereka menyusun tujuan dan materi utama kurikulum pendidikan dasar yang berfungsi sebagai guideline bagi sekolah. Namun, pemerintah lokal dan sekolah dapat melakukan penyesuaian terhadap mata pelajaran yang akan diajarkan, berbasis pada kebutuhan peserta didik. Bahkan orang tua peserta didik juga diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam penyusunan kurikulum sekolah dan juga tujuan pendidikannya. Indonesia selintas memang menerapkan sistem yang hampir serupa. Acuan kurikulum pendidikan nasional dibuat oleh Depdiknas dan pengembangannya diserahkan pada masing-masing sekolah sebagaimana KTSP diimplementasikan. Namun pada prakteknya, tidak semua pendidik memiliki kompetensi untuk mengembangkan KTSP sebab sudah terbiasa dengan pola kurikulum yang sentralistis.
3.      Dalam proses pembelajaran, peserta didik di Finlandia tidak dipaksa pendidik untuk mencapai target tertentu. Pendidik hanya memberi tahu mereka tentang nilai-nilai yang dapat dicapai oleh peserta didik bila mereka memenuhi taraf tertentu. Target pembelajaran dibuat sendiri oleh peserta didik dengan bantuan orang tua peserta didik. Sistem pendidikan Finlandia memahami belajar sebagai proses bertahap yang tidak bisa dipaksakan apalagi diberi target waktu pencapaian. Sehingga, Finlandia yang tidak mengenal adanya sistem ‘tinggal kelas’ ini memberikan kesempatan pada peserta didik usia sekolah dasar (kelas 1-9) untuk berada di sekolah hingga 10 tahun lamanya dan bagi peserta didik usia sekolah menengah (kelas 10-12) hingga 4 tahun. Sementara yang terjadi di Indonesia sangat jauh bertolak belakang dengan apa yang terjadi di Finlandia. Sistem pendidikan di Indonesia mengenal adanya ‘tinggal kelas’ bagi peserta didik yang nilainya kurang sehingga dianggap tidak patut untuk melanjutkan ke kelas yang berikutnya. Finlandia memandang sistem seperti ini akan mengganggu rasa percaya diri peserta didik sehingga menghambat mereka untuk berprestasi. Namun yang terutama, sistem ‘tinggal kelas’ ini sangat dehumanis sebab tidak menghargai keunikan peserta didik sebagai individu yang memiliki kecepatan belajar berbeda-beda satu sama lain. Bahkan tidak sedikit jumlah peserta didik asal Indonesia yang mengakhiri hidupnya hanya karena mereka ‘tinggal kelas’.
4.      Finlandia juga tidak mengenal rangking sebagaimana Indonesia yang selalu merangking peserta didiknya dalam rapot penilaian akhir semester atau akhir tahun. Sebab peringkat atau nilai dianggap tidak penting oleh pendidik, yang penting adalah bagaimana peserta didik dapat menguasai materi pelajaran.
5.      Beban belajar peserta didik di Finlandia hanya 190 hari belajar per tahun sementara di Indonesia mencapai hampir 230 hari per tahun. Tiap minggunya, peserta didik belajar hampir 40 jam. Namun beban belajar yang tinggi tersebut tidak hanya dialami oleh peserta didik asal Indonesia, namun juga peserta didik yang negaranya sangat ingin mengejar kemajuan secara kompetitif. Akibatnya, peserta didik menjadi stres dan bahkan banyak yang mengalami school phobia.
6.      Sebagaimana prinsip pendidikan humanis, kurikulum Finlandia mengedepankan integrasi antara teori dan praktek, terutama dalam pelajaran sains sehingga peserta didik dapat belajar banyak mengenai problem solving. Tidak seperti peserta didik di Indonesia yang rata-rata lebih banyak dijejali dengan hapalan teori yang sangat minim dengan praktek.
7.      Pendidik di Finlandia tidak menyampaikan pengetahuan pada peserta didik dengan metode ceramah seperti yang masih terjadi pada kebanyakan pendidik di negeri ini. Peserta didik mencari sendiri informasi yang mereka butuhkan. Pendidik menjadi fasilitator tempat mereka bertanya bila mereka menemui kesulitan. Di Indonesia, dialog interaktif antara pendidik dan peserta didik rata-rata hanya terjadi bila pendidik memberikan kesempatan pada peserta didik, itupun di akhir ceramahnya saat jam pelajaran sudah nyaris berakhir.
8.      Di Finlandia, peserta didik tidak hanya belajar dengan bimbingan pendidik di kelas namun bebas belajar dimana saja sehingga suasana kegiatan belajar mengajar menjadi sangat fleksibel dan lebih nyaman. Bahkan penjaga sekolah hingga kepala sekolah pun juga ikut andil dalam kegiatan belajar mengajar. Peserta didik bahkan juga dilibatkan untuk membantu menyiapkan makanan di dapur sekolah sebagai sarana interaksi mereka dengan orang-orang yang lebih dewasa.
9.      Hampir serupa dengan di Indonesia, pendidik yang mengajar kelas 1-6 adalah guru kelas sementara pendidik untuk kelas 7-9 adalah guru mata pelajaran. Bedanya, sistem unifikasi menyebabkan pendidikan dasar di Finlandia tidak terpisah-pisah antara sekolah dasar dan sekolah lanjutan tingkat pertama sebagaimana terjadi di Indonesia.
B.     Saran
Keberhasilan Finlandia dalam mencetak pelajar yang mandiri, inovatif, dan berprestasi sangat ditentukan oleh sistem pendidikan yang handal dan memadai, dan dukungan penuh segenap elemen bangsa Finlandia. Pemerintah Finlandia terus melakukan reformasi di sektor pengembangan dan pembangunan pendidikan yang disesuaikan dengan tuntutan dan kebutuhan jaman. Melihat keberhasilan tersebut, ada baiknya jika kita juga mengambil pelajaran dan berkiblat pada sistem  pendidikan di Finlandia dengan memperhatikan dan mempertimbangkan 9 kunci utama yang menunjang keberhasilan pendidikan di Finlandia, yakni:
1.      prinsip kesetaraan kesempatan (equal opportunities)
2.      pendidikan komprehensif
3.      tingginya kompetensi guru
4.      pembinaan siswa dan pendidikan khusus bagi siswa yang membutuhkan perlakuan khusus
5.      evaluasi
6.      partisipasi dan dorongan pemerintah dan masyarakat terhadap pendidikan
7.      sistem pendidikan yang lentur berdasarkan pada penguatan (a flexible system based on empowerment)
8.      kuatnya kerja sama seluruh pemangku kepentingan pendidikan di Finlandia; dan
9.      pendidikan yang berorientasi pada siswa (student-oriented education), serta prinsip lifelong learning.






DAFTRA PUSTAKA